banner-detik
SELF

Surat Untuk Bapak Juliari si Mantan Mensos Koruptor dari Seorang Ibu

author

Ficky Yusrini18 Aug 2021

Surat Untuk Bapak Juliari si Mantan Mensos Koruptor dari Seorang Ibu

Sekadar saran, coba cari pos lain untuk dikorupsi yang tidak terlalu mengusik hati nurani dan kemanusiaan. Dan buat apa minta maaf? Karena rakyat yang lapar tak lantas kenyang dengan permintaan maaf Anda. 

"Dalam benak saya, hanya majelis hakim yang dapat mengakhiri penderitaan tiada akhir bagi keluarga saya yang sudah menderita bukan hanya dipermalukan tapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti," ujar mantan Menteri Sosial Juliari dalam persidangan Senin lalu (9/8/2021).

Trenyuh saya mendengarnya. Apalagi, ketika Anda bilang bahwa Anda adalah ayah dari dua anak yang masih kecil-kecil, yang tentu sangat membutuhkan kehadiran ayahnya. Saya bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan mereka mendengar ayahnya menghadapi kasus korupsi dan tuntutan KPK berupa penjara selama 11 tahun dalam kasus korupsi bansos karena terbukti, bersama dua bawahan ayahnya, menerima Rp32 miliar dari vendor. Saya yakin bapak sebenarnya orang baik. Saya juga tidak tega nama Anda menuai hujatan di media sosial. Sebagai bentuk simpati, saya ingin sekadar bersaran:

Bermainlah cantik. Jangan sampai ketahuan

Di negeri ini, korupsi sudah berurat akar. Banyak kok yang melakukannya, tapi tidak semua seapes Anda, sampai ditangkap. Tidak sedikit yang masih melenggang bebas dari hukuman, bahkan sorotan. Kesalahan Anda cuma satu: ketahuan. Andai Anda bisa bermain cantik, tidak serakah dalam mengutip fee yang terlalu besar, tidak berkali-kali mengambil bagian dari tender bansos, mungkin nasib Anda tidak akan seperti sekarang. Katakanlah, pada tender-tender awal, seharusnya dibuat bersih dulu, biar publik tidak curiga. Atau, gimana kek, biar tidak mencolok. Sebab, saya -dan para rakyat kecil pada umumnya- sudah sering dibohongi dan diculasi oleh para politikus. Selama ini ada uang negara digerogoti, ya mana saya tahu. Wong, negara ini punya uang atau tidak, rasanya saya tidak ikut merasakannya.

Carilah pos lain untuk dikorupsi, jangan Covid-19

Pandemi yang sudah lebih dari 1,5 tahun ini adalah masa yang sangat berat. Banyak bisnis kolaps. Terjadi PHK besar-besaran. UMKM susah gerak. Kejatuhan finansial membayangi banyak orang. Buat rakyat kecil yang menggantungkan pemasukan dari pendapatan harian, terancam kelaparan. Keberadaan bansos pastinya sangat dinantikan, meski besarannya sekadar untuk ‘memperpanjang hidup’ barang seminggu dua minggu. Jika bapak suka baca berita atau turun ke kampung-kampung, pasti bapak bisa lihat sendiri kondisi sebenarnya, bukan cuma dengar laporan. Bansos yang sudah kecil itu rasanya tidak akan cukup untuk menyelamatkan rakyat susah, apalagi sampai angkanya disunat juga.

Jangan dikira rakyat (emak-emak apalagi) bodoh, gampang dikibulin, tidak tahu harga pasaran. Urusan sembako, beda Rp500 perak di warung saja tahu, kok. Saran saya, cari pos lain yang tidak terlalu mengusik hati nurani dan kemanusiaan. Apa ya, misalnya? Korupsi pengadaan laptop atau ATK? Ah, itu juga netizen tahu banget spek dan harga. Memang susah kalau rakyatnya pintar-pintar dan kritis.

Surat Untuk Pak Juliari - Mommies Daily

Kecil sih, tapi…

Saya bisa memahami kenapa Anda tidak merasa bersalah dalam kasus ini. Anda ‘hanya’ mengambil untung Rp10 ribu dari setiap paket bantuan berupa sembako yang diberikan. Rp10 ribu itu angka yang, ah, kecil itu mah. Buat beli kopi saja tidak cukup. Dan sudah rahasia umum, itu juga praktik yang biasa dilakukan. Saya sendiri tidak menyangka, dampak korupsi ‘kecil’ yang Anda lakukan itu besar banget, lho. Sebab, sebagai leader, Anda menjadi panutan dari orang-orang di bawah. Semacam waterfall effect, di pusat, ambil untung sekian, lalu berapa layer ke bawah masing-masing berebut ambil untung juga. Ini berlaku tidak hanya untuk urusan kasus paket sembako saja, tapi melebar ke mana-mana. Namanya bantuan, di pusat berapa, yang sampai di tangan penerima sudah tinggal sepersekian persen. Sebodo amat sama pandemi.   

Surat Untuk Pak Juliari - Mommies Daily

Image dari sini

Tidak perlu minta maaf

Saya setuju dengan sikap Anda, lempeng tanpa rasa bersalah, sedikit pun tidak meminta maaf pada rakyat. Minta maaf juga buat apa? Rakyat yang lapar tidak lantas kenyang dengan kata maaf Anda. Lagipula, keuntungan yang Anda keruk juga tidak seberapa. Banyak yang korupsinya jauh lebih besar, miliaran bahkan triliunan, dan tidak dihukum.

Keadilan? Hanya jargon yang sekadar dihapalkan di bangku sekolah saja. Kalau sudah jadi pejabat, sih, lebih penting pikirkan karier politik pribadi saja. Makanya, pas banget, Anda minta maaf pada presiden, dan pada ibu ketua partai, karena telah mencoreng nama partai gara-gara Anda ketahuan. Sebagai ibu-ibu, saya tidak memikirkan apakah Anda punya rasa keadilan atau tidak.

Kalau Anda bilang, perasaan Anda hancur, seperti kiamat rasanya, saya mencoba membayangkan seperti apa. Tapi, susah saya membayangkan kesedihan Anda, karena benak saya terseret ke cerita seorang nenek di Bogor yang sampai merelakan dua cucunya untuk dijaminkan kepada si pengutang karena dia tidak bisa bayar utang untuk biaya pengobatan anak.

Perasaan saya juga hancur membaca berita tentang tewasnya seorang perempuan dalam keadaan lehernya terlilit kawat pagar di Medan, gara-gara ketakutan kepergok mencuri oleh warga.

Minta maaf pada partai lebih penting daripada minta maaf pada orang-orang seperti mereka. Yaah, mau gimana lagi. Ini hanya masalah periuk nasi masing-masing. 

Baca juga:

5 Nilai yang Harus Diajarkan Agar Anak Tidak Korupsi

Share Article

author

Ficky Yusrini

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan