banner-detik
SELF

10 Alasan Mengapa Saya Malas Punya ART dan Tetap Baik-baik Saja

author

Sisca Christina20 Jul 2022

10 Alasan Mengapa Saya Malas Punya ART dan Tetap Baik-baik Saja

Sejak ART yang lalu memutuskan pulang kampung, saya masih malas punya ART lagi. Ternyata, saya bisa bertahan karena alasan-alasan ini. Kalau mommies gimana?

Kehadiran ART sesungguhnya bak dewi penolong bagi para ibu yang sehari-hari disibukkan dengan pekerjaan, urusan rumah tangga, merawat anak dan keluarga, daaaannn segala perintilannya! Iya, di balik hal-hal besar, selalu ada perintal-perintil yang nggak kalah pentingnya. Ya, kan, ya kan? Setidak-tidaknya kalau ada ART, bisa berbagi urusan-urusan besar sekaligus membantu meng-handle urusan perintilan sehari-hari. Apalagi kalau ART-nya bisa diandalkan untuk membantu merawat anak juga. Rasanya segala urusan bisa lebih tertata.

Tapiiii saat tiba hari raya dengan pesan dan kesan: “Saya nggak balik lagi ya, Bu.”, atau macam-macam hal lain yang membuat kita menghela nafas pasrah, pada akhirnya rasa lelah menghadapi on-off-nya ART dengan lelahnya nyuci piring sendiri kok ya sama (mommies ngerasa gini juga nggak, sih?).

Akhirnya, dengan absennya si Mbak, lalu tak kunjung dapat pengganti, lama-lama terbiasa juga dengan ritme tanpa ART. Lelah sih teteeuppp yaaa, tapi setidaknya nggak nambah satu urusan untuk menghadapi ART yang kadang syulit ditebak.

Alasan saya bertahan nggak pakai jasa ART dan so far “baik-baik saja”, mungkin kurang lebih sama dengan alasan mommies juga, kira-kira begini.

Alasan #1: Drama “Saya Nggak Balik Lagi, Ya, Bu” sudah usai

Setidaknya, setiap hari raya, saya nggak dibuat deg-degan lagi, apakah sang ART akan balik atau nggak. Mau hari raya, kek, mau musim nikah sampe musim durian, kek, nafas saya tetap sama, nggak kembang kempis menanti kabar ART kembali atau tidak, atau minta pulang sewaktu-waktu.

Alasan #2: Anak-anak nggak bolak-balik adaptasi dengan ART yang berganti-ganti

Walau bisa dibilang anak-anak saya tipe yang sangat baik beradaptasi dengan kehadiran orang baru, dan rata-rata mereka suka-suka aja dengan para mbak yang hadir silih berganti, tapi, tetap saja, ketika sudah merasa cocok dengan ART, dan sudah merasa punya teman main yang asik, lalu ditinggal lagi, kasian mereka di-PHP-in. Dikira bakal awet jadi teman sehari-hari mereka.

Saya pernah punya ART yang cukup lama bekerja dengan saya, sekitar 3 tahun. Dia sudah dekat banget dengan anak balita saya. Dulu si mbak masih sering video call, kangen-kangenan. Lama tak berkabar, begitu video call lagi, anak saya sudah enggan dengan dia. See? Buat anak kecil kedekatan itu, ya, memang harus dengan orang yang dia lihat tiap hari. Begitu gone? They are strangers!

Alasan #3: Saya lebih resik!

Tak ada lagi noda-noda tertinggal di peralatan makan/masakan. Kamar mandi bersih seluruhnya, nggak hanya bagian yang kelihatan aja (tahu kan maksud saya?). Lantai bersih kesat, karena ngepelnya ngangkat kotoran bukan nyebar kotoran (tahu lagi kan maksud saya?). Terkadang, lebih plong dikerjain sendiri, walau ngerjainnya sesempatnya! Hahahahaha.

