Memahami Distosia Bahu, Kondisi Persalinan Macet yang Membahayakan Nyawa Bayi

Parenting & Kids

Mommies Daily・02 Aug 2022

detail-thumb

Kasus tentang distosia bahu kini sedang ramai jadi pembicaraan. Sebenarnya itu apa, sih? Yuk, kenali lebih dalam tentang kondisi ini!

Sudah membaca soal kasus yang RSUD Jombang terkait seorang ibu yang melahirkan normal namun bayinya tidak tertolong? Peristiwa ini sendiri sebenarnya masih terus dalam pengawasan untuk mengetahui ujung pangkalnya. Namun, lewat berita yang saya baca di Detik.com, salah satu sebab mengapa peristiwa ini terjadi dikarenakan distosia bahu.

Mungkin, istilah distosia bahu ini masih asing, belum umum terdengar di telinga. Namun yang jelas, kondisi merujuk pada kondisi bahu bayi tersangkut ketika proses persalinan berlangsung.

BACA JUGA: Rekomendasi Bidan di Indonesia dan Kisaran Biaya Melahirkan di Bidan 2022

Kondisi distosia bahu ini memang bisa membahayakan nyawa baik sang ibu atau pun janin. Seperti kasus yang baru dialami seorang ibu di Jombang.

Mengikuti beritanya, perasaan saya campur aduk. Sedih, marah, kecewa. Bagaimana tidak, kisah yang semula ramai karena dibagikan oleh akun Twitter @MinDesiya ini begitu gamblang memaparkan bahwa salah satu pihak saudaranya mendapat penolakan untuk mendapatkan operasi caesar. Alhasil, saudaranya pun melahirkan secara alami.

Nyatanya proses persalinan mengalami banyak hambatan lantaran kondisi distosia bahu. Di awal kicauannya @MinDesiya menuliskan, “Saat proses persalinan, Ria mengejan hanya sampai kepala bayi yang keluar dan benar benar sudah tidak kuat. Berat badan bayi yang besar dan pundak yg lebar membuat Ria kesusahan mengejan dan dokter sampai harus menggunakan alat sedot untuk mengeluarkan bayi.”

Meski sudah menggunakan alat sedot, tetap saja bayi tidak bisa diselamatkan. Untuk mengeluarkan bayi, tenaga medis mengambil tindakan untuk melakukan pemisahan kepala lebih dulu. Selanjutnya dilakukan operasi, untuk mengeluarkan kembali badannya. Setelah itu jenazah sang bayi kembali disatukan kembali untuk kebumikan.

Tak hanya kondisi distosia bahu, menurut pemberitaan yang saya baca di Detik.com, RSUD juga mengatakan bahwa sang ibu sebelumnya mengalami keracunan kehamilan dan mengalami hipertensi kronis. Saat pemeriksaan awal, sang ibu pun sudah mengalami pembukaan jalan lahir karena bayi masuk ke dasar panggul.

Kondisi yang dinilai baik, akhirnya pihak tenaga medis di RSUD pun akhirnya memutuskan untuk melakukan tindak persalinan normal.

Pada saat persalinan mengalami kendala karena sulit mengeluarkan bayi, RSUD mengerahkan 3 dokter kandungan. Sayang, meskipun sudah melakukan berbagai manuver yang dimiliki dan ditangani para expert, bayi perempuan tersebut tidak berhasil diselamatkan.

Pihak RSUD Jombang yang diwakili dr. Vidya menjelaskan, atas persetujuan keluarga, dalam hal ini sang suami, dilakukan tindakan pemisahan kepala. Tujuannya, agar badan bayi bisa diangkat lewat operasi. Katanya, “Karena kalau dikembalikan lagi kepalanya juga tidak bisa. Itu sudah atas persetujuan keluarga, sudah kami jelaskan kepada keluarga.”

BACA JUGA: Nggak Pakai Ribet, Ini Pengalaman Saya Melahirkan dengan BPJS

Distosia Bahu, Bisa Dialami Siapa Saja

Sebagai perempuan sekaligus ibu, saya sangat paham bahwa menjalani kehamilan tidaklah mudah. Pun pada saat proses persalinan. Perlu persiapan yang matang, baik kondisi kesehatan fisik dan mental juga sangat perlu diperhatikan.

