“This is a man’s world, but it wouldn’t be nothing without a woman or a girl” ~James Brown, 1966
Kita semua tahu betapa pemerintah dan tim medis memegang peranan yang besar dalam memerangi pandemi ini. Memang, tidak semuanya bekerja dengan hasil yang memuaskan, tapi, dunia cukup dibuat kagum dengan strategi yang dilakukan oleh negara-negara yang kebetulan memiliki wanita sebagai pemimpinnya. Demikian pula para dokter, yang dari awal berperan mencari tahu tentang penyakit COVID-19 itu sendiri, hingga PR yang sampai sekarang masih harus mereka tuntaskan, yakni mencari vaksin dan pengobatan demi mengakhiri pandemi ini.
Layaknya Themyscira, iya, rumahnya Diane si Wonder Woman yang isinya para women warriors, in real life, jagoan-jagoan kaum hawa ini beneran eksis, lho.
Menjabat sebagai kanselir Jerman selama 14 tahun, kian membuktikan bahwa strategi yang Merkel lakukan dengan didasarkan ilmiah, pada akhirnya dapat segera membuat keadaan membaik. Menurutnya, penanganan COVID-19 harus fokus terhadap cara untuk tidak membebani sistem kesehatan yang berjalan, yaitu dengan memperlambat virus. Pandangannya ini dinilai berbeda dengan pandangan para anggota politik pada umumnya, yang didominasi laki-laki. Lothar de Maiziére, perdana menteri Jerman Timur pun mengakui kehebatan Merkel.
Sebagai presiden Taiwan, Tsai Ing-Wen dinilai cukup gesit menangani penularan virus corona bagi 24 juta warganya, yaitu dengan memblokir penerbangan yang datang dari China, Hong Kong, dan Makau, melakukan rapid test, dan memperkenalkan 124 langkah untuk membendung penyebaran virus tanpa harus melakukan lockdown. Ia juga menggenjot produksi APD seperti masker, bahkan mengirim 10 juta masker ke Amerika Serikat. Langkah yang ia lakukan membuat kasus corona di Taiwan hanya sebanyak 393 pasien dan enam kematian. Ia pun dijuluki sebagai pemimpin dengan pengelolaan krisis virus terbaik di dunia.
Dua minggu sejak kasus pertama muncul, Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Arden meminta semua pendatang dari luar negeri untuk mengisolasi diri selama dua pekan, meski saat itu di sana baru ada 6 kasus. Selanjutnya, secara bertahap, Adern meningkatkan pembatasan sosial, ia juga melarang warga asing untuk masuk ke Selandia Baru, saat itu sudah ada 102 kasus, namun 0 korban meninggal. Ia sadar betul Selandia Baru tidak memiliki fasilitas kesehatan sebanyak negara-negara lainnya, karena itu ia harus bergerak cepat.
Sebagai direktur Departemen Pengobatan Pernapasan dan Perawatan Kritis di Rumah Sakit Terpadu Cina dan Kedokteran Barat provinsi Hubei, Zhang Jixian dipuji karena menjadi dokter yang pertama kali memperingatkan para medis dari coronavirus novel. Ia menyebut bahwa coronavirus ini seperti patogen alien yang patut diwaspadai manusia. Departemen SDM dan komisi kesehatan Hubei memberikan penghargaan kepada Zhang atas layanan, kepemimpinan dan kerja kerasnya dalam perjuangan melawan COVID-19 dan menyebutnya sebagai orang pertama yang melaporkan epidemi di provinsi Hubei.
Sebagai dokter senior di Tirana, Albania, banyak tantangan yang dihadapi Kolovani bersama dengan koleganya sesama tim medis, karena masing-masing pasien COVID-19 memiliki kebutuhan yang unik. Tidak hanya berurusan dengan virus, tetapi mereka juga perlu membantu pasien menghadapi dampak psikologis yang terjadi. Semua staf medis di rumah sakit bekerja lebih lama, namun menurut dokter Kolovani, perawat, yang sebagian besarnya adalah wanita merupakan pahlawan yang sejati. Mereka melakukan tugas paling sulit. Dengan APD terbatas, merekalah yang membantu pasien, dari mengisi dokumen, mengambil hasil tes, membantu terapi, sampai merapikan tempat tidur pasien.
Sebagai ahli imunologi virus yang bekerja dengan Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular dan memiliki hampir 10 tahun pengalaman penelitian yang berhubungan dengan patogenesis virus dan kekebalan, dr. Kizzmekia S. Corbett menjadi pemimpin ilmiah untuk tim coronavirus yang berbasis di Seattle. Ia dan tim memulai pekerjaannya pada bulan Januari ketika para peneliti pertama kali belajar bagaimana COVID-19 menular dan bagaimana penyebarannya terjadi dengan mudah.
Mengacu pada artikel di World Economic Forum, secara global, 70% staf kesehatan dunia yang kini kita juluki sebagai pahlawan di garda terdepan digeluti oleh wanita. Sangat berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa hanya 25% wanita yang mendapat posisi sebagai pemimpin negara. Karena, bagaimanapun juga, tidak dapat dipungkiri bahwa peran wanita dalam memerangi COVID-19 di dunia saat ini sangatlah penting. Shout out to them!
Baca juga: