banner-detik
KIDS

Kenali Kelemahan Lewat 7 Gaya Belajar Anak

author

Mommies Daily11 May 2020

Kenali Kelemahan Lewat 7 Gaya Belajar Anak

Ditulis oleh: Ficky Yusrini

Kelemahan dalam gaya belajar justru bisa menjadi challenge yang perlu ditaklukkan anak. Tidak untuk menjadi juara kelas, tapi bagaimana dia bisa mengalahkan dirinya sendiri.

Minggu-minggu ini seru banget dengerin curhatan beberapa teman emak-emak tentang tugas sekolah anak …

Ada yang sibuk broadcast minta likes untuk tugas foto/video

Ada yang kesal diteror guru karena anaknya santai-santai belum mengumpulkan tugas

Ada yang kasihan melihat anaknya stres mengerjakan puluhan soal dalam sehari.

Ada yang bete, “Sekolah gue yang bayar, kenapa juga gue yang sibuk ngerjain tugas anak!”

Ada juga yang pening baca soal matematika. “Gue lagi gemesh. Masa ada PR disuruh mencari luas dan volume prisma segilima tak beraturan. Apa gunanya tu rumus buat hidup gue?!”

Mereka yang sekolahnya cukup santai dari tugas, juga punya keresahan lain. “Anak gue kok nggak disuruh apa-apa. Terus selama di rumah ini dia belajar apa, dong!”

Yang jelas, kita bisa menikmati, masa-masa #dirumahaja ini, linimasa medsos banyak berseliweran video anak (yang sebetulnya bagian dari tugas sekolah). Selama mendampingi anak di rumah, saya mencoba mencari tahu, seperti apa gaya belajar anak saya. Terlebih, dikaitkan dengan pembelajaran online seperti sekarang.

Kenali Kelemahan Lewat 7 Gaya Belajar Anak - Mommies Daily

7 Gaya Belajar

Tentang gaya belajar anak, mengacu pada kecerdasan majemuk yang dipopulerkan oleh Dr. Howard Gardner, secara umum ada 7 macam. Antara lain:

Visual

Anak lebih suka belajar menggunakan gambar, foto, video, animasi. Paling cepat paham kalau lihat Youtube.

Aural atau auditori

Tipe pendengar yang baik. Tersiksa kalau disuruh berlama-lama baca. Menikmati belajar dengan musik, penjelasan dari suara, audiobook, podcast atau rekaman.

Verbal

Anak lebih suka penjelasan lewat kata-kata, baik dijelaskan secara langsung, maupun lewat tulisan. Mudah paham dengan membaca buku, transkrip, atau modul.

Kinestetis atau fisik

Tidak bisa diam. Banyak gerak. Lebih suka belajar utak-atik menggunakan tangan, tubuh, dan sentuhan. Senang diajak bikin-bikin diorama, handicraft, dan sebagainya.

Logika

Puas banget kalau dikasih kuis, games, atau aktivitas yang berhubungan dengan logika. Tipe seperti ini enjoy kalau dikasih pembelajaran dari aplikasi seperti Kahoot dan Quizzes.

Sosial

Tipenya suka rame-rame dalam grup atau belajar dengan teman. Mereka aktif kalau diajak diskusi, kerja atau proyek kelompok.

Soliter atau intrapersonal

Punya daya konsentrasi yang bagus. Independen. Anak lebih suka belajar sendiri, mencari tahu sendiri. Tugas seperti membuat narasi, review, tulisan, bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

Menggali Kelemahan

Tidak semua anak betah disuruh duduk diam berlama-lama di depan laptop. Pembelajaran online juga tidak berarti semua materi belajar harus menggunakan gadget. Dari ketujuh gaya belajar itu, setidaknya pasti ada satu atau dua tipe yang dimiliki anak. Namun, tidak berarti anak hanya distimulasi dengan satu jenis pendekatan saja. Misalnya, begitu tahu anak kita tipe visual, lantas hanya disodorkan materi-materi Youtube atau buku-buku bergambar saja.

Saya pribadi justru akan fokus pada kelemahan anak. Gaya belajar yang mana yang nggak banget.

Di usia-usia di atas 10 tahun, sedang masanya untuk melakukan eksplorasi terhadap kekuatan minat dan bakat anak, serta menggali potensi anak. Tapi, bukan berarti, stimulasi hanya berfokus pada kekuatan dan hal-hal yang menjadi minat anak saja. Dalam tradisi pendidikan klasik, salah satu tujuan pendidikan adalah agar anak mampu membangun relasi pengetahuan dari berbagai subyek yang dipelajarinya.

Misal, anak saya yang sekarang duduk di bangku SMP, tidak suka menggambar. Saya akan tetap menjadwalkan aktivitas menggambar dan memperkenalkannya pada berbagai lukisan maestro, sebagai bagian dari studi seni. Anak paling nggak suka tampil di video, dengan adanya tugas sekolah buat video, mau tidak mau dia kerjakan juga tugasnya.

Anak paling tersiksa dengan gaya belajar kinestetis. Segala yang berbau fisik, membuatnya menderita. Saya justru ajak dia stretching setiap hari. Saat mendapat tugas membuat diorama dari sekolah, dia jadi sibuk membuat konsep dan jadilah diorama sekadarnya.

Anak juga bukan tipe sosial. Selama ini, dia selalu tersiksa dengan tugas kelompok, karena ujung-ujungnya dia yang ngerjain semuanya. Zoom meeting sekolah buat dia sekadar kewajiban. Boro-boro bersuara. Saking bosannya, dia bisa sampai ketiduran. Tapi dari situ, dia bisa belajar tentang kerjasama, kolaborasi, dan kepedulian terhadap teman-temannya.

Kelemahan dalam gaya belajar justru bisa menjadi challenge yang perlu dia taklukkan. Tidak untuk menjadi juara kelas, tapi bagaimana dia bisa mengalahkan dirinya sendiri.

Baca juga:

Anak Slow Processing Speed Bukan Berarti IQ Rendah

Life Skill yang Dipelajari Anak Selama Karantina

10 Tanda Kesehatan Mental Anak Saat Pandemi

Share Article

author

Mommies Daily

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan