Apa yang bisa kita lakukan agar kemampuan sosial pada anak tetap ada di saat mereka berbulan-bulan sangat terbatas bertemu dengan orang lain?
Kemampuan sosial merupakan kemampuan yang digunakan untuk memulai ataupun mempertahankan suatu hubungan yang positif dalam interaksi sosial. Kemampuan sosial pada anak manfaatnya sendiri ada banyak. Di antaranya: anak bisa menciptakan rasa empati pada dirinya, bisa penuh pengertian, bahkan bertenggang rasa dengan lingkungannya. Bisa punya resolusi konflik, mulai dari mengomunikasikan konflik tersebut hingga menyelesaikannya. Kemampuan sosial pada anak juga bisa membuat anak mengembangkan kebiasaan positif semacam etika, tata krama, hingga tanggung jawab sosial.
Sayangnya, kemampuan sosial ini nggak langsung ada dari lahir. Anak harus melalui proses belajar. Saat ia berinteraksi di sekolah, di tempat les, atau di tempat publik, ia bisa belajar mengenai kemampuan yang satu ini. Tapi bagaimana, di saat-saat seperti ini? Boro-boro, playdate, tatap muka di sekolah saja dilarang hingga akhir Desember, ini.
Baca juga:
Orangtua, Lakukan 7 Hal Ini Untuk Tingkatkan Kecerdasan Emosi Anak
Baiklah, berikut ini ada 5 tips mengembangkan kemampuan sosial pada anak walau lagi social distancing.
Izinkan anak-anak berkarya walaupun artinya rumah ikut berantakan. Ya, sudah, semua rumah sekarang begitu, kok. Buat anak usia SD, menggambar hingga mengkreasikan balok setinggi dan sekreatif mungkin, silakan saja. Kalau si pra remaja lagi ingin bikin kaos tie die, kita bisa siapkan materinya. Setelah itu, ajak anak untuk membagikan karya seni mereka di media sosial. Buat yang belum diizinkan punya akun medsos sendiri, bisa dipamerkan di akun orangtuanya. Sementara kalau sudah punya akun sendiri, boleh, lho memajang karyanya di akun tersebut. Mungkin bisa menginspirasi teman-teman online-nya.
Baca juga:
5 Hal yang Memengaruhi Rasa Percaya Diri Anak
Ajarkan anak mengantri atau bergiliran dalam melakukan sesuatu. Misalnya saja dalam penggunaan gadget. Kalau saya di rumah, gadget memang tidak saya berikan satu-satu. Jadi setiap kali gadget digunakan, mereka harus bergantian. Minta mereka mendiskusikan sendiri, sistem apa yang digunakan untuk bergantian. Biasanya, sih, mereka suka sepakat pakai sistem jatah waktu. Satu jam kakaknya, satu jam berikutnya adiknya. Tapi pernah juga mereka mencoba menggunakan sistem kalah menang. Misal dalam bermain game, siapa yang kalah harus langsung memberikan gadgetnya ke peserta lain. Walaupun dalam hal ini si kakak yang paling diuntungkan, ya, karena dia lebih jago hahaha….
Ketika kita memberlakukan sebuah aturan, coba beritahu anak apa yang melatarbelakangi aturan tersebut dibuat. Sehingga anak bisa berlatih dan tahu perspektif kita orangtuanya. Kita juga bisa berdiskusi saat menonton film bersama. Ambil contoh, ketika kita menonton Toy Story 1, kita bisa tanyakan padanya, kenapa, sih, Woody awalnya bersikap kasar terhadap Buzz. Tanyakan padanya, apa yang akan ia lakukan kalau ia jadi Woody. Apa yang akan ia katakan pada Woody seandainya ia jadi Buzz. Boleh juga dipraktikkan saat membaca buku bersama, atau mengambil contoh kasus di media-media yang sedang viral. Tentunya yang sudah difilter, ya.
Baca juga:
Jelaskan Arti Prostitusi pada Anak
Terkadang dalam menerapkan aturan, orangtua menjadi terlalu strict. Padahal, di kondisi pandemi seperti ini, menjadi lebih fleksibel nggak dosa, kok. Misalnya saja aturan screen time. Kalau sebelum pandemi, kita strict dengan aturan screen time hanya di weekend, mungkin selama pandemi fleksibel sedikit. Berikan anak-anak pilihan, selain weekend, hanya boleh ditambah dua hari. Silakan tentukan mau hari apa saja.
Kalau sudah di rumah terus, dia-dia juga yang dilihat, sungguh lumrah kalau ujung-ujungnya kakak adik berkelahi, kan? Mulai dari adu argumentasi, hingga perkelahian fisik yang menimbulkan bekas cakar di pipi, atau lebam di kaki. Walau bikin kepala kita pusing, namun ini saatnya kita mengajarkan anak memiliki empati. Tunggu perkelahian mereda, atau misalnya saat mau tidur, ajak anak berdiskusi apa, sih, yang membuat mereka sebagai saudara harus ‘perang’?
Mommies bisa tanya pada adiknya, misalnya, “Menurut kamu, kenapa kakak pukul kamu?” “Seandainya barang kamu diambil, kamu marah nggak seperti kakak?” Ketika semua sudah clear dan si adik sudah mendapatkan wawasan yang lebih, mommies bisa kembali bertanya, “Menurut adek, adek boleh nggak, pinjam barang kakak tapi nggak dikembalikan ke tempatnya? Kakak boleh marah nggak?” Mommies juga bisa meminta si adik untuk menafsirkan bagaimana perilakunya sendiri. Dan bagaimana perilakunya tersebut memengaruhi anggota keluarga yang lain.
Banyak cara, kok, dalam mengajarkan anak berbagai hal selama di rumah saja.
Baca juga: