Empat Kebiasaan Orangtua yang Bisa Mematikan Emosi Anak 

Kids

?author?・12 Jan 2021

detail-thumb

Coba evaluasi kebiasaan kita, jangan sampai apa yang kita lakukan mematikan emosi anak. Karena dampaknya, anak berpotensi tidak bisa mengatasi berbagai tantangan hidup!

Ketika anak terjatuh, dan mau menangis, pernah nggak kita mengatakan “Gitu aja, kok, nangis, ayo bangun-bangun!”

Atau,

Si kecil bosan sudah terlalu lama di rumah di masa pandemi ini, terus kita bilang “Kamu, tuh, nggak boleh bosan, harusnya bersyukur anak lain ada lho yang nggak bisa sekolah jarak jauh,” (lho, jadinya malah membandingkan :D)

Nah, menurut mbak Vera Itabiliana, Psikolog Anak dan Remaja, apa yang dikatakan oleh orang tua dalam situasi di atas bisa dikatakan: Mematikan emosi anak. 

Baca juga: 10 Tanda Orang tua Tidak Menghargai Anak

Apa itu mematikan emosi anak?

“Kita mematikan emosi anak, ketika tidak memberi kesempatan bagi anak untuk mengekspresikan emosi tertentu (yang membuat kita sebagai orangtua tidak nyaman atau menganggap ekspresi emosi sebagai suatu kelemahan). Saat anak menunjukkan emosi tertentu, dia butuh dibantu untuk mengenali lalu kemudian mengendalikannya. Bagaimana dia dapat mengenali dan mengelola emoksi ketika emosinya baru muncul saja sudah “dimatikan.”

Dorongan emosi tidak hilang saat orangtua mematikan emosi anak, yang ada emosi menumpuk sehingga membebani di dalam diri anak.

Berikut beberapa kebiasaan lain yang berpotensi mematikan emosi anak

  • Menganggap ekspresi emosi sebagai tanda kelemahan.
  • Menganggap ada hal lain yang lebih penting dari membicarakan soal perasaan bersama anak, misalnya lebih penting menyelesaikan tugas daripada bicara dulu dengan anak soal perasaannya terhadap tugas tersebut.
  • Cuek atau mengabaikan ekspresi emosi anak.
  • Buru-buru menganggap anak kurang ajar saat dia sedang meluapkan emosinya.
  •  Selanjutknya Mbak Vera mengingatkan, yang perlu dilakukan adalah membimbing anak mengarungi emosinya. 

    Baca juga: 6 Teknik Bantu Anak Meredakan Emosinya

    Bagaimana cara membimbing anak mengarungi emosinya?

    Gunakan cara dari Dr. John Gottman seorang psikolog dan peneliti dari Amerika Serikat yang melakukan penelitian selama empat dekade tentang perceraian dan stabilitas perkawinan. Dr. John Gottman menyebutnya,5 steps of emotion coaching”

    1. Waspadai emosi dan selaraskan dengan emosi anak dan Anda sendiri

  • Perhatikan emosi Anda sendiri, mulai dari kebahagiaan, kesedihan hingga kemarahan.
  • Memahami bahwa emosi adalah bagian hidup yang dialami dan berharga.
  • Amati, dengarkan dan pelajari bagaimana anak mengekspresikan emosi yang berbeda.
  • Perhatikan perubahan ekspresi wajah, bahasa tubuh, postur, dan nada suara.
  • 2. Gunakan momen emosional sebagai kesempatan untuk terhubung dengan anak

  • Perhatikan emosi anak.
  • Cobalah untuk tidak mengabaikan atau menghindarinya.
  • Lihat momen emosional sebagai kesempatan untuk memandunya mengenali emosi.
  • Mengenali perasaan dan mendorong anak untuk berbicara tentang emosinya, contoh “kamu sedih, ya, sudah lama tidak ketemu teman-teman di sekolah?”
  • Memberikan panduan sebelum emosi meningkat menjadi perilaku buruk, contoh “Kak, coba ikuti instruksi mama, ya, tarik napas yang dalam, lalu hembuskan.”
  • 3. Dengarkan anak. Hargai perasaan anak dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan dengan cermat

  • Tanggapi emosi anak dengan serius.
  • Tunjukkan kepada anak bahwa Anda memahami apa yang dia rasakan, contoh, “Iya mama ngerti, dengkul adik sakit, karena tadi terjatuh.”
  • Hindari menilai atau mengkritik emosi anak.
  • 4. Sebutkan emosi. Bantulah anak mengidentifikasi dan menyebutkan emosi

  • Kenali emosi yang dialami anak alih-alih memberi tahu anak bagaimana seharusnya perasaannya.
  • Memberi nama emosi membantu menenangkan anak
  • Berikan contoh yang baik dengan menyebutkan emosi Anda sendiri dan membicarakannya.
  • Membantu anak membangun kosakata untuk perasaan yang berbeda.
  • 5. Temukan solusi dengan jalan diskusi

  • Ketika anak-anak berperilaku tidak pantas, bantu mereka untuk mengidentifikasi perasaannya dan jelaskan mengapa perilaku tersebut tidak pantas.
  • Mendorong anak mengekspresikan emosinya, tetapi menetapkan batasan perilaku yang jelas. Misalnya boleh marah, tapi tidak melukai diri sendiri, merusak barang apalagi melukai orang lain.
  • Bantu anak-anak memikirkan solusi yang mungkin ia peroleh.
  • Jangan berharap terlalu banyak, dan terlalu cepat, semua butuh proses.
  • Waspadai situasi yang berpotensi sulit dan bersiaplah untuk membantu anak melewatinya.
  • Menciptakan situasi di mana anak dapat bereksplorasi tanpa mendengar banyak 'larangan.'
  • Lebih peka ketika anak mampu melakukan banyak hal untuk diri sendiri, dan puji mereka.
  • Membuat tugas tertentu menjadi menyenangkan, contohnya sama-sama membersihkan dapur sehabis masak.
  • Alasan anak penting mampu merasakan segala bentuk emosinya

    Mbak Vera menegaskan anak akan menemui berbagai peristiwa atau tantangan yang akan memicu timbulnya berbagai emosi. “Penting bagi anak untuk mengenali dan belajar bagaimana mengelola emosi yang ia alami. Ada orangtua yang menghindarkan anak supaya tidak sedih atau kecewa, sehingga selalu mengabulkan maunya, atau jadi overprotektif. Ini membuat anak tidak punya kesempatan untuk belajar menghadapi emosinya.”

    Maka, selalu ingat, penting untuk membantu anak menerima semua bentuk emosi, bahwa itu adalah bagian dari diri (terutama yang negatif). Sangat wajar merasakan sedih, marah, kecewa, dan kesal. Yang terpenting adalah bagaimana cara mengendalikan bukan dikendalikan. 

    Follow us on Instagram