“Meski balancing both motherhood and work-life is a really big challenge, saya tidak pernah merasa status “mom” menjadi hambatan dalam bekerja.”
Saya kenal Mayang Johana Shatila (37) karena urusan bisnis, -kebetulan dia adalah salah satu klien rasa sahabat buat saya. Jadi, saya tahu betul bagaimana kinerja perempuan yang saya sapa Mba Mayang ini, sebagai Project Manager salah satu perusahaan event besar di Indonesia, PT Traya Eksibisi Internasional. Simak obrolan saya dengan ibu dua jagoan, Kentaro (6) dan Yasahiro (4) berikut ini.
Evernote untuk to do list sampai minutes of meeting, karena ada template-nya. Canva untuk bikin presentasi kantor, konten Instagram, dan jadwal anak di rumah. Womanlog sebagai kalender masa subur.
Balancing both motherhood and work-life, berusaha untuk being 'available' dan 'being there' untuk anak-anak, while being 'present' at work, is a really big challenge. Apalagi, nggak punya PRT! Tapi untungnya, status “mom” nggak pernah menjadi hambatan dalam bekerja.
Pertama, disiplin dengan to-do list priority kita! Kalau memungkinkan, training anak dalam menggunakan Apps yang mereka gunakan selama SFH, seperti cara menggunakan Google Classroom, bahkan sesederhana cara mute dan unmute, cara buka email, khususnya untuk si kakak yang baru masuk SD.
Pisahkan area belajar, area bermain, dan area WFH untuk membentuk mindset pada anak supaya tidak saling mengganggu zona aktivitas masing-masing. Selama SFH, TV harus dimatikan.
Pastikan supaya area bermain anak selalu dalam keadaan rapi, supaya anak happy dan excited untuk bermain di areanya, kebetulan si adik lagi cuti dari Playgroup-nya selama pandemi ini.
Yang terakhir, multitask your senses during WFH!
Baca juga:
Panduan Menggunakan Google Classroom, Zoom dan Google Meet Selama SFH
Use essential oils! Untuk menenangkan pikiran, mendukung spiritual openness supaya nggak cepat stress dan memicu timbulnya penyakit, dan untuk mengurangi penggunaan produk berbahan kimia.
Di kantor, nonton drakor pas jam istirahat sambil makan siang di meja, dan karena kantor saya banyak cafe, kalau lagi bosan, bisa ngopi atau jajan di Ranch Market.
How my kids guard themselves from bad things in this mad-world, and how they handle their hardest times in real life. Itu sebabnya, saya mengajarkan anak supaya berani; berani berkata tidak dan berani untuk memulai lagi ketika gagal melakukan sesuatu.
Karena kita tidak tahu di tengah-tengah jalan, hidup akan seperti apa, jadi sebaiknya siapkan asuransi, tabungan dan investasi. Apalagi kebutuhan akan terus bertambah saat anak-anak besar nanti. Selain itu, menurut saya, antara pria dan wanita ada skala prioritas kebutuhan belanja tiap bulan yang berbeda.
Flexibility for special occasions. Misalnya, hak untuk cuti saat mengantar anak ke sekolah pertama kali di tahun ajaran baru, saat field-trip, terima rapor, maupun acara graduation. Atau mungkin, saat harus mendampingi anak ketika ujian. Banyak, sih, memang, namun tetap dilakukan dengan sadar diri, tanpa melupakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan perusahaan. Saya juga menunggu perusahaan memberlakukan maternity leave lebih dari 3 bulan, dan penyediaan nursery room yang memadai di gedung-gedung kantor, tentunya.
Dengan menjadi ibu bekerja, saya mau anak-anak mengerti yang namanya bersyukur, memahami pentingnya kerja keras, dan belajar tentang kemandirian.
Baca juga:
Melatih Executive Functioning Skill pada Anak
10 Alasan Kenapa Produktivitas Tim Menurun Saat WFH