Sorry, we couldn't find any article matching ''
Surat Untuk Mamaku yang Toxic...
Untuk mama yang sudah membesarkan aku dengan keras, penuh kritik dan hinaan, terima kasih karena mama membuat aku paham, bagaimana menjadi ibu yang baik untuk anak-anakku.
Hai Ma,
Saat membuat tulisan ini, aku mencoba mengingat, kenangan indah di masa kecil bersama mama, dan ........ sejujurnya aku tidak bisa mengingat banyak. Aku ingat mama senang membuat kue nastar dan kue kelapa di dapur, dan aku sibuk mengambil satu per satu kue yang baru keluar dari loyang. Aku ingat pulang sekolah hujan-hujanan, dan mama membuat sandwich ayam lalu menghidangkannya untuk aku dan kakak-kakak. Aku ingat mama pernah sekali memaki teman SMA aku karena dia membully aku. Selebihnya? Aku lupa.
Memori yang memenuhi kepalaku malah lebih banyak seperti ini...
Ketika mama menampar aku saat aku duduk di bangku kelas tigs SD, karena aku menangis saat dibangunkan tidur siang untuk les bahasa Inggris. Teman-teman les ku bertanya, kenapa di pipiku ada bekas jari-jari tangan berwarna merah? Ternyata sekencang itu pukulan mama.
Ketika mama bilang aku seperti pelacur saat memutuskan memakai gelang di kaki.
Ketika mama meneriaki aku maling saat uang eyang menghilang padahal kemudian terbukti bukan aku yang mengambil.
Ketika mama dengan lantang mengatakan di depan teman-teman mama, bahwa tidak ada hal yang bisa dibanggakan dari anak-anak mama (Walaupun saat itu anak-anak mama kuliah di univiersitas negeri).
Ketika mama mengatakan aku tolol saat mama tahu aku kembali hamil anak kedua. Padahal mama tahu betapa paniknya aku dan tertekannya aku saat mengetahui aku hamil tidak direncakanan.
Ketika mama mengucap ke orang bahwa aku adalah keset suami dan ibu yang tidak becus mengurus anak.
Ketika mama melarang dan membatasi aku berkomunikasi dengan papah dan sibuk menjelek-jelekkan papah sehingga membuat aku membenci papah, dan baru menyadari kesalahan aku di saat papah sudah meninggal.
Ketika mama selalu membanding-bandingkan anak-anak mama dengan para keponakan mama.
Ketika mama kerap mengeluarkan kata-kata anjing, monyet, babi, bangsat ke anak-anak mama.
Dan, mama tidak pernah meminta maaf untuk itu semua.
Masih banyak rasanya ma kalau harus ditulis di sini. Tapi mari kita cukupkan sampai di sini.
Tanpa mama sadar, anak mama yang satu ini tumbuh menjadi pribadi yang luar biasa insecure, luar biasa butuh pengakuan, luar biasa takut kesepian namun dikemas dengan sangat baik dalam bungkus manusia keras kepala, percaya diri tinggi, tidak punya emosi dan hati, dan tukang selingkuh di saat pacaran. Mama menciptakan manusia seperti ini.
Butuh waktu puluhan tahun untuk aku bisa berdamai dengan masa laluku. Butuh waktu tujuh tahun untuk aku sebagai orang tua, bisa mengubah diri menjadi sosok orang tua yang cukup baik untuk anak-anakku. Cukup baik, bukan sempurna.
Butuh waktu puluhan tahun untuk aku bisa di titik memaafkan mama. Ya ma, aku sudah memaafkan mama. Karena aku tahu, mama tidak seberuntung aku, karena mama menjadi orang tua di saat belum banyak ilmu yang bisa membantu mama menjadi orang tua yang baik dan sehat secara mental. Mama tidak seberuntung aku, yang menyadari bahwa apa yang mama lakukan adalah salah. Aku memaafkan mama karena aku tahu, bahwa mama juga memiliki banyak luka masa lalu.
Mama memang membuat masa kecil dan masa remaja aku tidak bahagia. Namun mama membuat masa kecil anak-anak aku, cucu mama, lebih bahagia. Karena pengasuhan mama yang penuh caci maki, kata-kata kasar, dan minim pujian, membuka mata aku, untuk mampu menentukan diri, mau menjadi orang tua seperti apa aku, bagi anak-anakku.
Aku belajar untuk menjadi orang tua yang tidak ragu mengungkapkan perasaan sayang dan cinta ke anak-anak, melalui ucapan, pelukan, ciuman. Karena aku tahu, anak-anak butuh itu semua.
Aku belajar untuk menjadi orang tua yang memiliki komunikasi dua arah dengan anak-anak. Saling berbicara dan mendengar.
Aku belajar untuk menjadi orang tua yang bisa memberik kritik namun mau menerima kritikan dari anak-anak.
Aku belajar untuk menyampaikan keberatan, ketidak sukaan aku dengan kata-kata yang aku yakin tidak membuat anak-anak merasa sakit hati.
Aku belajar untuk memahami, bahwa menjadi orang tua juga perlu meminta maaf ketika salah.
Aku belajar cara yang baik untuk menegur anak, tidak mempermalukan mereka di depan umum, namun menegur mereka secara personal.
Aku belajar untuk bisa merasa bangga pada anak-anak dan menunjukkan ke mereka bahwa ya, mamanya bangga pada mereka.
Aku belajar untuk tidak menjelek-jelekkan ayahnya anak-anak, karena aku tahu, dia tetap ayah dari anak-anak itu.
Aku belajar untuk tidak membanding-bandingkan anak-anakku dengan orang lain, karena hidup mereka bukanlah sebuah pertandingan menang kalah.
Aku belajar untuk tidak melampiaskan luka masa lalu aku ke anak-anak, karena mereka tidak bertanggung jawab terhadap itu semua. Bahwa sesulit apa lingkungan aku tumbuh besar, akulah yang bertanggung jawab untuk memperbaikinya sendiri, bukan anak-anak.
Aku belajar untuk tidak menjadi orang tua yang ditakuti anak-anak, namun dihargai oleh anak-anak. Bahwa anak-anak bisa menceritakan masalah mereka apa pun itu ke aku, mamanya, tanpa khawatir dihina atau diremehkan.
Terima kasih ma, untuk sebuah pelajaran berharga yang mama berikan ke aku. Pelajaran untuk menjadi orang tua yang baik untuk anak-anakku.
Dan kini, aku sudah berdamai :).
Share Article
COMMENTS