banner-detik
KIDS

3 Hal yang Perlu Dipahami Orang tua Tentang Metaverse

author

Ficky Yusrini05 Jan 2022

3 Hal yang Perlu Dipahami Orang tua Tentang Metaverse

Kata ‘metaverse’ sedang menjadi fenomena terbaru yang hype di dunia teknologi. Adakah yang perlu kita waspadai sebagai orang tua?

Kita tidak sedang bicara masa depan digital ke depannya, di mana metaverse akan menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Saat ini pun metaverse sudah mulai berlangsung. Bayangkan, kita menggelar pesta ulang tahun anak, mengundang teman-temannya yang datang dengan mengenakan kostum avatar masing-masing, dengan latar permainan game kesukaan mereka, dan mereka melakukan permainan bersama-sama. Semua dilakukan secara virtual, tanpa tatap muka. Hal ini sudah bisa dimungkinkan dalam platform game Roblox, yang populer di kalangan anak-anak. Itu adalah salah satu contoh aplikasi metaverse dalam prototipe awal.

Agar tak ketinggalan, saatnya sebagai orang tua kita menggali lebih jauh tentang metaverse dan apa saja yang perlu diketahui orang tua untuk memastikan anak-anak mereka tetap aman saat online di dunia virtual baru ini.

Baca juga: Rekomendasi Situs dan Channel Untuk Anak Belajar Keterampilan Hidup

Metaverse dan Virtual Reality (VR)

Photo by Maxim Hopman on Unsplash

Ide dari metaverse adalah bahwa virtual reality (VR) akan bergabung dengan teknologi lain untuk memungkinkan kita berinteraksi sepenuhnya dengan lingkungan 3D online, tidak sekadar kita tonton di layar. Melalui headset VR dan kacamata augmented reality atau AR (atau teknologi apa pun yang akan datang di masa depan), kita akan dapat hidup di dunia online yang fantastis di mana kita dapat bertemu orang lain dan melakukan semua yang dapat kita lakukan di dunia nyata.

Sebagaimana yang dikemukakan Mark Zuckerberg saat meluncurkan nama baru Facebook yang berubah menjadi Meta, metaverse memungkinkan kita menjalani interaksi sosial, menghadiri acara, bermain game, hingga bekerja, berkencan, berbelanja, secara real time. Saat ini, beberapa perusahaan teknologi besar seperti Apple, Amazon, Google, dan Meta sedang berlomba-lomba mengembangkan teknologi ini.

VR memberikan pengalaman digital yang imersif secara 3D. Pengalaman ini didapat dengan mengenakan headset VR yang menutupi mata dengan monitor dan memutar suara dan musik melalui headphone, jadi semua yang Anda alami adalah bagian dari lingkungan yang diciptakan secara digital. Sedangkan AR adalah dunia ciptaan yang dibangun dari elemen digital sehingga memberikan pengalaman yang lebih intens dan nyata.

Sebagian besar teknologi VR memiliki batas usia minimum yang disarankan yaitu 12 tahun. Oculus, produsen headset VR bahkan membatasi usia minimal 13 tahun. Kenapa sebaiknya tidak dimainkan oleh anak di bawah 12 tahun? Saat anak beraktivitas dengan VR, otomatis orang tua tidak bisa memantau apa yang dilakukan anak, berbeda dengan layar komputer yang masih bisa dilihat dan dipantau.

Aturan Keamanan

Photo by Chiara F on Unsplash

Selain Roblox, beberapa platform game yang sudah mengadopsi prototipe metaverse adalah Fortnite. Kedua game ini disebut juga sebagai game sosial, ruang digital tempat berkumpul, terhubung, dan berinteraksi dengan orang lain. Tidak hanya dengan teman-teman main yang ia kenal, tetapi juga ada orang asing di situ, yang belum tentu anak-anak seusianya. Bukan tidak mungkin, ada orang bermotif jahat yang sedang mencari korban.

Untuk keamanan, berlaku juga aturan keamanan sebagaimana berinteraksi di dunia digital pada umumnya. Anak perlu diberikan pemahaman untuk tidak sembarang share data pribadi, seperti alamat rumah, tanggal lahir, nama asli, nama orang tua, dan sebagainya.

Masalah lain yang perlu diwaspadai adalah aturan berkomunikasi dan bersosialisasi. Tidak ada moralitas di internet (sejauh ini belum ada moderasi etika). Dalam game, bukan tidak mungkin anak akan belajar kata-kata kasar dan bahasa umpatan. Belum lagi, tindak kekerasan hingga pelecehan seksual, yang memberikan dampak sama beratnya dengan pengalaman di dunia nyata.

Dalam teori perkembangan, otak prefrontal korteks (PFC) anak (yang bertanggung jawab atas emosi dan perilaku) belum sepenuhnya berkembang, sehingga memberikan risiko lebih tinggi jika mereka terlibat dalam permainan dan situasi yang tidak sesuai untuk usia mereka.

Baca juga: Waspada, Ini Postingan Foto yang Disukai Pedofil

Pembatasan Waktu

Photo by Markus Winkler on Unsplash

Sama halnya dengan aturan durasi screentime dan bermain gadget pada umumnya, pembatasan waktu yang dihabiskan di metaverse perlu diberlakukan. Efeknya bagi kesehatan fisik, bisa menyebabkan kelelahan dan ketegangan pada mata. Menurut artikel tentang metaverse di Quartz, secara mental, pengalaman VR juga bisa memicu emosi yang sama seperti yang terjadi di dunia nyata, termasuk kecemasan dan ketakutan. Lalu, efek kecanduan sehingga aktivitas rutin anak terganggu, hingga kekhawatiran anak akan sulit membedakan antara realitas dengan dunia metaverse-nya.

Share Article

author

Ficky Yusrini

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan