Sorry, we couldn't find any article matching ''
Jatah Kuota PJJ Dari Kemendikbud: Diambil Atau Tidak Diambil?
Mommies sudah mendaftarkan nomor handphone atau gadget yang digunakan anak dalam Pembelajaran Jarak Jauh ke pihak sekolah demi mendapatkan jatah kuota dari pemerintah?
Saya dan beberapa teman sudah mulai menyerahkan ke pihak sekolah karena memang diminta, bahkan beberapa anak teman saya yang sekolahnya di sekolah negeri, sebagian sudah menerima kartu perdananya.
Kita semua pasti sama-sama setuju, jika kuota ini memang layak jatuh ke tangan anak-anak yang memang membutuhkan kuota gratis. Ya, bagaimana? Untuk hidup sehari-hari saja sudah entah dari mana lagi dapat uangnya, terutama di masa susah begini. Lalu dari mana dapat uang buat beli kuota? Hal inilah yang kemudian mendasari Kemendikbud untuk berencana memberikan kuota gratis bagi anak-anak sekolah.
Lantas yang menjadi polemik, beberapa sekolah swasta yang muridnya datang dari kelas menengah ke atas, dan kebanyakan di rumahnya memiliki wi-fi dengan jaringan mumpuni ternyata ikut didata.
Perkara pada akhirnya nanti diseleksi siapa saja yang pantas diberikan kuota gratis, atau seluruh anak Indonesia dapat, kita belum bisa pastikan, karena wacana tersebut baru setengah jalan. Namun beberapa mommies berikut ini sudah memberikan pendapatnya, apakah diambil saja jatah kuotanya, atau malah ditolak demi diberikan kepada yang lebih membutuhkan. Yuk, kita simak.
Diambil saja, kan, sudah jatah dari pemerintah
“Ini, kan, program dari pemerintah, kalau saya, sih, ambil saja. Walaupun di rumah kami juga punya jaringan wifi yang koneksinya cukup cepat dan stabil. Ya, bagaimana, di sekolah anak saya yang sekolah negeri, kartu perdana itu wajib diambil.
Kalau nggak diambil, nggak mungkin dikasih ke murid lain, karena semuanya, toh, dapat. Lalu ke mana nomor itu jika kita tolak? Takutnya malah disalahgunakan. Kan, setiap sekolah pasti juga sudah dihitung dan dijatah berapa kartu perdana yang diberikan. Sampai saat ini, sih, baru nomor perdana saja. Kuota gratisnya malah belum, tuh.” - Aya Sjafril, karyawan swasta
“Terus terang selama negara kita dinyatakan darurat Covid dan memasuki masa pandemi di bulan Maret, finansial kami mengalami masalah. Maklum, saya dan suami bukanlah karyawan kantoran yang tiap bulan bergaji. Selama ini, sih, puji Tuhan cukup-cukup saja. Tapi, ya, akibat Covid, nggak dipungkiri mengganggu arus kas bulanan.
Sehingga kalau memang ada jatah kuota buat anak saya melaksanakan PJJ, jujur bantu saya banget. Saat ini tanpa bantuan kuota pemerintah, tiap bulan ada tambahan beli kuota dari biasanya, supaya aplikasi zoom bisa diakses dengan lancar tanpa macet. Kasihan kalau putus-putus, proses PJJnya jadi nggak maksimal. Jadi kalau dikasih, ya, saya ambil." - Christina, freelancer
“Sampai saat ini, sih, no handphone anak saya baru didata saja. Belum ada kelanjutan lagi. Tapi kalau sampai dapat dan kalau sudah dijatah, ya, saya ambil. Kenapa harus ditolak?
Lagipula jatah kuota yang diberikan oleh pemerintah ini, kan, aksesnya juga dibatasi. Yang saya dengar, hanya bisa digunakan untuk beberapa aplikasi seperti Ruang Guru, atau Qipler. Jadi saya pikir nggak ada salahnyalah diambil, lebih bisa terkontrol juga, anak jadi nggak bisa buka yang lain-lain, kan, selama belajar?" - Ekawati, ibu rumah tangga
Berikan saja buat yang lebih membutuhkan
“Saya memutuskan nggak ambil, sih. Karena saya merasa, kami masih bisa afford beli kuota buat proses PJJ anak. Kecuali kalau saya memang dalam kondisi yang memang buat beli kuota aja berat, baru, deh, diambil. Tapi sejauh ini Alhamdulillah nggak sampai di kondisi itu.
Saat ini, selain masih mampu membelikan kuota buat anak PJJ, saya sendiri masih bisa afford kuota yang istilahnya kuota buat senang-senang untuk pribadi. Jadi sadar diri aja, saya merasa tidak berhak buat ambil kuota PJJ ini. Sudah didata, sih, sama sekolah anak. Tapi saya nggak kasih datanya. Biar buat yang lebih membutuhkan sajalah.” - Andes, ibu rumah tangga
“Kuota yang digunakan untuk anak saya PJJ berasal dari nomor pasca bayar yang saya punya. Kebetulan memang jatah bulanan tersebut masih mampu saya beli. Dan saya bukan tipe yang suka browsing macam-macam. Jadi memang tiap bulan jatah kuotanya suka sisa banyak.
Kan, sayang kalau nggak dipakai. Sementara anak saya masih di kelas 1 sekolah dasar dan proses PJJnya juga nggak terlalu lama. Paling juga cuma 1-2 jam. Sisanya tugas yang dikerjakan tanpa perlu online. Pengumpulannya saja yang harus melalui online. Masih bisa menggunakan jatah kuota saya. Jadi saya pikir, nggak usah diambil, deh, jatah yang dari Pemerintah, pun kalau memang dibagikan, mending diberikan buat anak-anak luar daerah yang memang akses kuotanya lebih sulit.” - Dinda, karyawan swasta
“Sejauh ini wifi di rumah sudah lebih dari cukup mendukung proses PJJ anak-anak. Dan ayahnya anak-anak Alhamdulillah hingga saat ini masih bisa bayar bulanannya. Jadi kalau dari saya, sih, saya menolak dikasih jatah kuota pemerintah. Pembagian jatah kuota itu menurut saya bagus banget, sih, bakal banyak membantu buat yang memang benar-benar membutuhkan.” - Ocha Lana, ibu rumah tangga
Kalau mommies bagaimana? Mengambil atau tidak, jatah kuota dari pemerintah?
Baca juga:
Tipe-Tipe Orangtua Saat Menemani Anak School From Home
Kisah dari Sisi Pahit PJJ, Dukungan Apa yang Bisa Kita Berikan?
Anak Cuti Sekolah Selama PJJ, Begini Pro dan Kontra dari Para Ortu
Share Article
COMMENTS