Sorry, we couldn't find any article matching ''
Mengenal Sindrom Asperger, Bedanya dengan Autisme, dan Cara Terapi
Konon, anak dengan Sindrom Asperger dikenal sebagai anak yang jenius dan lebih sering dialami anak laki-laki. Mengapa? Berikut penjelasan Dra. Viera Adella, Psi., M.Psi.
Beberapa waktu lalu saya sempat ikut bersama sepupu berkunjung ke rumah salah satu temannya di bilangan Jakarta Timur. Di sana saya bertemu dengan anaknya teman sepupu saya, sebut saja namanya Deni. Sekilas, sosok Deni tampak biasa saja, layaknya anak laki-laki 4 tahun pada umumnya. Cuma waktu saya pancing dengan mengajaknya ngobrol, saya dibikin tercengang dengan kecerdasannya.
Bayangkan saja, anak 4 tahun sudah hafal dengan semua jenis kereta yang ada di dunia. Dan paham benar bagaimana proses terjadinya bencana alam seperti tsumani dan gunung meletus. Uniknya, waktu obrolan saya alihkan dengan topik lainnya, Deni tetap saja nyerocos panjang lebar. Sehingga, obrolan kami jadi nggak nyambung.
BACA JUGA: Anakku lahir dengan Sindrom Pierre Robin Sequence
Ternyata Deni mengalami Sindrom Asperger. Simak obrolan saya dengan Dra. Viera Adella, Psi., M.Psi mengenai sindrom yang ditemukan oleh Hans Asperger pada tahun 1944 ini.
Apa yang dimaksud dengan Sindrom Asperger?
Merupakan bagian dari autitisme. Autisme gangguan spektrum (ASD), tetapi dianggap sebagai “high functioning” atau autisme yang sangat multifungsi. Asperger adalah sindrom autistik yang memiliki kecerdasan tinggi. Kecenderungannya memiliki kecerdasan jauh di atas rata-rata. Banyak yang bilang, anak yang mengalaminya akan jenius sekali.
Apa yang membedakan dengan autisme pada umumnya?
Perbedaannya bisa dilihat dari fungsi linguistik dan kemampuan kognitif dari penderitanya yang relatif tidak mengalami penurunan. Bahkan ada beberapa penderita asperger yang memiliki IQ relatif tinggi. Kalau penderita autisme mengalami keterlambatan bicara, tidak dengan Sindrom Asperger yang rata-rata bisa mengeluarkan kosakata yang baik. Mereka juga cerdas di kata-kata, cara bicaranya pintar sekali. Menariknya, anak dengan Asperger Sindrom ini punya gap antara cerdas yang dikonsep dengan cerdas yang diterapan. Jadi, diterapan anak-anak ini lemah. Misalnya, membuat crafting, anak ini akan susah melakukannya.
Bagaimana cara mendeteksinya sejak dini?
Gejala sindrom ini tidak berbeda jauh dengan autistik. Contohnya seperti senang menyendiri, juga hipersensitif kalau dengar suatu suara atau hyposensitif, kalau dipanggil tidak menyahut dan tidak memberikan respon, asyik sendiri sehingga punya gangguan interaksi sosial. Biasanya, juga terobsesi pada pengulangan, senang melakukan suatu hal berulang-ulang dan takut pada perubahan.
Jadi, sebenarnya sudah bisa dideteksi sejak dini?
Anak dengan sindrom ini lebih senang mengasingkan diri, sulit untuk diajak nge-blend dengan lingkungan. Beberapa di antara mereka ketika diajak ngobrol suka tidak nyambung. Selain itu, anak suka bercerita panjang lebar mengenai hal yang tidak kita tanya. Mungkin kalau kecil, memang tidak terlihat. Namun seiring bertambahnya usia, anak ini senang baca buku dan apa yang ia baca langsung terekam di otaknya. Maka orang tua perlu cermat sih.
Benarkah Sindrom Asperger ini lebih sering dialami anak laki-laki, mengapa demikian?
Hampir rata-rata temuan yang mengalami ADHD, autistime termasuk Sindrom Asperger 70% dialami anak laki-laki. Apakah itu secara struktur genetik laki-laki lebih mudah terkena, memang perlu diteliti lebih lanjut. Banyak faktor yang harus diteliti. Tapi, autisme ini memang lebih banyak disebabkan karena faktor genetik walaupun bapak ibunya tidak mengalami sindrom.
Bisa dilihat dari ciri-ciri di mana orangtuanya adalah tipe yang tidak gampang blending, cenderung lebih suka menyendiri, ‘memintarkan’ dirinya sendiri. Nah, ciri-ciri seperti ini sebenarnya sudah ada, kemudian turun ke anaknya dengan porsi lebih besar. Saya sering melihat di mana anak autisme punya orangtua yang tipenya pendiam dan tipe yang single minded.
Bagaimana dengan terapinya?
Pada dasarnya, struktur di otak anak yang satu berbeda dengan anak yang lain. Sehingga, ketika ada anak lain yang bisa mengolahnya dengan baik, anak dengan asperger ini tidak bisa mengolahnya. Misalnya dari cara berpikir. Sama seperti sindrom autistik lainnya, untuk terapi dimulainya dengan terapi sensoriknya.
Artinya, selama ini kan anak dengan sindrom asperger punya caranya sendiri, nah, harus dibawa ke cara yang umum. Inilah yang coba untuk kita terapi, sehingga membuat sense-nya dilatih terlebih dulu menjadi normal. Akan lebih baik jika terapi ini dimulai sebelum lima tahun. Kuncinya adalah deteksi dini dan interfensi dini sehingga anak dengan sindrom ini bisa merespon seperti anak-anak yang normal.
Dosen Psikologi Universitas Atma Jaya ini menambahkan kalau para ahli mengatakan bahwa obat atau interfensi terbaik untuk autistik itu, termasuk dengan Sindrom Asperger adalah dinormalkan. "Jadi, jangan diikuti keanehannya. Coba tonton film Temple Grandin, di situ kita bisa melihat bagimana caranya sang ibu mempertemukan sang anak dengan problem yang nyata, tidak ada perlindungan. Ketika orang tua tidak ada, anak-anak harus bisa menghadapinya sendiri. Jadi harus dibekali sejak kecil."
Gimana Mommies? Setuju, dong, ya?
Share Article
COMMENTS