Mulai dari cara menyebut alat kelamin yang benar, mandi bareng anak hingga bagaimana ketika anak memergoki orang tua berhubungan seks. Psikolog Anak menjawab!
Urusan memberi edukasi seks pada anak kerap kali masih membuat orang tua maju mundur dan bingung. Bingung mau mulai dari mana, merasa jengah membahas tentang seks karena orang tua kita dulu juga nggak membekali kita, semua kita cari tahu sendiri.
Namun di era ketika informasi bisa dicari melalui dunia maya, rasa-rasanya sudah sangat penting sih memastikan anak kita mempunya bekal yang cukup seputar organ reproduksi, seks hingga tanggung jawab seksual. Dan itu adalah hak anak untuk mendapat pendidikan yang tepat dari kita, orang tuanya.
Berikut pertanyaan-pertanyaan seputar edukasi seks yang kerap membuat orang tua bingung plus sungkan untuk mengajarkan ke anak. Jawaban saya rangkum dari hasil IG Live saya dengan mbak Vera Itabiliana S.Psi., Psikolog, seorang psikolog anak dan remaja.
Sebut dengan nama yang benar. Penis dan vagina. Sama seperti kita mengajarkan bagian anggota tubuh lain ke anak, seperti mata, telinga, hidung, mulut, tangan, perut, ya hal yang sama juga berlaku untuk penis dan vagina. Takut kalau anak tiba-tiba nyeplos di depan banyak orang? Bisa kok sambil ajarkan anak mengenai bagian tubuh yang privasi, siapa saja yang boleh sentuh daan bagaimana sebaiknya anak tidak menyebutkan di depan umum apalagi dijadikan bahan ejekan atau becandaan.
Sebelum usia 5 tahun masih boleh, lewat dari lima tahun sebaiknya jangan. Fokusnya di sini lebih kepada kemandirian anak, bahwa di usia 5 tahun ke atas, anak sudah waktunya belajar mandi sendiri. Saat masih bisa mandi bareng anak, ini bisa jadi waktunya orang tua mengajarkan anak tentang anatomi tubuh dan perbedaan antara perempuan, dan laki-laki.
Walau anak tidak bertanya mengenai apa yang kita lakukan, kita wajib menjelaskan ke anak. Kita sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap apa yang terbentuk di dalam pikiran anak, lho! KIta harus tahu, ketika anak melihat sesuatu, apa sih persepsinya dia? Tanya ke anak, misalnya, “Semalam adek lihat apa waktu kebangun?” Kalau anak tidak ngeh, bisa jadi dia tidak ingat, nah selamat deh :D. Ya sudah. Bisa dilupakan.
Namun jika anak merekam jelas apa yang dia lihat, maka orang tua wajib memberi penjelasan. "Menurut kamu, papa mama lagi ngapain?" Takutnya, adegan yang anak lihat bisa dia anggap sebuah tindakan yang menyakiti salah satu orang tuanya. Maka penjelasan yang sepatutnya perlu diberikan oleh orang tua. Jelaskan bahwa itu yang namanya hubungan suami isteri. Sebuah ungkapan rasa sayang antara papa dan mama. Jangan lupa juga untuk meminta maaf ya ke anak. "Maaf ya, seharusnya kamu nggak boleh lihat." Bisa jadi anak merasa takut atau tidak nyaman, nah, kita bertanggung jawab atas perasaan-perasaan tidak nyaman yang anak alami.
Yang pasti, sebelum itu semua terjadi, hahaha, agar nggak telat. Ketika anak mau memasuki akil balik, biasanya kan terjadi perubahan tuh entah itu secara fisik, mood, atau nafsu makan, nah anak yang nggak paham kenapa ini semua terjadi bisa menganggap atau merasa dirinya itu aneh. Ini yang bahaya, kalau sampai anak merasa aneh terhadap dirinya sendiri.
Kapan waktu yang tepat? Nggak ada patokan, tapi biasanya ada beberapa cara. Disesuaikan dengan materi belajar di sekolah, kan biasanya kelas 4 atau 5 SD sudah ada pelajaran tentang bentuk tubuh yang berubah, mengenai haid dan mimpi basah, bisa kita samakan dengan momen di sekolah agar lebih nyambung. Bisa juga ketika kita melihat mulai adanya perubahan bentuk pada tubuh anak.
Ingat juga bahwa ketika anak sudah menstruasi atau mimpi basah, jangan ketinggalan menjelaskan mengenai tanggung jawab seksual yang akan mereka miliki. Misalnya, bahwa ketika mereka sudah memiliki sel telur atau sperma, maka bisa terjadi kehamilan.
Yuk, jadikan edukasi seks sebagai pendidikan yang memang wajar untuk kita sampaikan ke anak-anak.