Saat Ibu Hamil Terkena HIV, Ada Cara Agar Janin Tak Ikut Terinfeksi

Pregnancy

Sisca Christina・01 Dec 2021

detail-thumb

Tak pernah ada seorang ibu yang bermimpi terinfeksi HIV ketika dirinya hamil. Tapi kalau terjadi, ini yang perlu dilakukan agar janin tak tertular.

Selama pandemi 2020, menurut data Kemkes, terdapat sekitar 5.100 kasus baru ibu hamil yang terinfeksi HIV/AIDS. Mirisnya, sebagian besar ibu hamil ini bukanlah orang yang langsung melakukan perilaku berisiko HIV. Mereka berisiko dari suaminya yang berperilaku seks berisiko. Menyedihkan, ya? Akibat perilaku suami, istri dan calon bayi ikut menanggung risiko terinfeksi virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh selama seumur hidup. Duh!

Data menyebutkan, dari 2005 hingga kini, angka kasus HIV cenderung meningkat setiap tahun. Di periode Januari hingga Maret 2021, ada 1.590 ibu hamil yang  tercatat HIV positif. Salah satu fokus Kemkes terkait hal ini yaitu pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.

Bagaimana penularan HIV dari ibu hamil ke bayi?

Seperti kita ketahui, HIV paling mudah ditularkan melalui darah atau cairan tubuh. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut pada bayinya selama kehamilan, persalinan atau menyusui.   

  • Selama kehamilan: janin dapat tertular HIV melalui plasenta yang menjadi tempat makanan bagi janin.
  • Selama persalinan: bayi dapat terpapar virus dari darah atau cairan milik ibu yang keluar dari area organ intim. Selain itu, cairan ketuban yang pecah juga meningkatkan risiko penularan HIV ke bayi. Sebagian besar bayi yang tertular HIV dari ibu terinfeksi saat persalinan.
  • Menyusui: risiko penularan HIV melalui ASI dapat meningkat dua kali lipat hingga 5-20%. Pasalnya, HIV dapat terkandung dalam ASI dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu, puting ibu juga bisa luka selama menyusui, dan ini meningkatkan risiko penularan HIV ke bayi.

Pentingnya pengobatan HIV untuk ibu hamil selama kehamilan

Bumil yang dinyatakan positif HIV wajib mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk melambatkan pertumbuhan virus di dalam tubuh. Pengobatan ini penting untuk melindungi kesehatan sang ibu sendiri, dan membantu mencegah penularan HIV ke janin.

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati infeksi HIV dapat menyebabkan efek samping, dari yang umum hingga yang jarang terjadi. Efek samping umum termasuk mual, diare, sakit kepala, dan nyeri otot. Efek samping yang kurang umum termasuk anemia, kerusakan hati, dan masalah tulang seperti osteoporosis. Efek samping lainnya yaitu dapat mempengaruhi perkembangan janin, namun ini jarang terjadi. Tidak minum obat justru meningkatkan risiko penularan virus ke bayi.

Jadi, bisakah dicegah?

Kabar baiknya, risiko penularan HIV dari ibu hamil ke bayi dapat dicegah. Menurut The American College of Obstetricians and Gynecologists atau ACOG, berikut hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko penularan HIV ibu hamil ke bayi:

  • Ibu wajib minum obat antiretroviral (ARV) serta kombinasi obat anti-HIV selama kehamilan seperti yang ditentukan dokter.
  • Menjalani proses persalinan melalui operasi caesar terutama jika tes laboratorium menunjukkan bahwa tingkat HIV ibu tinggi.
  • Lanjutkan mengonsumsi obat ARV selama persalinan sesuai kebutuhan.
  • Memberikan obat ARV kepada bayi setelah lahir.
  • Jangan menyusui.

Dengan mengikuti pedoman ini, 99% ibu yang terinfeksi HIV tidak akan menularkan HIV kepada bayinya.

Cara mengetahui bilamana bayi terinfeksi HIV

Setelah ibu melahirkan, bayi dari ibu HIV positif akan dites HIV beberapa kali dalam beberapa bulan pertama. Tes ini ditujukan untuk mencari keberadaan virus dalam darah bayi. Bayi dinyatakan terinfeksi HIV jika dua dari hasil tes tersebut positif. Sebaliknya, bayi dinyatakan tidak terinfeksi HIV jika dua dari hasil tes tersebut negatif. Jenis tes HIV lainnya dilakukan saat bayi berusia 12-18 bulan.

Baca juga: Hages Budiman, “Nggak usah takut dicap negatif, saat kita melakukan test HIV”