Banyak cerita saat karantina, terutama cerita belajar dari rumah, yang membuat kita tertawa saking lucu dan absurdnya. Ada juga yang bikin kita gemas dan emosi.
Namun cerita karantina kali ini, tentang bagaimana mom Ruth Marsitta menjaga agar Jehezkiel Clifford Siahaan atau yang biasa disapa Kiel tidak sampai kembali regresi akibat terapi yang dilakukannya sebagai anak down syndrome berhenti, membuat kita menyadari, begitu banyak tantangan yang dihadapi orangtua selama karantina ini, ya. Terutama untuk orangtua yang memiliki ABK atau anak berkebutuhan khusus.
Saya diberitahu bahwa kemungkinan Kiel adalah anak down syndrome sejak dia dilahirkan. Kemudian ketika Kiel berumur 3 minggu, kami melakukan tes kromosom untuk mempertegas diagnosa tersebut. Rasanya sedih dan down banget, ya, karena Kiel adalah anak pertama yang sangat kami harapkan dan lahir melalui beberapa program kehamilan.
Sempat saya dan suami merasa takut dan bingung. Bagaimana cara membesarkan Kiel, bagaimana pandangan orang, juga sangat khawatir dengan masa depan Kiel ketika besar nanti. Saya bahkan sempat merasa marah dan kecewa pada Tuhan dengan kondisi Kiel.
Sebelum pandemi, Kiel mempunyai beberapa rutinitas, sih. Seperti sekolah di TK Umum yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus setiap hari Senin sampai Jumat. Puji Tuhan Kiel tidak perlu guru pendamping. Kiel juga rutin mengikuti beberapa terapi, seperti Terapi Okupasi dan Terapi Wicara, serta Behaviour Therapy. Saya ikutkan juga dia ke Rockstar Gym. Cuma saya juga lihat-lihat kondisi Kiel, kalau dia terlihat terlalu lelah dan jenuh, beberapa aktvitias kami stop dulu.
Tantangan terberat adalah mengajar Kiel agar tidak lupa dengan hal-hal yang dipelajari baik di sekolah maupun di tempat terapi. Selama masa karantina ini, terus terang Kiel sangat kurang dalam belajar arena. Sekolah tidak terlalu sering mengadakan kelas online, hanya 1-2 kali seminggu. Sementara di tempat terapi juga tidak mengadakan kelas online.
Sempat, sih, tempat terapi yang di dekat rumah mencoba mengadakan kelas online, namun karena kurangnya fasilitas dari tempat terapi dan di rumah, membuat kelas tersebut kurang memadai. Pada akhirnya kelas online tidak dapat dilanjutkan. Dengan kurangnya durasi Kiel belajar tentu membuat dia jadi sering lupa dengan pelajaran yang dipelajari di sekolah maupun tempat terapi. Bahkan membuat Kiel menjadi susah ketika diajak belajar selama di rumah.
Namun begitu, karena selama karantina Kiel dan adiknya benar-benar dirumah saja selama hampir 3 bulan, mereja jadi nggak pernah sakit batuk, pilek, dan lain-lain yang sebelum karantina bisa sakit sebulan sekali. Berarti, kan, daya tahan tubuhnya semakin kuat. Berat badan Kiel juga naik drastis. Mungkin karena di rumah saja, otomatis jadi sering minta makan dan mendapat cukup istirahat.
Selama masa karantina ini, saya dan papanya Kiel, kan, juga WFH, jadi kami punya kesempatan untuk bisa berkomunikasi dengan tatap muka 24 jam sehari. Hal ini ternyata membuat Kiel semakin lancar dalam mengungkapkan kata-kata. Dia bahkan dapat melakukan kebiasaan di rumah seperti menaruh baju di keranjang, mengambil handuk saat mau mandi dan lain-lain dengan lebih baik.
Inginnya, sih, baik sekolah maupun tempat terapi tetap dapat menjalankan kelas online dengan lebih baik, juga lebih sering. Misalnya dengan mengirimkan fasilitas belajar yang dibutuhkan dalam kelas online.
Tempat terapi kiel saat ini telah membuka kembali kelas belajar, dan hampir tiap hari menanyakan kedatangan Kiel. Sementara klinik tumbuh kembang di rumah sakit, tetap membuka kelas belajar selama karantina.
Namun sampai saat ini saya belum berani membuat keputusan untuk Kiel dapat kembali belajar di sekolah maupun melakukan terapi, karena ABK adalah golongan yang berisiko tinggi dalam penularan virus dan buat saya kesehatan Kiel adalah yang terpenting. Semoga masa ini segera berlalu, ya, dan Kiel bisa segera kembali melakukan aktivitas rutinnya demi progres kemajuannya.
Baca juga:
Risiko yang Menyebabkan Melahirkan Prematur & Pentingnya Lakukan Skrining pada Bayi Prematur
Terapi Anak Berkebutuhan Khusus Selama Pandemi: Berhenti atau Teruskan di Rumah?
Ini yang Dibutuhkan Kakak/Adik Anak Berkebutuhan Khusus Dari Ayah Ibunya