Sorry, we couldn't find any article matching ''
Perhatikan 6 Hal Ini Sebelum Mengajukan KPR
Nggak sabar meminang rumah impian yang ditaksir sejak lama? Pahami dulu urusan mengajukan KPR hingga tetek bengeknya. Jangan sampai ada yang kelewat!
Mengajukan KPR bisa dibilang salah satu langkah besar dalam hidup seseorang atau keluarga. Iya dong, sebab ini perkara membeli (tapi via ngutang) aset bernilai tinggi yang nantinya akan jadi milik kita. Namun, disertai konsekuensi terikat utang dalam jangka waktu yang relatif panjang. Bukan perkara nyicil handphone dengan bunga 0% yang kelar dalam waktu hitungan bulan. Oleh karena itu, butuh perencanaan seksama dan banyak hal yang harus diperhatikan sebelum pada akhirnya melangsungkan akad kredit.
Pahami aturan mengajukan KPR dan segala konsekuensinya
First and foremost, mommies wajib memahami cara kerja KPR. Siapkan dana untuk membayar down payment (DP). Umumnya ini berkisar antara 10 hingga 20 persen dari harga properti. Sisa dari harga rumah tersebutlah yang nantinya akan dipinjam dari bank dan diangsur berikut bunganya dengan masa pinjaman mulai dari 5 hingga 20 tahun.
Pada 1 Maret lalu, Bank Indonesia memberi kelonggaran dengan mengubah ketentuan rasio uang muka untuk kredit rumah menjadi 0 (nol). Artinya, kini bisa mengajukan KPR bebas DP. Sayangnya, peraturan ini berlaku hingga 31 Desember saja.
Mungkin membeli rumah bebas DP sekilas tampak seperti angin segar, ya. Namun perlu dicatat, jika tanpa DP, artinya pinjaman yang diajukan ke bank lebih besar, sehingga cicilan per bulan akan lebih tinggi ketimbang dengan DP.
Tiga jenis bunga KPR
Ada tiga jenis bunga KPR yang biasanya ditawarkan bank. Pertama, bunga fixed atau flat, yaitu bunga yang ditetapkan sejak awal, dan konstan untuk jangka waktu tertentu. Artinya, cicilan KPR kita akan tetap setiap bulan hingga akhir masa cicilan walaupun suku bunga acuan naik atau turun. Ini bikin tenang, karena nggak ada kejutan cicilan naik di kemudian hari. Namun, kebanyakan bank konvensional menawarkan suku bunga fixed untuk beberapa tahun pertama saja, setelah itu berlaku bunga floating. Jika ingin bunga fixed hingga masa cicilan berakhir, bank syariah bisa jadi pilihan.
Kedua, suku bunga floating atau mengambang. Siap-siap menghadapi fluktuasi bunga yang mengikuti pergerakan suku bunga Bank Indonesia (BI). Ini bisa berubah-ubah dan tidak ada batasnya. Jika BI menetapkan suku bunga naik, maka pada bulan berikutnya, cicilan pun ikut naik. Dari pengalaman teman-teman, kenaikannya sendiri cukup menohok, dari ratusan ribu, hingga beberapa juta. Jadi pertimbangkan baik-baik ya, sebab gaji nggak naik setiap bulan, hehehe.
Ketiga, suku bunga cap. Sebetulnya prinsip ini serupa dengan bunga floating, yaitu mengikuti suku bunga BI. Hanya saja, ada batas maksimal suku bunga yang diterapkan. Misalnya bank menawarkan angsuran dengan bunga cap 10%; maka cicilan mengikuti suku bunga BI, tapi tidak akan melebihi 10%.
Dalam penerapannya, bisa saja bank menawarkan kombinasi dari dua atau tiga suku bunga tersebut.
Ukur kemampuan kredit Anda sebelum mengajukan KPR
Sesuaikan cicilan dengan pendapatan bulanan. Maksimal cicilan yang diperbolehkan yaitu 30 persen dari total penghasilan bulanan yang diterima. Bila pendapatan mommies Rp15.000.000 per bulan, maka cicilan per bulan yang disarankan adalah Rp4.500.000. Penting untuk diingat, total cicilan ini termasuk cicilan atau utang lainnya. Misalnya mommies masih memiliki angsuran berjalan lainnya seperti kendaraan, utang kartu kredit atau utang personal, maka otomatis kemampuan cicilan KPR mommies berkurang. Oleh karena itu, sebaiknya tutup sebagian utang-utang berjalan Anda sebelum mengambil KPR.
Perhitungan kemampuan kredit tentunya juga di luar biaya rutin bulanan, seperti biaya hidup sehari-hari, uang sekolah anak, dan kebutuhan lainnya. Ini perlu dihitung secara teliti, agar jangan sampai saat sudah rutin menyicil KPR, keuangan jadi terlalu mepet dan mengorbankan kebutuhan dasar.
Kabar baiknya, kemampuan kredit ini bisa dihitung secara joint income bagi pasangan yang sudah menikah. Jadi, peluang KPR disetujui lebih besar.
Biaya-biaya lain di luar cicilan
Di samping angsusan KPR ada biaya-biaya lain yang harus disiapkan, seperti biaya appraisal (biaya untuk survei rumah yang akan ditaksir), biaya administrasi, biaya provisi, asuransi jiwa dan kebakaran, yang besarannya tergantung umur pengaju cicilan dan nilai rumah yang akan dicicil.
Selain itu, ada pula Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), biaya balik nama, biaya notaris, dan Akta Jual Beli (AJB). Jika dihitung totalnya, biaya lain-lain itu mencapai sekitar 8-10% dari nilai rumah yang dibeli. Namun biaya ini hanya dibayarkan satu kali saja di awal ketika pengajuan KPR sudah disetujui.
Bisakah melunasi KPR sebelum masa masa tenor yang disepakati?
Biasanya, sih, boleh-boleh saja, namun ada penalti yang akan dikenakan kepada debitur sebesar 2-3% dari sisa harga pokok KPR. Selain itu, bisa juga melunasi sebagian; ini bisa mengurangi jumlah cicilan bulanan atau mengurangi masa cicilan.
Cari referensi sebanyak-banyaknya
Pada kenyataan di lapangan, pengalaman setiap orang dengan KPR itu bisa sangat berbeda. Berbagai input yang didapat nantinya bisa bermanfaat untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu mengalami kejadian di luar dugaan, contohnya kejadian di masa pandemi ini.
Kalau merasa perencanaan sudah matang, risiko dan konsekuensi sudah dipahami betul, hati sudah mantap, bisa jadi ini saat yang tepat untuk mengajukan KPR. Tapi kalau masih ragu, jangan sungkan untuk berkonsultasi kembali ke berbagai pihak terkait.
Baca juga:
Infografik: Semua Tentang Investasi Emas
Share Article
COMMENTS