Sorry, we couldn't find any article matching ''
5 Tips Mengajarkan Konsekuensi Kepada Balita
Mommies mau mengajarkan konsekuensi kepada balita? Coba lakukan 5 hal ini agar si balita paham bahwa setiap tindakan pasti ada konsekuensi dan risikonya.
Kenapa? Karena dengan memahami bahwa setiap tindakan ada konsekuensinya, anak menjadi lebih bertanggungjawab, bijaksana, penuh pertimbangan dalam membuat keputusan, serta siap menanggung segala risiko dari keputusan dan perbuatannya. Tentunya soft skill yang penting dimiliki anak ya.
BACA JUGA: PERKEMBANGAN KOGNITIF EMOSI DAN SOSIAL BALITA
Nah, bagaimana dan kapan waktu yang tepat untuk mengajarkan anak tentang konsekuensi? Hal ini bisa dimulai sejak dini bahkan dari anak berusia balita atau toddler. Simak yuk beberapa tipsnya mengajarkan konsekuensi kepada balita.
1. Mengajarkan Konsekuensi Kepada balita Melalui Kegiatan Sehari-hari
Misalnya anak diberikan tanggung jawab untuk membereskan mainannya setelah dipakai. Jika dia tidak mau mengerjakannya, jangan ambil alih tugas dan tanggung jawabnya. Biarkan dia belajar bahwa dengan tidak membereskan mainannya, akan sulit untuk mencarinya ketika dia ingin bermain lagi, atau mungkin akan ada mainan yang hilang.
Contoh lain, misalnya balita Mommies mengalami fase GTM (gerakan tutup mulut) atau malas makan, walaupun sudah ditawarkan berbagai jenis makanan. Nah, jangan paksa dia untuk makan, dan biarkan dia belajar bahwa dengan malas makan, dia akan merasa lapar, dan mungkin akan sulit tidur.
Melalui kegiatan sehari-hari, balita belajar untuk menanggung risiko dan konsekuensi dari perbuatannya, asalkan kita juga konsisten dengan rules yang sudah dibuat, dan jangan mudah berubah. Jangan lupa untuk mendiskusikan dan jelaskan semuanya dengan bahasa sederhana kepada balita kita. Misalnya ketika dia memilih untuk tidak makan, maka konsekuensinya dia akan lapar, atau jika dia tidak membereskan mainannya, maka mainan favoritnya bisa hilang atau susah dicari.
2. Membuat Aturan & Menetapkan Kesepakatan Bersama
Membuat kesepakatan dan menetapkan aturan sehari-hari bersama anak dapat dimulai sejak dini, misalnya sejak anak berusia 3 tahun. Contohnya, membuat kesepakatan jika dia hanya boleh menonton TV di jam tertentu, dan jika dia melanggar maka tidak ada waktu menonton TV di hari berikutnya, karena dia sudah mengambil “jatah” menonton TV di hari berikutnya tersebut.
Hal itu merupakan konsekuensi logis hasil kesepakatan bersama orangtua dan anakB. iasakan untuk melibatkan anak ketika membuat aturan, dan jelaskan alasan di balik aturan tersebut. Anak pun akan lebih mudah memahami konsekuensi logis dari setiap tindakannya, dan karena dilibatkan dalam pembuatan aturan, maka anak pun akan merasa lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan hal yang telah disepakati bersama.
3. Latih Anak untuk Belajar dari Kesalahan & Menyelesaikan Masalahnya
Sebagai orangtua, kadang-kadang kita ingin “menyelamatkan” dan melindungi anak dari kesalahannya, padahal tindakan tersebut malah berdampak buruk dan mengurangi proses pembelajarannya. Misalnya, anak terpeleset, alih-alih menyalahkan lantai, kita harus mengingatkan bahwa dia terjatuh karena terburu-buru atau mungkin kurang hati-hati. Ini mengajarkan hubungan sebab-akibat, karena kurang hati-hati maka akibatnya adalah jatuh. Maka solusinya adalah, lebih berhati-hati. Proses pembelajaran ini penting agar anak memahami konsekuensi dari setiap perbuatan, belajar dari kesalahan, dan membiasakannya untuk menyelesaikan masalah sendiri.
BACA JUGA: DUH ANAK HOBI BERBOHONG, JANGAN-JANGAN KARENA KITA TIDAK MELAKUKAN 7 HAL INI!
4. Sesuaikan Pembelajaran dengan Usia
Jangan lupa untuk menyesuaikan aturan dan pembelajaran konsekuensi dengan usia anak ya Mommies, misalnya di bawah 3 tahun, kita bisa mengingatkan bahwa dia akan mendapat time out time jika perbuatan buruk yang dia lakukan terulang kembali.
Namun untuk anak berusia diatas 3 tahun, berikan dia kepercayaan lebih untuk mengatur time out time-nya, misalnya “Kakak time out dulu ya, bisa tenangin diri dulu, nanti kalau udah lebih enak dan tenang bisa main lagi”. Hal ini juga melatih self-control dan self- management anak, yang sangat berkaitan dengan kemampuan memecahkan masalah dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
5. Hukuman vs Hadiah
Jelaskan ke anak bahwa perbuatan baik akan menghasilkan konsekuensi yang baik, dan sebaliknya. Misalnya si kecil suka berenang, ingatkan bahwa jika dia rajin berlatih, maka dia bisa berenang dengan lebih baik. Sebaliknya, perbuatan buruk akan mengakibatkan konsekuensi yang buruk, misalnya bersikap buruk ke teman bisa membuatnya dijauhi teman.
Share Article
COMMENTS