Pilihan kontrasepsi untuk pria juga dibutuhkan karena urusan kontrasepsi nggak selalu harus bagian perempuan, kan! Dan, pssttt, nggak hanya kondom lho pilihannya.
Kontrasepsi merupakan topik yang nggak pernah luput dari pembahasan ibu-ibu di group chat. Jomplang, sih, memang, bahasan tentang alat kontrasepsi di grup ibu-ibu pasti selalu terjadi, sementara di grup bapak-bapak belum tentu. Ya, apa yang mau diomongin, sih, dari penggunaan kondom? Kan, ya, memang begitu aja! Sementara, ibu-ibu pada umumnya pasti ada aja yang sharing pengalaman sakit-nggaknya pasang IUD, efek menggunakan pil, bahkan pengalaman pakai KB implan.
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, penggunaan pilihan alat kontrasepsi pria memiliki persentase paling kecil di antara jenis kontrasepsi lainnya. Sedih, ya, kenapa, kok, banyakan wanita yang harus menanggung beban penggunaan alat kontrasepsi yang harus dimasukkan ke dalam tubuh. Sementara, kebanyakan pria cenderung memilih yang gampang saja seperti “KB tendang” alias ejakulasi di luar sebagai pilihan untuk menunda kehamilan.
Apa, iya, karena dari segi kenyamanan berhubungan intim, alat kontrasepsi untuk pria kurang bisa mendukung?
Photo by Charles Deluvio on Unsplash
Kalau menurut testi dari seorang teman, kondom menjadi pilihan yang dirasa adil buat dia dan suaminya, karena saat ini mereka merasa kalau anaknya sudah cukup, dua saja. Dari segi kenyamanan, tidak ada yang berubah. Buat laki-laki, ya, mungkin sedikit terasa kurang nyaman karena seperti berhubungan badan pakai bahan sarung tangan. Tapi, tetap bisa ejakulasi, kok. Buat perempuan, malah cenderung nyaman karena lebih licin, seperti dapat tambahan pelumas.
Apalagi, sekarang ini makin banyak pilihan bahan kondom yang bisa disesuaikan dengan kenyamanan suami. Dari lateks, yang paling umum digunakan, poliuretan atau plastik sintetis, meski dianggap tidak seelastis lateks, dan kulit domba (lambskin), yang hanya bisa membatasi sperma, namun tidak bisa mencegah penyakit menular seksual. Kalau memang kondom jadi pilihan, jangan lupa siapkan beberapa stok di kamar.
Ya, ada juga, kok, pilihan kontrasepsi untuk pria berupa suntik hormon. Dalam satu suntikan mengandung 200 miligram progestogen long acting yang disebut norethisterone enanthate (NET-EN) dan 1,000 miligram androgen yang disebut testosterone undercanoate (TU). Proses penyuntikan dilakukan hingga 26 minggu untuk menurunkan jumlah sperma dan dua suntikan diberikan setiap 8 minggu. Sifat suntikan hanya sementara, tidak permanen.
Dr. Mario Philip Reyes Festin dari WHO di Swiss mengungkapan bahwa meskipun suntikan ini efektif mengurangi tingkat kehamilan, namun masih perlu dipelajari lebih lanjut untuk mempertimbangkan keseimbangan antara khasiat dan keamanan dari obat ini, karena adanya kombinasi hormon. Sayangnya, metode ini belum begitu populer di Indonesia sehingga biayanya pun cukup mahal.
Metode kontrasepsi untuk pria yang satu ini memang bersifat permanen. Biasanya, jadi pilihan paling akhir. Artinya, ya, kalau masih mau punya anak, jangan pakai cara ini. Vasektomi wajib dilakukan dengan persetujuan dari kedua belah pihak (baik suami maupun istri) yang sudah menjalani pertimbangan sana sini, misalnya si suami punya penyakit tertentu sehingga akan berbahaya bagi dirinya kalau punya keturunan, dan sebagainya.
Berhubung efeknya seumur hidup, maka sebelum menjalani prosedur vasektomi, wajib konsultasi dengan dokter urolog atau spesialis Urologi terlebih dahulu. Prosesnya aman dan tergolong rendah risiko dan komplikasi. Namun, rasa tidak nyaman selama operasi wajar terjadi. Buat beberapa orang, sunat bahkan dianggap lebih sakit daripada vasektomi. Dokter akan melakukan pembedahan melubangi buah zakar untuk menarik saluran vas atau saluran penyalur sperma, memotongnya, lalu kemudian mengikat kedua ujungnya sebelum menutup kembali buah zakar dengan jahitan, sehingga sperma tidak akan bercampur lagi dengan air mani.
Meski sudah melakukan vasektomi, alat kontrasepsi lain tetap peru digunakan selama 3 bulan sambil menjalani pemeriksaan di laboratorium. Bila air mani sudah terbukti 100% tidak lagi mengandung spermatozoa, barulah pasangan bebas berhubungan tanpa alat kontrasepsi.
Jadi, kalau sekarang ditanya, mau pakai KB apa? Nggak lagi jadi alasan buat suami untuk tidak melakukan pertimbangan berdasarkan tiga pilihan kontrasepsi di atas. Yang penting, wajib sepakat untuk merasa sama-sama nyaman dengan pilihannya.
Baca juga: