Demotivasi kerap terjadi. Selain karena pandemi, coba cek lagi, jangan-jangan, sebagai atasan kita nggak sadar selalu melakukan hal ini!
Beberapa waktu yang lalu, saat prosedur new normal masih belum diberlakukan (iya, jamannya PSBB lagi ketat-ketatnya dijalankan), di timeline Instagram saya, baik dari akun personal maupun akun yang isinya motivasi, sempat digaungkan sebuah pesan bahwa, “It’s okay to just sit on the couch and do nothing!” Wajar, karena saat pandemi, nggak semua orang bisa menjaga semangatnya untuk terus bekerja.
Dalam salah satu content-nya, akun @careercontessa, mengatakan, “You are not ‘working from home’, you are ‘at your home, during a crisis, trying to work’!”
Ehem, siapa yang baca kalimat barusan rasanya langsung kepingin kode-in atasan? Atau, mungkin, Mommies adalah si Bu Boss? Coba, sebelum tahu lebih banyak mengenai alasan mengapa produktivitas tim bisa menurun, tanya, deh, sama diri sendiri, setuju, nggak dengan statement di atas?
Baca juga: Atasan Mendadak Micromanage Selama WFH, Harus Bagaimana?
Sambil sama-sama mengumpulkan mood dan semangat kembali bekerja dengan situasi normal yang baru, yuk, jelajahi alasan kenapa seorang atasan bisa merusak produktivitas tim, supaya sebagai Bu Boss, kita bisa waspada.
Memang, sebagai leader, kita punya tanggung jawab untuk membimbing anggota tim dalam mencapai target. Tapi, bukan berarti segala cara yang mereka lakukan harus selamanya berdasarkan approval Anda. Ada saatnya untuk percaya saja dengan kemampuan mereka dan membiarkan mereka melakukannya dengan caranya sendiri.
Selama ini, ketika memberikan tugas, apakah Anda benar mendelegasikan tanggung jawab dan mempercayakan sepenuhnya pada tim? Atau hanya berharap dibantu oleh tim? Paham, kan, bedanya?
Penting untuk menjadi atasan yang jujur, dalam arti jelas menyampaikan ekspektasinya. Pastikan Anda dan tim sudah sama-sama sepakat mengenai hal apa yang diutamakan dari pencapaian tahun ini.
Baca Juga: Ini 8 Harapan dari Karyawan untuk Para Atasan
Sama halnya dengan kritik, pujian juga penting untuk Anda sampaikan pada tim. Berlakulah adil, agar anggota tim Anda paham apa yang perlu mereka perbaiki ketika mengalami kegagalan, serta apa yang perlu mereka tingkatkan ketika berhasil dengan pekerjaannya.
Tentukan waktu pengerjaan sebuah proyek berdasarkan kemampuan tim. Biarkan mereka menjalankan workflow-nya tanpa Anda mengganggu dengan terus menagih pekerjaan sebelum deadline. Encourage, don’t discourage!
Jangan berharap editor Anda bisa selesai mengedit video dengan cepat, kalau program di komputernya aja masih jauh dari latest version. Atau jumlah artikel bisa banyak kalau jumlah tim lu lagi-lu lagi alias hanya secimit. Sebagai atasan, kita tidak bisa selalu mengesampingkan kebutuhan karyawan, terutama bila hal tersebut menjadi penentu hasil kerja mereka.
Bicara soal bekerja dari mana saja (rumah atau kantor), sepertinya sudah tidak lagi bisa dibilang mustahil. Terutama bila jenis pekerjaan yang dijalani memang tidak mengharuskan karyawan untuk stay di kantor. Mobile working, selama bisa terselesaikan, kenapa tidak?
Yang namanya absen, nggak selamanya karena sakit. Ya, masa mau nunggu karyawan sakit dulu, baru dibolehkan mengambil cuti, sih? Coba ingat lagi, saat karyawan Anda kembali bekerja sehabis liburan bareng keluarganya, bukankah semangatnya otomatis ikut meningkat?
Tidak cukup hanya menyampaikan ekspektasi perusahaan maupun atasan pada tim. Mereka juga perlu dibekali pelatihan agar kemampuannya berkembang, sehingga performanya semakin nyata.
Di saat-saat seperti sekarang ini, seberapa sering Anda memberikan motivasi pada tim? Sekadar memastikan mereka dan keluarganya dalam keadaan baik-baik saja, sebelum mendelegasikan tugas, misalnya? Begitu juga ketika keadaan perusahaan sedang tidak menentu. Sebisa mungkin, hindari timbulnya ketakutan dan kecemasan pada tim.