Sorry, we couldn't find any article matching ''
7 Kesalahan Pengasuhan yang Harus Dihindari Orang Tua Pintar
Ada banyak kesalahan pengasuhan yang sering dilakukan oleh banyak orang tua. Namun, orang tua yang pintar pasti bisa menghindarinya!
“Dasar anak salah asuhan!” Rasanya pasti mak jleb saat dengar orang berkomentar seperti itu tentang buah hati kita. Alih-alih ‘berbalas pantun’, melakukan introspeksi adalah hal yang jauh lebih bijak. Tanya diri sendiri, kesalahan pola asuh seperti apa yang sudah saya lakukan? Tetap kalem. Kita selalu bisa belajar dari kesalahan.
Kita hidup di dunia yang semakin penuh tekanan, oleh karena itu penting untuk membantu anak bertumbuh dan berkembang dengan memiliki daya tahan emosional dan mental yang baik. Anak-anak yang kuat secara mental lebih siap untuk mengatasi masalah mereka sendiri di kemudian hari. Hal positif lainnya, anak-anak juga menjadi lebih cair di dalam pergaulan, baik di sekolah, kampus, dan di dunia kerja kelak.
Menjadi orang tua yang baik, yang dapat memberi contoh dengan benar memang nggak mudah. Wajar jika sesekali Anda khawatir apakah sudah melakukan semuanya dengan tepat. Tapi Mommies, Anda hanya manusia dan bisa melakukan kesalahan dalam mengasuh anak. Anda nggak sendirian kok. Faktanya, every parent makes mistakes.
Anda dapat menghindari beberapa kesalahan pengasuhan yang umum jika Anda tahu apa yang harus dihindari. Dengan mampu menghindarinya, langkah Anda menjadi orang tua yang efektif dalam mendidik semakin dekat.
BACA JUGA: Jangan Nyesal! Ini yang Terjadi pada Anak Jika Ayah Abai dalam Pengasuhan Anak
Kesalahan Pengasuhan yang Harus Dihindari
Berikut adalah 7 kesalahan pengasuhan yang harus Anda hindari.
1. Sengaja mengabaikan masalah
Kesalahan pengasuhan yang pertama adalah beberapa orang tua masih ada yang berpikir bahwa masalah tertentu memang nggak bisa diperbaiki. atau sebenarnya mereka hanya malas dengan prosesnya sehingga lebih suka mengabaikannya.
Sikap ini tentu saja salah besar. Masalah yang biasa terjadi, termasuk pertengkaran antara kakak adik, rebutan makanan, siapa yang dapat mainan lebih mahal, tantrum, hingga masalah perilaku pada anak-anak yang lebih besar.
“Masalah pada anak tidak akan selesai tanpa bantuan orangtua sehingga akan terus berlarut atau berulang, karena anak tidak diarahkan bagaimana mengatasi masalah dengan cara yang benar,” jelas Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S. Psi, Psikolog.
“Misalnya untuk kasus anak tantrum. Itu karena dia kesulitan mengendalikan dan mengekspresikan emosinya dengan tepat. Jika orangtua tidak membantunya, maka dia akan sulit menemukan cara lain selain tantrum,” imbuh Vera.
2. Meremehkan perasaan anak
Anak-anak perlu tahu bahwa mengekspresikan dan membicarakan emosi mereka itu sehat. Ketika orangtua memberi tahu anak-anak mereka hal-hal seperti “jadi orang jangan sensi ah” atau “cuma gitu aja kok dimasalahin”, tanpa sengaja orang tua seperti mengirimkan pesan bahwa perasaan anak tidak penting dan lebih baik diabaikan saja.
Jika anak ketakutan saat mendengar suara petir yang menggelegar, Anda bisa menenangkanya dengan bilang “Kamu takut, ya, Sayang?” Lalu tanyakan kepadanya apa yang menurut dia bisa membuat perasaannya lebih baik. Ini mengajari mereka secara mandiri mengelola dan mengatasi emosi apa pun yang ia rasakan.
Tujuannya adalah untuk membantu mereka berani mengungkapkan perasaan dan rasa khawatir sambil mencari solusinya.
