Buat anak-anak mommies yang siapa tahu kelak jadi influencer. Pesan-pesan berikut ini bisa jadi berguna supaya nggak jadi influencer yang nyebelin.
Coba, deh, sekarang tanya cita-cita anak-anak mommies. Masih banyak nggak, yang jawab profesi macam insinyur, pilot, atau polisi? Berani taruhan, menjadi youtuber atau influencer pasti adalah jawaban terbanyak untuk anak-anak generasi Alfa saat ini, ketika ditanya kelak sudah dewasa mau jadi apa. Nggak bisa dipungkiri, influencer ataupun youtuber kini sudah bergeser perannya menjadi sebuah profesi. Nggak bisa disalahin juga, karena inilah konsekuensi dari perubahan zaman. Menjadi youtuber, influencer Instagram, pilot, ustad, atau apapun, sah-sah saja selama halal, nggak nyakitin orang lain, dan kalau bisa, sih, berguna buat orang lain.
Nah, jadi influencer ini pun sama kayak profesi lain, ya. Ada tanggung jawab besarnya juga. Namanya juga influencer, pasti apa yang dilakukan akan memengaruhi khalayak ramai. Saya sendiri sebagai orangtua merasa nggak masalah kalau suatu saat anak saya tahu-tahu jadi seorang influencer. Tapi, ada tapinya, nih, ada pesan-pesan yang ingin saya sampaikan. Kelak jika ia menjadi influencer, saya ingin dia mengingat 10 pesan ini.
Baca juga: Jadilah Orangtua yang Dulu Kita Butuhkan Saat Masih Remaja
Apapun yang kamu lakukan, nak, usahakan berguna buat orang lain. Minimal berguna buat diri sendiri. Termasuk ketika menjadi seorang influencer.
Ketika kamu punya tugas influencing orang lain, gunakan ilmu. Kerahkan kemampuan otak untuk bikin konten yang positif. Apa yg disajikan ke masyarakat bukan prank kosong belaka. Bukan juga cacian atau makian. Terlebih-lebih bukanlah kata-kata kasar dan memengaruhi orang lain untuk berbuat hal yang negatif.
Saat ini bukan cuma mulut, jari dan hati seringkali jadi harimaumu juga. Apa pun konten yang kamu share nanti, pikir dulu 1000 kali. Apakah ini menyakiti yang lihat? Apakah konten ini akan melukai hati banyak orang?
Banyak banget hal positif di dunia ini yang bisa dibagi dan bisa jadi inspirasi buat orang lain untuk melakukannya juga. Ketika menjadi influencer, please, nak, jangan jadi influencer tukang pamer. Meski itu dibalut atas nama charity. It is called humble brag. Sumpah, nggak cool!
Ketika seorang influencer diharuskan dikarantina demi menjaga penularan Covid lalu malah kabur, lantas di mana tanggung jawab dia sebagai seorang influencer? Terlebih mana tanggung jawab dia sebagai seorang anggota masyarakat? Jadi contoh yang baik, ya, nak. Please?
Ketika ribuan, puluhan ribu, hingga jutaan orang follow kamu, kamu nggak bisa berharap semuanya akan senang sama apa yang disajikan di akunmu. Pasti akan ada yang komentar negatif, nge-judge hidupmu, dan bermunculanlah para haters. Siapin diri, kamu, ya.
Nggak semua sisi hidupmu layak jadi tontonan publik. Ketika kamu memutuskan jadi seorang influencer, pilah mana yang perlu di-share, mana yang harus di-keep. Jangan sampai menyesal di kemudian hari. Ingat suatu saat kamu juga akan punya anak. Jejak digital itu kejam, sulit dihapus. Nggak kayak dulu, buku diary bisa dibakar.
Kayak Kim Seon Ho gitu, lho. Tetap humble meski follower mencapai 7M (saat tulisan ini tayang). Karena sombong cuma akan bikin haters kamu tambah banyak. Orang follow cuma buat ghibahin kamu. Cuma untuk cari-cari kesalahanmu. Ngapain?
Mentang-mentang punya banyak follower, kalau kamu nggak suka sama salah satu akun atau brand, kamu komporin followermu untuk tinggalin hate comments. Kalau ada konflik, usahakan untuk selalu selesaikan di balik layar. Lupakan acara screenshot message negatif yang kamu dapat, lalu share di IGS. Nggak perlu jadi kompor! Santai aja hidup, tu!
Hargai online shop, brand, atau orang lain yang membayar kamu. Bersikaplah profesional sesuai request. Bekerja sama dengan baik akan jadi nilai positif buat kamu. Jangan jadi influencer yang sudah dibayar di depan, tahu-tahu ngilang pas ditagih kerjaan.
Baca juga: Trik Menghadapi Remaja Keras Kepala
Photo by Prophsee Journals on Unsplash