Selagi mama masih bisa menemani, yuk, benahi hubungan yang kita miliki.
Bicara soal hubungan antara seorang anak yang sudah menjadi ibu, dengan ibunya sendiri, memang sangat amat beragam, ya. Ada yang hubungannya adem ayem, ada yang berantemnya nggak kelar-kelar, ada yang gengsi tingkat dewa, padahal satu sama lain saling membutuhkan, ada juga yang segitu menghormati orangtua, terutama mama, sampai posisi pasangan jadi nomor dua.
Bagaimanapun hubungan kita dengan ibu, tidak ada salahnya untuk diperbaiki. Kalau buat saya sendiri, memiliki hubungan yang baik dengan mama itu penting, sebagai bekal masa depan, karena saya pun berharap bisa berhubungan dengan baik saat anak saya menjadi ibu.
Mothers will (forever) be mothers! Bukan baru kali ini, kan, ngadepin ibu yang cerewet, yang apa-apa ditanyain. Ya, meski kita sendiri sudah punya anak, kita tetap anaknya, artinya, seumur hidupnya ia akan terus khawatir sama kita. Namun, sebagai anak yang kini sudah jadi ibu, kitalah yang perlu bijak menghadapi situasi.
Kita tahu persis, makin tua, tingkah laku seseorang semakin sulit dimengerti, bahkan bisa berubah seperti anak kecil lagi. Coba ingat masa lalu, saat kita masih balita, siapa yang paling bisa mengerti diri kita sendiri, selain mama? Sekarang giliran kita yang seharusnya jauh lebih bisa mengerti. Salah satu caranya, dengan lebih banyak mendengar, tanpa menginterupsi. Masalah kita bakal melakukan perintahnya atau tidak, urusan belakangan.
(Baca: Saat Mama Menjadi Tua, Tolong Ingat Beberapa Hal Ini Nak)
Menghadapi ibu itu bukan seperti menghadapi suami, yang (mungkin) masih bisa pakai gengsi. Percayalah, usia orangtua kita sekarang ini rentan lupa dengan apa yang baru saja terjadi. Misalnya, nih, kemarin dia ngambek dan bilang nggak bakalan lagi minta kita datang ke rumahnya, belum tentu ia masih ingat ucapannya. Buat apa dihadapi pakai gengsi?
Makin banyaknya urusan yang harus dipikirkan dengan peran kita sebagai istri dan ibu, menjadi sangat penting untuk menyelesaikan masalah yang timbul di antara kita dan mama sesegera mungkin. Selain bakalan membuat kepala makin pening, percayalah, kita nggak akan punya waktu (dan tenaga) yang cukup untuk memikirkan masalah tersebut lama-lama.
Ngerasa sering disepelekan, padahal kita juga sudah menjalani peran yang sama dengan mama, yakni menjadi ibu. Namun, kok, masih saja dikomplain terus? “Kamu kalau sudah jadi ibu tuh, bangunnya pagi, dong!”, “Kok, anaknya nggak disuruh tidur siang?”, “Dulu aja mama bisa, tuh, ngurusin kamu sama adik-adik kamu, ini anak baru satu aja udah nyerah?” Memang bikin kuping panas, sih, kalau harus dengar ini setiap hari.
(Baca: 8 Hal yang Diinginkan Oleh Anak Remaja Saya dari Mamanya)
Namun, di sinilah kita perlu bersikap tegas (bersikap, ya, bukan membalas kalimatnya dengan ketus!). Caranya, buktikan kalau KITA BISA menjalani peran sebagai ibu. Termasuk nggak ngasih liat “drama” yang terjadi antara kita dan suami, nggak sedikit-sedikit ngadu dan ngeluh saat lagi pusing menghadapi si kecil, dan tegas saat memang kita merasa tidak perlu bantuan, or choose a support system, yang BUKAN IBU KITA SENDIRI. Percayalah, selama kita masih terlihat “tidak bisa hidup tanpa bantuan ibu”, mereka pun tidak akan melepaskan kita.
Yang namanya trauma memang tidak akan bisa dihindari. Masing-masing dari kita memiliki “rekaman” terhadap cara orangtua memperlakukan kita. Seburuk dan sesulit apapun kita menerima perlakuan mereka, belajarlah untuk memaafkan. Bagaimanapun, ia tetap ibu yang melahirkan dan membesarkan kita hingga menjadi seperti sekarang ini.
Seperti poin-poin sebelumnya, sikap dan tindakan yang bijaksana memang perlu dimulai dari diri sendiri, termasuk dalam berekspektasi. Saat kita berhasil ngomong jujur, “Mama tuh dulu galak, lho, sama aku, sampai aku trauma!” Jangan langsung berharap keadaan akan berubah (ia akan berubah).
Ekspektasi seperti itu hanya akan membuang-buang waktu kita. Hubungan yang memang demikian adanya, karena sudah terbina dari masa kecil, tidak akan bisa berubah 180 derajat dengan mudahnya.
Kalau lagi curhat sama teman atau saudara tentang orangtua, biasanya selalu berakhir dengan bertanya sama diri sendiri, “Apakah saya bakalan jadi seperti mama, ya, kalau sudah tua nanti?” Jawabannya, kita sendiri yang menentukan!