Baca juga: Pengganti Detergen Konvensional, Ini 4 Rekomendasi Detergen Ramah Lingkungan

Alasan #4: Nggak ada yang mengganggu itikad saya untuk mengajarkan anak-anak lebih mandiri dan bertanggung jawab

Sudah dibilang si kakak sudah bisa makan sendiri, begitu saya melipir, tahu-tahu ikutan disuapi juga! Biasanya kalau tak ada ART, ia simpan sendiri baju-baju yang sudah diseterika ke dalam lemari. Ketika ada ART, nggak betah menunggu si kakak yang merapikan, maunya cepat-cepat semua diberesin. Mereka nggak paham itikad saya. Syulit.

Alasan #5: Nggak harus menjaga perasaan siapa-siapa

Namanya ART, umumnya jauh dari keluarganya. Kita orang yang setiap hari berinteraksi dengan dia. Jadi kita harus berupaya membuat mereka betah, merasa diterima, diperlakukan layak dan setara, tidak dibeda-bedakan. Sebetulnya saya nggak pernah ada masalah dengan semua itu. Tapi biar bagaimanapun kita nggak pernah tahu isi hati mereka. Sedikit saja ada kesalahan memilih kalimat, jika punya ART yang sensitif, itu bisa jadi masalah. Jadi dengan nggak ada ART, setidaknya berkurang satu orang yang harus saya validasi perasaannya, hihihi.

Alasan #6: Bisa berhemat

Bukan pelit, ya. Tapi mungkin inilah salah satu keuntungannya nggak punya ART. Bukan hanya gaji, tapi biaya hidup sang ART, hiburan (ART juga butuh healing, lho, sebab mereka jauh dari keluarga), dan biaya ekstra lainnya ternyata lumayan bikin kantong nggak cepat kempis di akhir bulan. Jadi, dana lebihnya bisa dialokasi buat jalan-jalan bareng keluarga, sesekali kirim cucian ke laundry atau buat ditabung sedikit-sedikit.

Alasan #7: Latihan buat lebih fleksibel

Adanya ART terkadang jadi membuat kita ingin segala urusan segera beres. Tak Ada ART membuat kita jadi lebih slow down sedikit. Nggak apa-apa kalau ngga harus beres semua sekaligus. Ukur tenaga, utamakan yang prioritas. Capek ya berhenti, nggak capek ya dikerjain. Berantakan dikit, awalnya gerah banget. Lama-lama beresin sebisanya. Nggak pake ngoyo.

Alasan #8: Belajar ikhlas

ART juga punya segudang alasan yang membuat mereka berhenti dari pekerjaan. Mendengar alasan mereka membuat kita belajar ikhlas sama keadaan, walau impact-nya kita jadi lebih repot, atau mungkin bikin pengen ngedumel. Tapi lalu mikir: ah, ya sudalah, ikhlasin aja.

Alasan #9: Ajang bebenah keluarga

Saya selalu berupaya membiasakan anak-anak belajar tanggung jawab dalam rumah tangga. Ikut terlibat. Karena rumah kita tinggali bersama, jadi semua anggota keluarga wajib ambil bagian untuk bebenah sesuai porsinya. Semua anggota keluarga jadi lebih rajin dan saling empati.

Alasan #10: Tak ingin mengubah ritme yang sudah terbentuk

Saat ini ritme kehidupan tanpa ART rasanya sudah aman. Jadi, kalau ada ART, kembali mengubah ritme lagi. Kembali setel ulang ini dan itu, belum lagi ngajarin A-Z terkait pekerjaannya. Duh, kok masih malas ya rasanya punya ART?

Walau super repot, rasanya masih aman. Tapi kalau ke depannya dipertemukan dengan ART yang memang sudah berjodoh dengan keluarga kami, nggak menutup kemungkinan pakai ART kembali. Kita lihat saja nanti.

Mommies masih enjoy pakai jasa ART atau sudah malas punya ART juga? Share, yuk!

Baca juga: 7 Hal yang Saya Sesali Tidak Saya Lakukan di Usia 20-an

Follow us on Instagram

Share Article

author

Sisca Christina

Ibu dua anak yang berprofesi sebagai digital nomad, yang juga suka menulis. Punya prinsip: antara mengasuh anak, bekerja dan melakukan hobi, harus seimbang.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan