Kalina Ocktaranny kembali bercerai ketiga kali. Bukan hal yang menyenangkan pasti. Namun, apa yang bisa kita pelajari dari kondisi ini?
Bisa dibilang, Kalina Ocktaranny dan Deddy Corbuzier adalah satu dari sedikit pasangan bercerai yang saya kagumi. Kenapa? Minim drama antara mantan pasangan, memiliki kerja sama yang baik untuk membesarkan anak semata wayangnya dan si anak pun terbukti tumbuh menjadi anak yang baik, serta nggak sibuk menjelekkan satu sama lain. Masing-masing bahagia dengan hidupnya.
Dan, dua hari belakangan ini, dunia maya dibuat ramai dengan kabar kurang menyenangkan tentang perceraian ketiga Kalina yang baru saja menikah di bulan Maret 2020 kemarin. Pernikahan yang terbilang singkat. Namun, siapa kita untuk mudah menghakimi?
Duh, kalau melihat komen-komen netizen di IG @kalinaocktaranny, mules bacanya. Ada sih yang memberi dukungan moril, tapi segambreng yang menghakimi.
Terus, saya ngapain bikin tulisan ini? Memang ada pelajaran yang bisa kita ambil dari kondisi bercerai berkali-kali? Saya hanya mau menyoroti mengenai dampak orang tua yang bolak-balik bercerai pada tumbuh kembang anak, seperti apa sih?
Menurut mbak Vera Itabiliana, Psikolog Anak dan Remaja, dalam hidup seorang anak, dia memang pasti butuh figur orang tua yang ajeg (duh, apa sih bahasa Indonesianya ajeg …. Yah kalian pasti paham ya maksud saya :D). Walau orang tua bercerai, namun ketika bapak ibu bisa menjalankan peran aktifnya sebagai orang tua, anak akan tetap merasa dia memiliki orang tua dalam hidupnya. Maka, selama orang tua kandung, antara bapak dan ibu masih berperan aktif, maka dampak negatif tidak akan terlalu dirasakan oleh anak.
So far, mengingat Kalina Ocktaranny dan Deddy bisa dikatakan orang tua yang berperan aktif terhadap tumbuh kembang anak mereka, rasa-rasanya, dampak negatif terhadap anak mereka bisa diminimalkan, ya.
Kalau kata Nadya Pramesrani, Psikolog Keluarga dan Pernikahan dari Rumah Dandelion, selama orang tua memiliki komitmen untuk tetap positif dalam menjalani peran coparenting, dampak negatif bisa berkurang.
Walaupun ada pengaruhnya, mbak Vera menyatakan bahwa kemungkinan pengaruhnya terhadap persepsi anak pada pernikahan bisa menjadi negatif, lebih kepada pernikahannya itu sendiri. Hal yang juga diamini oleh Nadya, bahwa perceraian berulang seringkali dampak terbesarnya di kemampuan anak berelasi. Anak bisa jadi tumbuh dengan rasa khawatir terhadap sebuah komitmen. Karena multiple divorces sama dengan multiple changes and instability, tutup Nadya.
Terlepas dari kasus Kalina Ocktaranny, bagaimana jika orang yang kita kenal harus menjalani perceraian berkali-kali Pastikan saja bahwa perceraian tidak membuat peran mereka sebagai orang tua menjadi tidak maksimal.
Ingat, contoh baik dari Kalina dan Deddy, tak peduli sedrama apa hubungan mereka dengan pasangan barunya masing-masing, yang mereka jaga toh tetap peran mereka sebagai orang tua untuk anak semata wayangnya. That’s all.
Dan, bagaimana jika anak bertanya, kenapa sih, mama atau ayah kok bercerai lagi dan lagi? Sebagai mantan pasangan, hindari memberikan jawaban yang menjelek-jelekkan mantan suami atau istri kita. Tetap berikan jawab yang positif karena itu yang anak butuhkan dari orang tuanya. Demikian pesan dari mbak Vera.
Jadi, berhenti mengulik tentang sebab akibat perceraiannya, berhenti menghakimi, tapi lihat aja pelajaran apa yang bisa kita ambil, ini jauh lebih penting. Bahwa seperti apa pun kondisi pernikahan kita, namun seaktif dan semaksimal apa peran kita sebagai orang tua, itu yang jauh lebih penting untuk anak-anak kita.