Sorry, we couldn't find any article matching ''
7 Kesalahan Orang Tua dalam Mengasuh Strong Willed Child
Pusing menghadapi strong willed child setiap hari dan rasanya mau meledak? Jangan-jangan ada yang salah dengan cara asuh kita selama ini.
Kok, nggak mau taat, sih?
Kamu sulit sekali diatur!
Dasar keras kepala!
Familiar dengan kalimat-kalimat tersebut, atau malah pernah melontarkannya kepada anak? Buat mommies yang punya strong willed child atau anak berkeinginan keras, pasti sering gemes pada anak ketika tak patuh. Kalau sudah gitu, orang tua tersulut emosi, anak jadi cranky, emosi kita tambah jadi. Lelah? Hohoho, jangan ditanya! Selain perlu ekstra sabar, yang nggak kalah penting dalam mengasuh anak strong willed yaitu kita perlu memahami pribadi anak yang sesungguhnya di balik sifat strong willed tersebut.
Anak berkemauan keras sering dilabeli negatif seperti keras kepala, pembangkang, sulit diatur, tak mau taat aturan dan seterusnya. Padahal jika kita mau melihat dari perspektif yang positif, anak berkemauan keras punya sifat pantang menyerah, memiliki daya juang tinggi, bersemangat dan pemberani. Bahkan, mereka disebut-sebut punya jiwa pemimpin, lho!
Kebetulan, baru-baru ini saya mengikuti webinar parenting bertema ini. Saya mendapat banyak insight dari sang nara sumber Lady Christanty, seorang psikolog klinis. Sebetulnya, mengasuh anak strong willed bisa tanpa adu otot, selama caranya benar. Sayangnya orang tua sering melakukan kesalahan yang membuat pengasuhan anak strong willed terasa semakin sulit, melelahkan, dipenuhi ancaman dan teriakan yang membuat hubungan orang tua dan anak meregang. Apa saja kesalahan itu?
Terlalu banyak memberi perintah, bukan pilihan
Dari pemaparan Lady, orang tua sering menganggap kepatuhan adalah hal yang paling penting. Tanpa disadari hubungan orang tua dan anak jadi sebatas pemberi perintah dan pelaksana perintah. Rumus ini sudah pasti ditolak oleh anak berkemauan kuat. Terlalu banyak memberi perintah membuat anak melakukan sesuatu bukan atas dasar tanggung jawab dan kesadaran mereka sendiri. Mulailah menawarkan pilihan, maka anak akan merasa bertanggung jawab atas pilihannya sendiri.
Menghujani anak dengan omelan
Membanjiri anak strong willed dengan omelan sering memperburuk keadaan. Bukannya semakin patuh, anak jadi semakin membantah. Why? Sebab mereka memang tak suka dipaksa untuk tunduk pada kehendak orang lain. Nah di saat orang tua emosi, orang tua jadi tak sempat untuk melihat potensi anak. Akibatnya, kita gagal untuk mengarahkan anak dan melihat keinginan anak. Mulai sekarang, mundurlah sejenak ketika mulai jengkel, dan kembali ketika emosi mereda.
Kurang diskusi, kompromi dan negosiasi
Anak-anak berkemauan keras lebih senang diajak kerja sama atau berkompromi ketimbang diperintah langsung. Sayangnya, ketika anak menolak atau membantah, orang tua lupa untuk mengakomodir kebutuhan anak untuk berkompromi dan didengar. Padahal sedikit berkompromi mungkin nggak akan berakibat jelek juga untuk anak. Malah, kemampuan komunikasi dan negosiasinya lebih terasah.
Baca juga: Katakan 7 Hal Ini Jika Mommies Ingin Anak Tumbuh Menjadi Pribadi yang Kuat dan Berdaya
Mengecap strong willed child sebagai pembangkang
Fokus pada sisi negatif dari sifat berkemauan keras anak akan membuat orang tua gagal melihat sifat pantang menyerah, daya juang tinggi, dan jiwa berani anak. Jadi, stop katakan: “Dasar keras kepala!”, ganti dengan: “Wah, kamu memang pantang menyerah, ya!”. Ini akan membuat anak merasa lebih dihargai.
Lupa bertanya apa keinginan anak
Kesalahan oang tua berikutnya yaitu lupa bahwa strong willed child punya kemauan, pilihan hingga caranya sendiri untuk melakukan sesuatu. Sementara, oang tua sering memaksakan kehendaknya sendiri karena merasa paling tahu yang terbaik. Ini membuat anak merasa: “Aku terus yang menuruti keinginan mama, mama tak pernah menuruti keinginan aku!” Yuk, mulai mendengarkan pendapat anak, tunjukkan empati dan coba pahami alasan dari keinginan mereka.
Tak konsisten menerapkan rutinitas dan aturan
Rutinitas dan aturan berfungsi untuk menolong mereka hidup tertib. Bila aturan diterapkan tidak konsisten, anak jadi dapat melihat celah dari kelemahan aturan tersebut, lalu bertindak semaunya sendiri.
Mendisiplinkan strong willed child lewat hukuman, bukan hubungan
Hukuman sering dijadikan orang tua sebagai jalan pintas untuk mencapai tujuan mendisiplinkan anak. Padahal, dengan cara ini, anak akan membangkang lagi di kemudian hari, lalu orang tua menghukum lagi, begitu seterusnya bagai lingkaran setan. Hubungan dengan anak pun bisa semakin rusak. Sebaliknya, ketika orang tua membangun hubungan dengan anak, mereka merasa terkoneksi. Pada akhirnya, mereka akan bersedia untuk setuju pada arahan orang tua, bukan kekeuh mempertahankan kehendak sendiri.
Baca juga: Anak Berulah? Hindari Menghukum Anak dengan Cara Ini!
Menghadapi strong willed child memang perlu seni tersendiri, ya. Jauh dari mudah memang. Tapi, selama kita mau ubah cara berkomunikasi dengan anak, tegas dalam menerapkan aturan, menghentikan pertengkaran, mampu menenangkan diri, dan bangun relasi dengan anak, maka orang tua bisa punya komunikasi yang efektif dan hubungan yang mesra dengan anak strong willed, tanpa otot-ototan. Yuk, bisa, yuk!
Baca juga: 4 Gaya Pengasuhan dan Dampaknya pada Karakter Anak
Image: Freepik
Share Article
COMMENTS