Sorry, we couldn't find any article matching ''
Tanda-Tanda Anak Kebanyakan Aktivitas dan Apa yang Harus Kita Lakukan
Entah karena keinginan orangtua, atau memang karena keinginan anaknya sendiri, aktivitas di luar sekolah semacam les kumon, balet, soccer school, hingga klub catur hari gini sepertinya sudah menjadi jamak.
Memang, sih, selain pendidikan formal yaitu sekolah, anak juga perlu diajarkan keterampilan lain, yang mungkin saja nggak dia dapatkan di sekolahnya. Apa lagi keterampilan khusus itu bukan nggak mungkin jadi kelebihan dan prestasi si anak, kan?
Di aktivitas non-formal itu juga sedikit banyak membantu anak untuk lebih banyak berteman dan mengasah keterampilan bersosialiasi. Jadi sebenarnya aktivitas seperti ini, banyak manfaatnya.
Sayangnya jadi nggak bermanfaat kalau aktivitasnya mulai kebanyakan dan membuat anak-anak jadi stres. Iya, sih, mungkin saja pada awalnya justru anak yang meminta les ini itu, tetapi kita juga harus lihat, apakah aktivitas-aktivitas tersebut malah membuat dirinya tidak punya punya waktu menjadi seorang anak?
(Baca: Influencer di Kalangan Anak SD dan Remaja, Siapa Paling Jadi Idola?)
Dengan kata lain, memiliki aktivitas dan waktu untuk dirinya sendiri. Apa lagi kalau sampai jam makan, dan istirahatnya mulai terganggu. Berikut tanda-tanda anak sudah terlalu banyak aktivitas.
Anak jadi penggerutu atau moody
Coba, deh, kita kembalikan ke diri kita sendiri dulu. Kalau kita sudah terlalu sibuk dan mulai lupa makan, susah buat istirahat, kita yang sudah dewasa ini juga pasti jadi grumpy dan moody, kan? Sama, anak pun akan merasakan hal yang sama.
Nilai di sekolah turun
Biasanya kalau sudah terlalu banyak aktivitas, anak jadi mudah lelah dan nggak fokus. Rasanya semuanya mau dikerjakan. Nilai memang naik turun, tapi kalau sudah begini, biasanya akan terjadi hampir di semua pelajaran. Dan penurunan penilaian akan bersifat konstan, cenderung makin rendah bila tak segera diatasi.
Anak tak lagi excited atas kegiatan yang ia sukai
Tadinya dia yang maksa ingin ikut les balet, lalu kumon, kemudian ikut roller skate setelah pulang sekolah. Awalnya ia excited untuk mengikuti seluruh kegiatan yang ia senangi. Tapi kalau sudah terlalu banyak, biasanya kesukaan anak akan kegiatan favoritnya tersebut mulai menurun. Bahkan bisa saja ia berubah jadi tak menyukainya. Dia akan terlihat malas dan mulai mencari-cari alasan untuk tak melakukannya lagi.
(Baca: Pop Up Class, Pilihan Tepat Buat Anak Latihan Sekolah)
Kalau sudah begini apa yang sebaiknya kita lakukan sebagai orangtua?
Menentukan prioritas
Waktunya mengajak bicara anak. Bicara dan diskusikan mana yang harus diprioritaskan. School is supposed to be on the top of the list. Nggak ada kompromi. Nah, baru setelah itu anak bisa diajak memilih, aktivitas mana yang paling ia suka. Mau nggak mau ada aktivitas favorit yang harus ia korbankan untuk tak lagi ia ikuti.
Schedule Downtime
Coba off kan dulu sementara aktivitas yang ia ikuti. Beberapa aktivitas biasanya mengizinkan anggotanya untuk libur beberapa saat. Pastikan juga selama anak off, ia bisa relaks dan bermain dengan teman sebaya. Bagaimana pun bermain adalah kegiatan anak dan penting dilakukan oleh mereka.
Orangtua juga perlu menahan diri
Nggak perlu terlalu keukeuh juga ketika melihat anak mulai loose terhadap aktivitas-aktivitas yang tadinya ia senangi. Perhatikan juga ketika anak mulai kehilangan minat dan mungkin saja setelah ia coba melakukannya, ia tidak suka.
Pintar-pintar kita sebagai orangtua untuk melihat apakah anak memang tidak berbakat di bidang tersebut, atau hanya karena sedang merasa bosan saja. Walau kadang-kadang gemas juga, karena kita merasa ia bisa melakukannya. Turunkan sedikit ekspektasi, supaya kita dan juga anak nggak perlu merasakan stres.
(Baca: Tugas Berat Ibu dari Anak Laki-Laki: Mengurangi Angka Kekerasan pada Perempuan!)
Share Article
COMMENTS