banner-detik
MD POWERFUL PEOPLE

Hages Budiman, “Nggak usah takut dicap negatif, saat kita melakukan test HIV”

author

?author?02 Feb 2018

Hages Budiman, “Nggak usah takut dicap negatif, saat kita melakukan test HIV”

Hages Budiman adalah satu dari 36,7 juta orang yang hidup dengan HIV, hingga tahun 2016 Indonesia. Jumlah ini, terancam akan terus meningkat. Apa yang bisa kita lakukan, supaya angka tersebut tidak terus membengkak dan apa yang bisa dilakukan ODHA (orang dengan HIV AIDS), agar tetap punya kualitas hidup, seperti Hages?

Setiap datang ke acara yang bertema seputar AIDS, saya suka ngeri baca datanya. Bukan apa-apa, dari tahun ke tahun, kok sepertinya ada saja peningkatannya. Seperti pada acara campaign #UbahHidupLo untuk Indonesia Sehat, dari DKT Indonesia, akhir November 2017 lalu.

Kalau dulu faktor risiko infeksi HIV-AIDS tertinggi di Indonesia, disebabkan oleh penggunaan jarum suntik, sekarang beralih ke akibat hubungan seksual yang tidak terpoteksi. Angkanya bikin miris mommies, 72,4%.

Kalau dari segi angka memang bikin ngeri. Sekarang, yang paling penting kata Hages Budiman, pendiri LSM Kuldesak, yang juga ODHA sejak 2006, setiap orang (tanpa terkecuali, apalagi yang sudah melakukan seksual aktif). Punya keberanian dan kemauan untuk test HIV, yang bisa dilakukan lewat test darah.

Hages Budiman, “Nggak usah takut dicap negatif, saat kita melakukan test HIV” - Mommies Daily

“Saya pribadi menyarankan ibu-ibu, untuk berani test HIV. Karena kita punya hak untuk sehat. Dengan keingintahuan kita, ya kita harus cek darah HIV. Dan nggak usah takut dengan kita cek HIV, berarti kita punya stigma negatif, misalnya takut dicap sebagai perempuan nakal . Justru semakin cepat untuk mengetahui semakin cepat, pasien akan cepat diintervensi . Kalau sudah ketahuan terinfeksi, sudah tidak penting lagi dari mana mendapatkan virus itu,” jelas Hages lebih lanjut.

Kenapa sih, Mbak Hages wanti-wanti untuk melakukan test HIV? Karena dari pengalamannya, dia itu nggak menemukan gejala awal yang terlalu khas. Padahal dia sudah terinfeksi sejak 2006, dan baru mengetahui 4 tahun kemudian, atau 2010.

Di 2010, baru muncul tanda khas. Imunitas Hages mulai drop. Ditandai dengan mudah sakit, kacapean, dan diare selama 6 bulan berturut-turut. Dalam sehari dia bisa 10-20 kali diare. Di titik ini, pasti bukan perkara mudah bagi siapa saja yang mengalaminya. Tapi Hages memilih tak ingin meratapi nasib. Ia punya prinsip, “Semangat hidup dan ARV harus seimbang, artinya harus secepat mungkin minum obat ARV. Karena kalau kita cuma punya semangat hidup saja, tapi nggak minum ARV . Badan akan cepat nge-drop. Artinya virus saya tidak ada yang mengontrol.”

Semangat hidup yang Hages maksud, diawali jeli mencari alasan untuk bertahan hidup. “Dengan alasan itulah, secara otomatis mereka akan mempunyai semangat hidup. Kalau tidak punya alasan untuk tetap semangat hidup, saya pikir sulit untuk bertahan. Contohnya, saya harus bertahan hidup untuk kedua anak saya. Jadi akhirnya saya punya semangat hidup untuk mempertahankan kesehatan saya, dengan minum obat dan pengobatan lainnya. Kesadaran itu harus tumbuh dari diri kita sendiri,” terang Hages, yang mampu bertahan sebagai ODHA dengan kualitas hidup maksimal selama 12 tahun.

Hages Budiman, “Nggak usah takut dicap negatif, saat kita melakukan test HIV” - Mommies Daily

Proteksi berikutnya, Hages mengingatkan, bisa dilakukan dengan menerapkan hidup sehat dengan langkah TTM (Tahan Diri, dengan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah; Tetap Setia dengan pasangan; dan Main aman atau selalu menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual berisiko.)

Terima kasih Mbak Hages untuk kiat-kiatnya, semoga edukasi seputar pentingnya pemeriksaan dini HIV makin dipahami masyarakat luas, ya. Dan meminimalkan angka orang yang terinfeksi HIV AIDS.

Share Article

author

-

Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


COMMENTS