Jarang dijadikan menu makanan bayi dan balita, ternyata daging kambing memiliki kandungan gizi yang baik untuk anak-anak. Bagaimana aturan konsumsinya?
Menu daging kambing untuk MPASI bayi dan makanan balita memang nggak sepopuler protein hewani lainnya seperti ayam, sapi atau seafood. Ini karena daging kambing punya citra buruk di masyarakat sebagai salah satu faktor pencetus darah tinggi. Akibatnya, para ibu jadi enggan memasukkan daging kambing ke menu harian anak. Padahal, menurut para dokter, daging kambing sendiri tidak menyebabkan darah tinggi. Dalang dari naiknya darah tinggi berasal dari cara pengolahan daging kambing, seperti penggunaan banyak garam saat mengolah, penggunaan santan, serta minyak untuk menggoreng.
Mengutip Kumparan, dr. Jovita Amelia M.Sc, SpGK, Spesialis Gizi Klinik dari Ciputra Hospital, Jakarta menjelaskan bahwa makan olahan daging kambing sebenarnya sangat baik, termasuk untuk bayi dan balita. Asalkan, hindari bagian jeroan, babat, otak, dan usus kambing.
Dibanding daging sapi dan ayam, daging kambing memiliki kandungan gizi yang lebih baik. Ini karena kandungan kolesterol daging kambing lebih rendah dibanding kedua daging tersebut. Mengutip Kompas, dalam 100 gram daging kambing terkandung hanya sekitar 57 mg kolesterol. Sementara, dalam 100 gram daging sapi dan daging ayam, masing-masing mengandung kolesterol hingga 89 mg dan 83 mg.
Selain mengandung banyak protein, Solidstarts.com menyebutkan bahwa daging kambing kaya akan vitamin B (terutama B2, B3, dan B12), serta selenium dan seng yang menyehatkan hormon. Lebih penting lagi, daging kambing adalah salah satu sumber zat besi terkaya yang penting bagi perkembangan otak bayi.
Meskipun mengandung zat besi sebanyak daging sapi, daging kambing memiliki beberapa keunggulan utama, yaitu mengandung lebih banyak asam lemak omega daripada kebanyakan daging sapi. Selain itu, daging kambing giling sedikit lebih empuk dan lebih mudah ditelan bayi.
Daging kambing dapat diperkenalkan kepada bayi melalui Makanan Pendamping ASI (MPASI) sejak usia 7-10 bulan. Pada tahapan perkembangan usia ini, bayi membutuhkan banyak zat besi, protein, dan seng secara teratur; dan daging kambing memiliki semua kandungan gizi tersebut.
Seperti daging lainnya, daging kambing juga memiliki bahaya tersedak bagi bayi. Jadi, sangat penting untuk mengolah daging dengan aman sesuai usia bayi dan balita. Mommies juga dapat meminta saran dari dokter spesialis gizi mengenai takaran pemberian serta pengolahan daging kambing yang tepat untuk bayi dan balita mommies.
Beberapa cara pengolahan daging kambing antara lain direbus dan diambil kaldunya, lalu dimasukkan atau dimasak bersama MPASI bayi. Mommies bisa mencobanya untuk bayi usia 7-8 bulan untuk menghindari bahaya tersedak, namun masih mendapatkan manfaat dari daging kambing. Bagi bayi yang lebih besar, mommies bisa mengolah daging kambing dengan menggiling atau mencincang halus. Sedangkan untuk balita, mommies bisa menyajikan daging kambing dengan tekstur yang lebih kasar, atau misalnya dibuat bakso atau diiris tipis.
Di samping semua kebaikan daging kambing, mommies perlu ingat bahwa daging kambing memiliki thermogenic effect yang lebih tinggi dibanding daging merah lainnya. Efek panas ini dihasilkan dari sistem metabolisme saat mencerna bahan makanan. Ini berarti memakan daging kambing membutuhkan energi lebih banyak untuk mencernanya. Oleh karena itu, jangan memberi daging kambing pada bayi dan balita terlalu banyak, ya mommies.
Selain itu, pastikan mommies mencuci bersih daging kambing sebelum diolah; karena daging dapat menjadi media perkembangbiakan bakteri. Jangan lupa, tetap variasikan pemberian protein hewani pada bayi dan balita.
Baca juga: 6 Tips Mengolah Daging Kambing Agar Tidak Bau
Foto: Photo by Emiliano Vittoriosi on Unsplash