banner-detik
SELF

Beratnya Jadi Orangtua Zaman Sekarang

author

Mommies Daily11 Mar 2020

Beratnya Jadi Orangtua Zaman Sekarang

Ditulis oleh: Ficky Yusrini

Pernahkah merasa jadi orangtua sekarang itu tantangannya lebih berat dibanding dulu? Masa, sih!

Jo, Meg, Beth, dan Amy March adalah empat perempuan bersaudara yang tinggal bersama ibu mereka di New England. Ayah mereka pergi bertugas ke medan perang. Secara finansial mereka hidup pas-pasan, hingga Jo merasa perlu mencari uang untuk meringankan beban ibunya. Gadis-gadis March ini hidup di abad ke-19. Kisah hidup mereka bisa kita saksikan dalam film Little Women, yang belum lama beredar dan termasuk salah satu film nominasi Oscar.

Jadi anak-anak di zamannya Little Women kelihatannya menyenangkan, ya! Alamnya indah, masih asri. Belum ada televisi dan gadget (medsos juga) seperti sekarang, anak-anak terbiasa bermain bebas dan tidak banyak distraksi. Anak-anak terlihat lebih manis, penurut, mudah diatur. Satu pelajaran menarik yang bisa diambil dari film ini adalah gambaran tentang tantangan menjadi orangtua pada masa itu.

Tantangan Orangtua Zaman Sekarang - Mommies Daily

Bagaimana dulu

Apakah jadi orangtua selalu sesulit ini? Dulu (abad 19) juga tidak kalah berat. Perang menghantui. Belum lagi, nutrisi yang memadai, vaksin serta antibiotik, belum tersedia seperti sekarang. Mobilitas juga tidak semudah sekarang. Belum lagi dari sisi teknologi, perubahannya luar biasa.

Saat kita (saya) lahir, belum ada smartphone dan internet. Jangankan komputer, televisi saja masih konde gendut hitam putih dan satu kanal: TVRI. Sebuah kehidupan yang tidak bisa dibayangkan oleh anak kita sekarang. Bicara soal kemudahan, tentu banyak sekali kemudahan yang kita peroleh dalam pengasuhan anak.

Yang membuat terasa lebih sulit sebetulnya adalah adanya tolok ukur untuk menjadi ‘orangtua yang baik’ yang telah bergeser. Kalau dulu, ‘orangtua yang baik’ adalah mereka yang mampu memenuhi kebutuhan mendasar anak, seperti makan dan tempat tinggal. Bisa menyekolahkan anak, mengajarkan pada anak untuk bersikap sopan, hormat, dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Menurut Diane Wagenhals, Director Parenting Resource and Education Network, lima puluh tahun yang lalu, konsep orangtua yang disebut sukses adalah mereka yang anak-anaknya berhasil dalam pendidikan dan perilakunya sesuai norma sosial.

Ledakan Informasi

Dulu, dalam ranah psikologi, informasi tentang psikologi anak belum pesat. Belum banyak yang diketahui tentang dunia emosional anak-anak. Kemudian belakangan muncul banyak informasi baru tentang tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak. Bukan hanya tentang bagaimana anak-anak harus tumbuh secara fisik, tetapi juga tumbuh secara sosial, mental, emosional, dan intelektual. Seiring munculnya berbagai teori pemahaman baru ini, muncul tekanan baru pada orangtua, agar tidak hanya mendidik anak-anak yang patuh, tetapi juga individu yang sehat secara mental dan relasi dengan orang lain.

Sekarang, kita tidak lagi bisa mengatakan, “They grow by themselves.” Makanya, jangan heran jika sekarang bisa saja ditemui, anak yang diasuh baik-baik, dari keluarga yang mapan finansial, terfasilitasi, terpelajar, tapi lalu muncul kasus bunuh diri atau depresi. Ada pula kasus kecanduan, kekerasan, pornografi, dan berbagai kasus kenakalan remaja lainnya.

Saat ini, kita juga sedang menuai perilaku kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Kasus perundungan jamak di mana-mana. Entah anak sebagai korban atau pelaku, tugas orangtua sama-sama berat. Belum lagi, anak yang tidak punya etika. Sulitnya, seringkali kita tidak bisa mengacu pada bagaimana orangtua kita dulu mendidik kita. Paparan dan lingkungannya sudah jauh berbeda. Diceramahin? Malah mantul, Dikerasin? Mental.

Rebooting Teknologi

Bisa dibilang, saat ini kita memasuki era rebooting teknologi. Terjadi disrupsi di mana-mana. Futurist Gerd Leonhard memerikan, dalam 20 tahun ke depan akan ada banyak sekali perubahan dibandingkan dalam 300 tahun. Teknologi 5G, AI, automasi di segala bidang, manusia yang ditanam chip komputer, dan entah apa lagi. Sapiens akan berevolusi menjadi hibryd yang baru. Masa depan yang cukup mencemaskan. Akan seperti apa tantangan yang dihadapi anak-anak kita nanti.

Kecemasan itulah yang membuat banyak orangtua menjadi tidak percaya diri. Bagaimana memberikan bekal yang terbaik untuk anak? Sekolah bagus, les ini itu, belajar skill macam-macam, kemudian seolah terjadi kompetisi. “Waduh, si A anaknya dilesin coding, si B anaknya juara turnamen, si C anaknya pakai metode anu, dan sebagainya.” Selama masih terus melihat dan membandingkan dengan orang lain, kita akan selalu merasa anak kita tertinggal.

The end of the world

Pemanasan global dan krisis iklim juga menjadi salah satu sumber kecemasan orangtua. Kalau membaca jurnal ilmiah tentang perubahan iklim, yes, the end of the world is near. Ibaratnya bumi sebagai bus yang sedang kita tumpangi, sedang meluncur ke jurang, jika kita tak mau berubah. Akan tetapi, semuram apa pun masa depan, selalu ada ruang untuk optimisme. Bukan tidak mungkin, pada zamannya anak-anak kita nanti, teknologi bisa menjadi solusi.

Parenting Hari Ini

Lantas bagaimana menjadi ‘orang tua yang baik’ untuk sekarang? Teorinya juga macam-macam. Dalam psikologi anak, menurut Diane, fondasi yang terpenting adalah tiga hal: perhatikan kesehatan emosional dan relasi anak. Perhatikan rasa percaya diri anak. Dan, jalin kedekatan batin dan kepercayaan dengan anak. “Ini adalah fondasi agar anak-anak Anda dapat mengatasi segala tantangan dan akan berpengaruh pada perilaku dan karakter mereka,” ungkap Diane.

Baca juga:

Kesalahan Orang tua yang Sulit Dimaafkan Hingga Anak Dewasa

Agar Anak Tumbuh dengan Mental yang Sehat

Hubungan yang Paling Penting Untuk Dijaga: Hubungan dengan Diri Sendiri

Share Article

author

Mommies Daily

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan