Sorry, we couldn't find any article matching ''
Menjadi Teman Bagi Mereka yang Depresi Saat Hamil
Tidak semua wanita siap menghadapi kehamilan, banyak yang justru depresi. Sebagai teman, kita bisa bantu dengan hal ini.
Buat pasangan yang sudah lama menantikan kedatangan si kecil, kabar kehamilan tentu membawa rasa bahagia dan haru. Namun, tidak sedikit wanita yang tidak berharap akan hal yang sama, apalagi mereka yang memang belum menikah, yang harus mengalami unplanned pregnancy. Apapun latar belakang dari kehamilan yang terjadi, sebagai orang terdekat yang sudah tahu rasanya menjadi ibu, peran kita bukanlah untuk menasihati mereka, apalagi dengan kalimat toxic, menyalahkan keadaan yang sudah terjadi. Sebaliknya, jadilah penyemangat mereka menghadapi due date.
Baca juga: Kenapa Kesehatan Mental Begitu Penting untuk Jadi Orangtua yang Lebih Baik
Dari film Dua Garis Biru, saya belajar bahwa ketika anak perempuan kita hamil di luar nikah, mau seberapa tidak terimanya kita dengan keadaan, sebagai ibu, kita punya tanggung jawab untuk memastikan anak kita baik-baik saja, terutama saat dirinya sendiri juga frustrasi menghadapi kenyataan. Kita semua tahu, bahwa kebutuhan nutrisi calon ibu dan janin harus selalu terpenuhi. Bayangkan kalau secara mental saja si ibu nggak sehat, gimana mau mikirin nutrisi?
Karena selain perubahan hormon saat hamil, faktor psikologis dan sosial juga berpengaruh besar terhadap perkembangan kesehatan mental seseorang. Menurut Dr. Lauren M. Osborne, M.D, asisten direktur dari The Women’s Mood Disorders Center di John Hopskins University School of Medicince, dukungan sosial yang buruk merupakan faktor kuat seorang wanita hamil mengalami gangguan mental atau depresi, yang bila makin parah bisa berujung pada gagalnya bonding antara ibu dan anak. Worst, pada si ibu bisa timbul keinginan untuk membahayakan diri sendiri, bahkan mencelakai bayi.
Yuk, saatnya kita menjadi support system yang sesungguhnya, yang mengedepankan kesehatan si ibu dan bayi, memastikan bahwa mereka akan baik-baik saja.
1. Mendengarkan tanpa menyalahkan
Kalau kita kebetulan dianggap sebagai teman dekat karena menjadi yang pertama kali diberitahukan mengenai unexpected pregnancy yang dialami teman sendiri, satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah: Jadilah pendengar! Please, no judging, negur, bahkan marah-marah hanya karena mereka melakukan kesalahan. Percayalah, membuat mereka menyesal tidak akan mengubah keadaan. Hadapi hari esok, means, bantu mereka menjalani kehamilannya dan memastikan janinnya sehat. Kita nggak akan pernah tahu betapa sesederhana menemani konsultasi ke dokter akan sangat membantu mengurangi depresinya.
2. Tanyakan keadaan dirinya
Selain memastikan janinnya baik-baik saja, tanyakan juga keadaan dirinya, is she really okay? apa yang masih membuatnya khawatir? apa yang bisa kita lakukan untuk membantu membuatnya merasa lebih baik? Share pengalaman serunya menjadi ibu, tanpa membuatnya merasa ketakukan. Saya ingat betul saat hamil, paling seneng, deh, kalau ada orang dekat yang bilang, “Yuk, sini kutemenin makan enak!” Buat saya, artinya mereka paham, kalau ibu hamil nggak sekadar perlu asupan nutrisi, tapi harus yang bisa bikin mood lebih happy.
3. Bantuan yang lebih nyata
Well, semua orang pasti mendoakan yang terbaik buat ibu dan bayi. Namun, ada bantuan yang jauh lebih dibutuhkan oleh calon ibu yang sedang mengalami depresi. Bisakah kita memberikan bantuan tersebut? Depresi memang merupakan gangguan mental, tapi bisa diobati. Dan kita pun bisa memberikan bantuan nyata, sesimpel membawa teman kita ke komunitas yang mendukung sesama ibu, bahkan ke dokter dan psikolog sekalipun (namun tentu, bila ia merasa nyaman). Mengunjungi psikolog bukan hal yang tabu, kok!
4. Berikan keyakinan
Banyak ibu hamil yang ketika mengalami depresi enggan mencari bantuan, hanya karena mereka khawatir, apakah dengan dinyatakan mengalami gangguan mental, mereka akan dijauhkan dari bayi begitu melahirkan? Apakah dengan begitu, mereka dianggap tidak pantas untuk merawat dan mengasuh bayi? Yang mereka butuhkan adalah keyakinan, afirmasi bahwa meskipun berat, semua akan bisa dilewati. Bagaimana pun keadaannya, mereka bisa menjadi ibu yang baik.
-
Perlu diingat, bila kita sejak awal sudah bertekad dan merasa mampu untuk membantu, maka, konsistenlah dalam memberikan bantuan. Kalau kita hanya mampu sebatas basa-basi tanpa memberikan sesuatu yang berarti, maka mundurlah. Sadarlah akan kemampuan kita sebagai teman, tidak perlu memaksakannya untuk menjalani saran yang kita berikan. Bila ia menolak, jangan juga jadi kitanya yang baper. Karena berhadapan dengan mereka yang depresi merupakan beban emosional yang cukup besar bagi kita. Pastikan kita siap menghadapinya.
Baca juga: Trend Kehamilan di Kalangan Ibu Millennial
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS