Sorry, we couldn't find any article matching ''
Diskusi Kesehatan Mental dengan Anak Sesuai Tahapan Usia
Kesehatan mental itu bukan mitos karena yang bisa sakit bukan hanya fisik tapi juga mental. Begini cara berdiskusi tentang kesehatan mental dengan anak sesuai tahapan usia.
Anak, seharusnya lebih mudah diajak bicara tentang kesehatan mental karena mereka belum punya judgment apa-apal tentang kesehatan mental. Mereka tidak takut dianggap gila, tidak takut dianggap lemah, dan malah mungkin tidak akan punya penghakiman bahwa sakit mental itu sesuatu yang memalukan.
Yang harus digarisbawahi justru bagaimana kita bicara, berdiskusi, dan membawa topik kesehatan mental ini agar anak tidak punya penilaian yang kurang tepat. Cara paling mudah adalah dengan menganalogikannya dengan sakit fisik, ketika sakit fisik ringan orang masih bisa beraktivitas, namun ketika sakit fisik berat, orang akan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari. Begitu pun dengan penyakit mental.
Mendiskusikan kesehatan mental dengan anak juga bisa dengan cara berdiskusi tentang emosi. Bahwa ketika sedih terus menerus, mungkin ada yang salah dengan kondisi mentalmu. Kalau marah terus menerus itu kenapa? Kalau stres atau merasa cemas berkelanjutan itu kenapa?
Menurut American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, yang harus diperhatikan saat berdiskusi tentang kesehatan mental dengan anak adalah:
- Perhatikan cara kita berkomunikasi, to the point saja jangan bertele-tele.
- Buat diskusi di mana anak merasa aman dan nyaman.
- Perhatikan reaksi anak selama diskusi.
- Rem dulu atau hentikan diskusi jika anak terlihat bingung atau justru kecewa/ketakutan.
- Sesuaikan bahasa dan pembahasan dengan tahapan usia dan perkembangan anak.
Berdiskusi tentang kesehatan mental dengan anak sesuai tahapan usia:
Preschool
Kenalkan emosi, beritahu cara regulasi emosi yang aman. Ini akan jadi fondasi utama mengenali jika ada sesuatu yang tidak beres dalam kondisi mental mereka. Ajari juga bahwa manusia itu wajar lho merasa sedih, marah, atau kecewa asalkan bisa mengeluarkan segala jenis emosinya dengan aman.
Usia SD
Di usia SD, anak sudah bisa paham apa itu capek, apa itu stres, dan mereka mungkin bertanya banyak hal. Pastikan bahwa orangtua tidak meremehkan stres dan yakinkan anak bahwa kapanpun mereka merasa overwhelmed, kelelahan, stres, orangtua akan selalu ada, mendengarkan, dan memvalidasi apa yang mereka rasakan.
Anak sudah bisa mulai diberitahu bahwa jika sakit mental ada dokter khusus yang menangani yaitu psikiater. Seperti dokter umum, mereka juga bisa memberi obat jika diperlukan agar sakitnya bisa sembuh.
Jika mommies harus membuka komunikasi karena justru salah satu orangtua mengalami masalah mental, pastikan anak yakin bahwa orangtuanya sedang dalam pengobatan oleh ahli sehingga anak tidak khawatir,
Usia remaja
Di usia ini, anak sudah bisa mengakses informasi sendiri jadi pastikan mommies bisa jadi sumber informasi yang terpercaya ya. Tanyakan dulu sejauh apa anak tahu tentang kesehatan mental dan buka diskusi dari apa yang mereka ketahui.
Beritahu bahwa anak pun bisa stres, bisa cemas, bisa punya gangguan kesehatan mental dan itu tidak apa-apa, tidak usah khawatir selama anak bisa terbuka pada orangtua sehingga bisa cepat dicari solusinya. Hindari kata-kata atau istilah memusingkan. Yang penting anak paham dulu bahwa mental illness itu ada dan bisa terjadi pada semua orang.
Jangan lupa juga diskusi tentang bunuh diri. Meski rasanya menakutkan, membuka diskusi bahwa banyak anak yang bunuh diri karena berbagai alasan bisa jadi jalan untuk anak lebih paham pada apa yang ia atau orang lain lalui.
Berbicara pada anak tentang kesehatan mental bisa jadi ruang untuk anak lebih terbuka, melawan stigma, dan juga deteksi dini jika anak ada indikasi sakit mental. Jadi jangan lupakan diskusi kesehatan mental dengan anak ini sebagai bagian dari ilmu parenting kita ya, moms!
Baca juga:
4 Pertanyaan tentang Kesehatan Mental Anak dan Pandemi
Saat Orangtua Memiliki Gangguan Mental, Anak Membutuhkan 11 Hal Ini!
Kenali Tanda-Tanda Anak Ingin Bunuh Diri
Share Article
COMMENTS