Sorry, we couldn't find any article matching ''
Begini Rasanya Terjebak di Rumah Bersama Orangtua
Ditulis oleh: Pilar Sidharta (12 Tahun)
Setelah Indonesia menyuruh rakyatnya untuk ‘self isolate’ dengan meliburkan sekolah sampai entah kapan, anak-anak tidak punya pilihan lain selain terjebak dengan orangtua di rumah.
Pintu rumah tertutup. Seluruh aktivitas hanya sebatas kamar tidur, ruang tamu, dapur (mungkin bisa juga sih, nyelonong ke pintu tetangga, tapi buat apa juga). Rumahku, duniaku, bersama ayah ibu, dan dua kucingku yang sangat pemalas yang kerjaannya hanya berguling-guling di atas karpet.
Dari Tidur Hingga Tidur Lagi
Hari-hariku di rumah adalah ritual mengulang hari. Ritual selama puasa ini: bangun tidur, sahur, lanjut belajar, buka game, mandi, buka game lagi, belajar lagi, nyiapin buka, buka, tarawih, tidur. Dan, repeat. Bangun, makan, kenyang, ngantuk, lapar, ngantuk, kenyang, ngantuk, tidur.
Tiap hari melakukan hal yang sama. Tiap hari mengeluhkan hal yang sama. Di sela-sela itu, ada sih, tugas-tugas rumah yang setiap hari sama, kecuali kalau disuruh (kalau ayah atau ibu sedang beres-beres).
Rasanya seperti robot. Tugasnya itu-itu saja. Aku stuck dengan jadwal yang ditentukan orangtua. Ada kalanya, aku merasa kewalahan dengan tugas rumah dan tugas sekolah. Perasaanku agak aneh, di antara males, tapi karena stuck dan nggak ada kerjaan lain, ya sudah. Kulakukan saja. Lagipula mau ngapain? Memangnya ada pilihan lain?
Keluar rumah, takut. Mau olahraga, capek karena lagi puasa. Hhhh. Jadi inget Patrick di Spongebob, yang pernah ngeluh, “Habis bangun tidur, makan, tidur, bangun lagi, makan tidur, bangun, makan dan tidur seumur hidupku tanpa istirahat. Aku butuh istirahat dari kesibukan keseharianku.”
Rebutan Kuota
Dua minggu pertama SFH, jatah kuota internet untuk sebulan sudah habis. Shock banget rasanya. 100 GB kok cepat sekali habisnya. Langsung, deh, aku jadi tertuduh. “Pasti ini gara-gara game!” Dudududu…Dua minggu berikutnya, aku menderita. Hanya mengandalkan jatah kuota dari handphone yang cuma 1-2 jam habis. Main game-ku kena banned. Nyaris tiap hari selalu ada pertengkaran gara-gara perkuotaan ini.
Padahal selain game, kebutuhan makanan internet keluarga kami cukup tinggi. Buat belajar, nonton streaming, musik, belum lagi buat zoom ayah ibu dan aku, yang nyaris ada terus. Tiap hari harus kirim laporan ke sekolah, yang semuanya file berukuran besar: PDF, foto, video. Ahh! Pernah aku menghabiskan waktu berjam-jam demi untuk mengirim satu file, yang tidak sampai-sampai.
Aku kira, karena insiden boros kuota ini, orangtua akan ganti provider. Aku udah seneng bayanginnya. Eh, ternyata tidak. Kata ibu, bertengkar itu nggak apa-apa. Sepi kalau nggak ada yang diributin. Setiap tindakan itu punya konsekuensi. Bla…bla…bla… Akhirnya kesepakatan baru pun dibuat, diberlakukan diet kuota setiap minggunya, agar jatah sebulan itu tidak habis sebelum waktunya.
Tak Punya Privasi
Setiap kali aku di depan laptop, ibu akan curiga. “Lagi ngapain, Pi?” Memang sih, aku baru mau main game. Tapi, kan, semua tugasku sudah selesai. Kalau sedang ada tugas yang kukerjakan, dikit-dikit ditanya, “Udah belum?” Aku buka WA sebentar, dikomenin, “Lihat hape terus dari tadi!”
Teman Ngobrol
Kangen juga ngobrol dengan teman sebaya. Ngobrol yang nggak penting. Di rumah, kalau aku sedang ingin ngobrol dengan ibu, ada saja yang lagi dia lakukan. “Lagi ninggalin kompor nyala nih!” Atau apalah. Obrolannya seputar tugas-tugas rumah, nyuruh ini itu. Kadang ikutin percakapan ayah ibu, tentang korona, politik, nostalgia masa kecil, sampai soal mi instan terenak.
Kalau aku yang cerita, tentang game, SCP (secure contain protect), atau video yang aku tonton di Youtube, orangtua akan bengong-bengong aja. Nggak tahu deh, mereka paham apa nggak.
Walaupun banyak nggak enaknya, banyak bosannya, kalau dilihat lagi sebetulnya ada yang beda. Video atau film yang aku tonton berbeda, halaman buku yang aku baca berbeda, berita yang aku temui berbeda, tantangan di game yang aku mainkan berbeda, latihan soal yang kukerjakan beda, masalah yang aku hadapi berbeda.
Semuanya membuat aku tetap merasa bertumbuh tanpa harus keluar dari pintu rumah.
Lagipula, hidup kan nggak cuma tentang hal-hal yang enak-enak aja kan. Jadi kalian yang masih terjebak juga dengan orangtua di rumah, sabar ya!
Baca tulisan Pilar lainnya di sini:
Ini yang Aku Rasakan Selama Sekolah #dirumahaja
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS