Apakah Executive Functioning Skill? Kemampuan mengatur diri sendiri sehingga anak mampu membuat rencana, fokus, paham aturan atau instruksi serta menyelesaikan tugas dan tanggung jawab.
Manusia akan “berfungsi” dengan baik bila otaknya bekerja dengan seharusnya. Memang, sebagian besar kemampuan anak berhubungan dengan perkembangan otaknya. Layaknya sistem Air Traffic Control di bandara. Kebayang, kan betapa ruwetnya sistem penerbangan bila tidak tertata dengan baik. Demikian halnya dengan otak, ia butuh kemampuan untuk menyaring distraksi, menentukan prioritas, menyusun dan mencapai goals, serta mengendalikan impuls, atau keinginan yang datang tiba-tiba tanpa pertimbangan.
Kenyataannya, tidak ada seorang pun yang lahir dengan Executive Functioning Skill. Keterampilan ini perlu diasah! Metode parenting yang baik dapat membantu anak melatih Executive Functional Skill yang ia perlukan seumur hidupnya ini. Caranya:
Baca juga:
Kebutuhan Anak Secara Fisik Selain Makanan dan Mainan
Bangun pagi, sarapan, mandi, sikat gigi, lalu pakai baju dan sisiran. Semua ini dilakukan sebelum anak berangkat ke sekolah (SFH sekalipun) maupun di akhir pekan, sebelum melakukan kegiatan lain. Membiasakan anak menjalani rutinitas ini membantu membuatnya paham akan prioritas. Bahwa ada, lho, hal-hal utama yang perlu dilakukan supaya kegiatannya seharian berjalan lancar. Andai kata ia tidak sarapan, yang ada bakalan lemas saat belajar. Kalau nggak mandi, nggak akan nyaman saat main nanti. Bila rutinitas ini dijalani secara konsisten, lama-lama akan jadi kebiasaan, sehingga ia tidak lagi perlu diingatkan, tapi ia akan mampu menjalani semuanya sesuai urutan.
Baca juga:
Skill Kemandirian Anak yang Perlu Dimiliki Sebelum Masuk SD Menurut Psikolog
Pulang sekolah, makan siang, lalu istirahat atau tidur siang. Bangun tidur, boleh main, lalu mandi sore. Malamnya, ada waktu untuk mengerjakan PR. Mungkin nggak semua orang menjalani urutan persis seperti ini, namun setidaknya ada jadwal yang terbentuk di rumah, yang mendukung anak menjalani tugasnya sebagai murid, demi menghindari anak menunda-nunda pekerjaan rumahnya. Anak akan belajar tentang manajemen dan planning skill sejak dini. Makin besar, tugasnya makin berat. Kalau tidak membiasakan diri teratur pada jadwal, nantinya akan kesulitan.
Aturan merupakan salah satu hal mendasar yang perlu dipahami anak. Sesederhana ketika di rumah; jam berapa harus ngapain, dalam sehari harus menyelesaikan tugas apa saja dan jam berapa mereka sudah harus tidur. Bahkan hal-hal di luar tugas sekolah, seperti lepas sepatu begitu masuk ke rumah, cuci tangan sebelum makan, tidak berteriak saat di dalam rumah, tidak makan di kamar, dan sebagainya. Semua ini membantu anak mengerti parameter akan tindakan mereka sendiri sehingga mereka paham cara mengontrol diri.
Di mana ada aturan, di situ ada konsekuensi, bila aturan dilanggar. Lewat konsekuensi, anak juga belajar untuk mengontrol diri. Pelajaran tentang konsekuensi memang sebaiknya dimulai sejak dini, namun sesuaikan dengan usia anak.
Baca juga:
7 Tanda Anak Bahagia yang Perlu Diketahui Orangtua
Memberikan pujian atas perilaku baik yang anak lakukan, bukan semata-mata supaya anak senang dipuji, melainkan agar ia paham bahwa tindakan baiknya pantas untuk dihargai. Hal tersebut bisa menjadi motivasi ketika anak sedang bosan atau semangatnya turun. Kita saja yang dewasa bisa, kok, bahkan sering demotivasi, gimana anak? Saat lagi bosan belajar, boleh baca buku cerita favoritnya buat hiburan atau bermain sebentar di luar supaya semangatnya kembali lagi.
Semua tindakan di atas tidak ada artinya bila orangtua tidak memberikan contoh. Ingin anak paham dengan aturan yang ada, maka kita pun perlu konsisten menjalani aturan tersebut. Demikian pula ketika ingin anak menghargai waktu, kita nggak mau dia terlambat ke sekolah, maka jadilah contoh, bangunlah lebih pagi, kalau perlu, siapkan semuanya dari malam hari.
Anak belajar langsung mengenai kemampuan mengorganisasi, manajemen waktu, mematuhi aturan, menyusun rencana, dan menyelesaikan tugas lewat kebiasaan orangtuanya. Mereka belajar lewat apa yang kita lakukan, bukan hanya lewat kata-kata yang kita ucapkan. Actions speak louder than words!
Baca juga: