Lima Tanda Self Love yang Salah

Self

fiaindriokusumo・16 Dec 2020

detail-thumb

Kapankah sebuah perayaan cinta diri itu menjadi overdosis? Mungkinkah ada, dosis cinta diri yang berlebihan? Yuk cari tahu tanda self love yang salah

Menurut konsep ‘cinta diri’ (self-love), kita harus membuat diri kita selalu dalam kegembiraan. Merayakan setiap proses dan keberhasilan dari setiap kerja keras yang telah kita lakukan. Ada banyak cara untuk memanifestasikan bentuk cinta diri, agar energi positif kita selalu terjaga. Namun, sebagaimana segala sesuatu yang ada di atas bumi ini, harus berjalan dalam roda keseimbangan. Tak kurang, juga tak lebih. Kita memerlukan air untuk hidup, tapi jika air itu datang layaknya tsunami, mampu meluluhlantakkan kehidupan di atasnya. Begitu juga, cinta diri, kapankah sebuah perayaan cinta diri itu menjadi overdosis?

When enough is enough

Makanan lezat itu menyenangkan (iya, mengenyangkan juga). #Foodtherapy itu benar adanya. Saya masih suka craving makanan yang tak bisa saya buat sendiri, seperti cheesecake dan tiramisu atau…duriaaan! Demi #ilovemyself sesekali saya rela jajan makanan-makanan yang akan sangat ‘mengobati’ segala beban hidup yang saya rasakan. Tapi, kalau sampai sering-sering dan ketagihan, itu artinya saya tidak cinta diri lagi, mengingat makanan-makanan tersebut tinggi gula,dan riskan membobol dompet. Tentu, hal yang sama juga berlaku untuk liburan ke tempat-tempat impian, #retailtherapy, belanja online, dan sebutlah, segala hal yang jika diraih atau dilakukan dalam porsi yang pas, memang sangat kita butuhkan.

Baca juga: Tara Basro, Inspirasi Wanita yang Mencintai Tubuhnya Sendiri

Prokrastinasi

Kata ini belum ada, sih, di KBBI. Berasal dari bahasa Inggris kata procrastinate, dalam psikologi, prokrastinasi berarti tindakan mengganti tugas berkepentingan tinggi dengan tugas berkepentingan rendah, sehingga tugas penting pun tertunda. Ada tiga kriteria suatu perilaku dapat dikelompokkan sebagai prokrastinasi: harus kontraproduktif, kurang perlu, dan menunda-nunda. Pernahkah Anda, mengalami seperti saya, saat sedang dalam tekanan deadline ketat, saking stresnya malah rasanya ingin break dengan mencari kesenangan. Semisal, maraton menonton serial kesayangan, rebahan nggak jelas, atau lihatin stories medsos sampai lupa waktu?

Prokrastinasi ini memang terkesan memberi ilusi bahwa kita telah menunjukkan ‘cinta diri’ dengan menempatkan kenyamanan pribadi kita di atas segalanya. Jika berlebihan dan kita tidak bisa menghentikan diri saat masa prokrastinasi dalam ambang batas normal, malah akan berdampak stres, menimbulkan rasa bersalah, kehilangan produktivitas pribadi, dan penolakan sosial untuk tidak memenuhi tanggung jawab atau komitmen kita. Prokrastinasi kronis bisa jadi tanda-tanda gangguan psikologis terpendam.

Melupakan peran

Dalam peran kita sehari-hari, kita bisa mengalami burn-out. Entah itu sebagai istri, ibu, anak, ataupun peran-peran lain dalam masyarakat. Di saat emosi kita tak bisa dikontrol ketika menghadapi perilaku anak bermasalah, pejamkan mata, ingatlah untuk menanyakan pada diri sendiri, apa yang paling Anda butuhkan saat ini? Terimalah dan cintai diri, maka Anda akan punya kekuatan untuk menghadapi situasi terburuk sekalipun. Kapan berlebihan? Jika Anda sampai kabur dari peran Anda dan memilih untuk bersembunyi di ‘pulau pribadi’, sekadar untuk lari dari masalah yang sebenarnya.

Baca juga: Tips Percaya Diri di Dunia yang Membuat Kita Sulit Untuk Percaya Diri

Arogan

Dalam diri kita, pasti ada satu benteng yang kita bangun, sebagai sebuah bentuk pertahanan diri, agar kita menjadi orang yang percaya diri dan yakin pada kemampuan diri kita sendiri. Akan tetapi, benteng ini bisa juga menjadi terlalu tinggi, sehingga kita mempunyai perasaan superioritas dari orang lain. Salah satu bentuknya, yakni sikap merendahkan orang lain demi bisa membuat kita merasa lebih baik dan nyaman dengan diri kita.

Oversharing di media sosial

Tidak ada seorang pun yang bisa melarang kita untuk selfie. Sharing sebanyak mungkin foto dari bangun tidur sampai mau tidur. People love it! Tidak percaya? Di media sosial, postingan yang bisa mendapatkan like banyak dalam waktu singkat adalah postingan selfie! Begitu menurut pengalaman beberapa teman saya yang influencer. Caption nomor kesekian. Orang suka menikmati selfie orang lain. Selfie bisa menjadi salah satu cara mengekspresikan cinta diri, kita menerima dan mencintai wajah dan tubuh kita sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Kita bisa jujur pada diri sendiri (dan orang lain) tentang apa yang kita rasakan dan apa yang dipancarkan dari wajah kita. Tapi hati-hati, banyaknya likes bisa membuat kita tergelincir, tak lagi sadar apabila kita melewati batasan. Kita jadi kehilangan kepekaan dengan apa yang kita share ke seluruh dunia.

Jujur, sebagai ‘pengamat’, saya melihat fenomena ini pada beberapa orang yang saya kenal. Ada yang ‘mengeksploitasi’ foto mesra dengan suami sampai menurut saya sudah sangat berlebihan. Ada juga, yang sampai mendramatisir ‘penderitaannya’ saat menjalani isolasi covid-19 di rumah sakit. It’s just too much.

Saya rasa, batasan tentang self-love ini bisa sangat berbeda masing-masing orang. Dibutuhkan eksperimen, belajar dari pengalaman, dan kesadaran pribadi. Kuncinya, temukan sendiri di mana letak batasan Anda.

Baca juga: 7 Cara Membangun Rasa Percaya Diri yang Sehat pada Anak