3. Selalu menyelamatkan mereka dari kegagalan
Sebagai orang tua, pasti nggak tega melihat anak-anak kita berjuang melalui tantangan yang kita tahu, kita mampu atasi dengan mudah untuk mereka. Selalu membantu dengan jalan pintas hanya akan menjadi bumerang di kemudian hari.
“Anak jadi tidak belajar menghadapi kegagalan dan kesulitan. Keahlian mereka untuk melakukan resiliensi jadi tidak terasah. Anak pun cenderung gampang frustrasi, tidak optimal mengembangkan kemampuannya karena takut gagal,” jelas Vera.
Ingat Mommies, orang tua tidak selamanya ada untuk menjadi malaikat pelindung dan penyelamat buat anak. Anak harus diajar mandiri sehingga tidak tergantung pada orangtuanya.
Jika anak-anak tidak pernah diberi kesempatan untuk belajar dari kegagalan, mereka tidak akan pernah mengembangkan ketekunan yang dibutuhkan untuk bangkit kembali setelah mengalami kegagalan.
4. Memanjakan secara berlebihan
Anak-anak suka dimanjakan dan banyak orang tua senang memanjakan. Namun penelitian menunjukkan ketika Anda memberi anak apa pun yang mereka inginkan, anak justru jadi kehilangan banyak hal, seperti mental yang tangguh, disiplin diri, dan empati.
Vera mengingatkan, “Anak akan take for granted apa pun yang dia dapatkan karena sama sekali tak ada usaha dari pihaknya. Anak akan terbiasa selalu terpenuhi keinginannya padahal Mommies tahu, kan, di luar sana, kehidupan tidak akan selalu mengikuti kemauannya.”
Ajar anak untuk tahu bahwa mencapai apa pun yang mereka inginkan adalah mungkin, asalkan mereka mau berusaha dan berjuang. Misalnya, anak-anak bisa melakukan tugas-tugas sederhana di rumah dan mendapatkan uang saku untuk membeli barang yang mereka inginkan.
5. Mengharapkan kesempurnaan
Wajar jika orang tua ingin anak menjadi yang terbaik dalam segala hal. Namun mengharapkan kesempurnan dan menerapkan zero mistake dan zero tolerance kepada anak, sangatlah tak adil buat mereka. Menetapkan standar yang terlalu tinggi dapat menimbulkan masalah harga diri dan kepercayaan diri di kemudian hari.
Bentuk kekuatan mental anak-anak Anda dengan memastikan harapan mereka masuk akal. Dan bahkan jika anak-anak nanti tidak berhasil, kegagalan yang mereka hadapi masih akan memberi mereka pelajaran hidup yang berharga tentang bagaimana cara bisa berhasil di lain waktu.
6. Memastikan hidup mereka selalu nyaman
Sama seperti kegagalan, melatih anak mampu tetap bersyukur saat hidup menawarkan ketidaknyamanan dapat meningkatkan kekuatan mentalnya. Dukung anak-anak agar bisa menikmati hal-hal atau situasi yang benar-benar baru atau asing. Bantu mereka berani memulai, karena itu bagian tersulitnya. Biasanya, anak-anak lebih mudah beradaptasi terhadap keadaan dan lingkungan baru. Begitu terbiasa, mereka bahkan bakal lebih pandai melebur daripada Anda!
7. Tidak menetapkan batasan orangtua-anak
Anda ingin melatih anak-anak membuat keputusan sendiri? Itu bagus. Namun mereka juga perlu tahu bahwa Anda adalah the super big boss. Misalnya, jika Anda menetapkan jam malam untuk anak 12 tahun adalah jam 9 malam, maka pastikan aturan itu selalu dipatuhi.
Anak akan bermental kuat jika memiliki orang tua yang memahami pentingnya batasan dan menunjukkan sikap konsisten (tapi nggak kaku). Selalu mengalah, sering nggak konsisten, dan membiarkan aturan terlalu gampang dinegosiasikan dapat menyebabkan anak kehilangan respek terhadap Anda, sehingga akan terjadi adu siapa lebih kuat antara Anda dan anak-anak Anda.
BACA JUGA: 4 Gaya Pengasuhan dan Dampaknya pada Karakter Anak
Cover: Freepik
Share Article
COMMENTS