Jika pada awalnya bertekad melakukan persalinan secara normal, namun tetap saja ada beberapa kondisi medis yang mengharuskan persalinan dilakukan secara operasi.

Itulah mengapa, proses kehamilan hingga persalinan perlu disiapkan dengan matang, Mengingat ada banyak risiko yang bisa dialami oleh ibu hamil, contohnya seperti distosia bahu.

Persalinan macet atau istilah medisnya juga dikenal sebagai partus macet (distosia) merupakan kondisi ketika ada hambatan selama proses melahirkan berlangsung sehingga memakan waktu yang lebih lama.

Menurut American Pregnancy Association, persalinan yang dikatakan mengalami kondisi distosia apabila berlangsung sekitar 20 jam atau bahkan lebih. Biasanya akan dialami pada perempuan baru pertama kali melahirkan. Namun tidak menutup kemungkinan jika kondisi distosia ini juga bisa dialami di persalinan kedua, di mana distosia ini akan berlangsung kurang lebih 14 jam lamanya.

Meski memang kondisi distosia cukup langka, namun memang bisa tetap terjadi. Saya ingat pernah berbincang dengan dr. Gorga I. V. W. Udjung, Sp.OG, Dokter kandungan dari RS Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Jakarta ini menjelaskan kalau distosia bahu merupakan kondisi bahu janin yang tidak bisa lahir secara spontan setelah kepala bayi keluar saat persalinan.

“Ini keadaan emergency atau gawat darurat pada persalinan pervaginam,” jelasnya

Penyebab Distosia Bahu

Apa penyebab distosia bahu? Siapa saja yang paling berisiko mengalaminya?

Pertanyaan ini mungkin akan banyak ditanyakan. Dalam hal ini dr. Gorga menjelaskan bahwa salah satu penyebabnya bisa dikarenakan kondisi janin yang besar sehingga menyebabkan bayi tersangkut saat persalinan. Dalam istilah medis, janin besar ini disebut dengan Macrosomia atau ‘janin makrosomia’ alias bayi besar.

“Biasanya memang karena bayinya terlalu besar, atau di atas 4000 gram. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan distosia ini karena sang ibu mengalami diabetes atau usia hamilnya udah lewat waktu, di atas 40 minggu.”

Kondisi bayi yang terlalu besar atau mengalami makrosomia tentu berisiko. Risiko lainnya adalah cedera pada bayi karena bayi yang terjebak di bawah tulang panggul ibu selama persalinan dapat menyebabkan kerusakan saraf pada bahu, lengan, dan leher bayi. Faktanya 2-16% bayi yang memiliki distosia bahu mengalami kerusakan saraf.

Dikatakan dr. Gorga, pada saat persalinan bayi bisa mengalami kematian memang walau kadang sudah ditangani segera dengan tim yang membantu persalinan, karena sulitnya melahirkan bayi yang besar.

dr. Gorga juga menjelaskan untuk mengeluarkan bagian bahu, ada beberapa manuver dilakukan dengan episiotomi luas (cedera pada ibu besar) atau memutar dan mematahkan tulang bahu si bayi, karena tidak ada jalan lain bayi harus lahir dari bawah karena kepala sudah lahir, tidak bisa kemudian diputuskan sesar.

Itulah mengapa, distosia bahu sangat berisiko. Bayi bisa berisiko mengalami kekurangan oksigen sehingga perlu dilakukan diobservasi lebih lanjut di unit perawatan intensif neonatal (NICU).

Untuk menghindari terjadinya distosia bahu atau meminimalisir terjadinya berbagai risiko kehamilan dan persalinan, dr. Gorga mengingatkan agar ibu hamil melakukan screening lab saat hamil untuk mengetahui kesehatan. Termasuk mengetahui ada faktor risiko lain seperti gula kondisi darahnya, termasuk rutin USG mengetahui mengetahui berat bayi yg dikandung.

Jadi, untuk para Mommies yang sedang hamil, jangan lupa melakukan pemeriksaan rutin, ya.

BACA JUGA: Tanda-tanda Melahirkan yang Harus Diperhatikan Calon Ibu

Cover: Pexels