banner-detik
#MOMMIESWORKINGIT

Ini Dunia Kerja dari Sudut Pandang Pasangan Childfree!

author

Katharina Menge07 Jun 2022

Ini Dunia Kerja dari Sudut Pandang Pasangan Childfree!

Ternyata ada pandangan berbeda juga dari para pasangan yang memilih untuk childfree ketika melihat dunia kerja. Ini cerita mereka!

Setelah sebelumnya Mommies Daily mengulik kisah para pasangan suami istri yang memutuskan untuk childfree atau tidak memiliki anak dari sudut pandang keluarga, kini mari dengar kisah lebih lanjut dari sisi dunia kerja.

Mulai dari bagaimana keputusan tersebut memengaruhi cara rekan kerja memandang mereka, beban kerja yang diberikan, hingga keuntungan yang mungkin dirasakan. Yuk, simak kisahnya di bawah ini!

BACA JUGA: Saat Childfree Menjadi Pilihan Hidup, Ini Alasan Mereka!

M, 36 tahun, Menikah

Berawal dari niat menunda punya anak bersama pasangan selama menikah, akhirnya 2 tahun berjalan saya dan suami memutuskan untuk childfree. Setelah bertanya-tanya pada diri sendiri, akhirnya keputusan itu bulat kami ambil. Meski awalnya keluarga merasa berat dengan keputusan itu, tetapi akhirnya mereka paham setelah diberi pengertian.

Di dunia kerja sendiri tidak pernah ada pertanyaan mengenai anak dari teman-teman kantor. Di kantor suami sendiri juga jarang ditanya hal-hal seperti ini. Namun bukan berarti tidak ada yang tahu. Ada beberapa teman dekat di kantor yang tahu tentang keputusan saya ini tapi itu juga hanya sedikit dan jarang sekali.

Kalau soal sindirian tentang anak itu saya tidak pernah menerimanya karena ini masuknya ranah pribadi. Mungkin kalau ada yang tanya soal childfree itu pasti teman lama atau sahabat baiik kami. Kami pun menanggapi hal itu biasa saja, terlebih di zaman sekarang.

Untungnya di kantor juga gak ada peraturan tentang karyawan yang memutuskan childfree. Semua normal-normal saja. Kantor pun tidak pernah memaksa untuk kerja lembur karena karyawannya belum punya anak. Kalau suami kerjanya lembur itu karena keputusan sendiri dan tidak sampai terlalu larut malm.

Salah satu keuntungan childfree atau tidak punya anak adalah dana gajian kami tidak ada yang dialokasikan untuk kebutuhan anak, termasuk popok, susu, dan lainnya. Meski begitu, kami tetap mengalokasikan dana untuk kebutuhan orang tua dan masa depan sendiri punya tidak merepotkan orang lain nantinya.

Alda, 29 tahun, Menikah

childfree

Dari awal menikah memang aku dan suami sempet mikir tentang punya anak ini dan kita melihat kalo punya anak untuk kebanyakan orang itu jadi sesuatu yang harusnya begitu tapi tidak pernah benar-benar dipikirkan alasannya kenapa. Aku dan suamiku akhirnya mencari tahu apa sebenarnya alasan kami mau punya anak.

Pada saat itu kami gak ketemu alasannya kenapa sampai di usia 4 tahun pernikahan ini. Selain itu saya dab suami juga merasa keputusan ini paling cocok dengan lifestyle kami berdua, at least, sampai saat ini.

Kalau rekan kerja tahu atau tidak tentang keputusan aku childfree itu aku tidak tahu, tetapi mereka tahu kalau aku belum punya anak. Mungkin mereka mikirnya antara by choice, belum dikasih, atau belum. Rekan kantor juga tidak pernah bertanya.

Aku sendiri sebenarnya beberapa kali sering membahas ini di media sosial. Jadi mungkin rekan kerja tahu tapi tidak pernah dikonfirmasi ke aku. Tidak ada respon yang aneh dari mereka dan tidak pernah ada sindiran.

Soal keputusan kantor yang memberatkan bagi pasangan yang memilih childfree itu tidak ada, baik di kantor terdahulu sampai sekarang. Tapi mungkin di kantor sebelumnya aku dianggap, ya, lebih bebas untuk membuat keputusan karena belum punya anak.

Kalau soal kelebihan mungkin aku gak bisa bandingkan karena aku, kan, belum pernah punya anak. Jadi aku coba bandingkan dengan teman-teman aku yang sudah punya anak, ya, ini bisa benar, bisa salah. Aku merasa kelebihannya gak punya anak itu waktu dan tenaga bisa dialokasikan untuk hal-hal lain.

Misalnya aku harus lembur karena ada proyek besar, ya, aku lakuin tanpa aku perlu mikirin ada anak di rumah. Jadi sebenarnya salut juga dengan teman-teman yang sudah jadi ibu yang bisa membagi pikirannya untuk dua tempat, kerjaan dan di rumah. Jadi, kelebihannya childfree di dunia kerja mungkin bagi aku di sisi waktu.

Andin, 41 tahun, Menikah

Walau sebelum menikah tidak pernah terpikir untuk childfree, tetapi setahun setelah menikah saya dan suami memutuskan untuk menjalani hal tersebut. Kebetulan suami saya santai, tidak ngebet punya anak, dan menyerahkan semua keputusan kepada saya, dan tidak ada masalah ketika membicarakan hal ini dengannya. Beruntungnya

Meski keluarga pro dan kontra, tetapi untungnya lingkungan sekitar, termasuk rekan kerja di kantor, rata-rata juga mendukung keputusan saya. Teman-teman di kantor tahu mengenai keputusan childfree yang saya jalani. Mungkin karena kebanyakan generasi millennial dan Gen Z, jadi mereka mengerti dengan pilihan saya dan pikirannya lebih terbuka dengan keputusan seperti ini.

Saya bersyukur karena meski sekarang keputusan saya sudah dihargai, tetapi di awal ketika saya bilang ingin childfree (sekitar tahun 2009), banyak yang menganggap ini keputusan yang aneh. Mungkin karena dulu pilihan dan istilah ini juga belum populer. Ada yang bilang, “Buat apa nikah kalau nggak mau punya anak?”. Saya, sih, cuek saja mendengar komentar itu.

Peraturan di kantor untungnya juga tidak ada yang memberatkan orang-orang yang memutuskan childfree, termasuk saya.

Bicara soal kekurangan childfree dalam dunia kerja, saya paling sering merasakan ketika beberapa teman yang punya anak kadang tidak masuk kerja dengan alasan “anak sakit” atau “urusan anak di sekolah”, sementara saya jarang tidak masuk kerja dengan alasan seperti itu. Kadang-kadang rasanya tidak adil saja, sih.

Ditambah saya juga jarang sakit, jadi jarang tidak masuk kerja. Cukup merasa tidak adil jika dibandingkan dengan para ibu bekerja yang sering izin atau tidak masuk karena urusan anak dan juga kebanyakan sering izin karena dirinya sakit (entah sakit beneran atau bohongan).

Kalau kelebihan childfree dari sudut pandang dunia kerja itu saya jadi lebih fokus bekerja tanpa gangguan “anak sakit”, “nggak ada pembantu”, sampai “urusan sekolah”. Ujung-ujungnya malah saya yang menangani pekerjaan para ibu-ibu itu kalau mereka tidak masuk kerja. Jadi sebenarnya mereka beruntung sekali punya rekan kerja yang childfree seperti saya hehehe.

BACA JUGA: Ingin Childfree, Apa yang Harus Dipertimbangkan?

Cover: Pexels

Share Article

author

Katharina Menge

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan