banner-detik
SELF

Ketika Anak Patah Hati, Mama Juga Patah Hati

author

fiaindriokusumo19 Nov 2019

Ketika Anak Patah Hati, Mama Juga Patah Hati

Pernah membayangkan bagaimana rasanya melihat anak patah hati? Rasanya kayak kita sendiri yang patah hati. Sudah siap dengan hal itu?

Anak Patah Hati - Mommies Daily

Sekitar tiga tahun lalu (kalau nggak salah), saya pernah menulis bagaimana paniknya saya ketika mengetahui si kakak untuk pertama kalinya naksir sama teman perempuannya. Semacam ada rasa nggak terima karena sekarang ada perempuan lain hadir di dalam hatinya, ahahaha. Semakin anak-anak beranjak remaja, hati si mama udah mulai kebal kalau mendengar mereka cerita tentang perempuan siapa yang lagi mereka taksir *__*. Namanya juga cinta monyet.

Baca juga:

Saat si Anak SD Mulai Menyukai Lawan Jenis

Tapi kemudian satu hal yang terlambat saya siapkan adalah, ketika ternyata si anak patah hati. Bagaimana sebagai ibu melihat anak patah hati karena anak lain? Semacam ingin datangi rumah ceweknya dan nanya “Kenapa sih kamu nyakitin anak tante???, hehehehe.

Rasanya? Semacam kita yang patah hati. Kita ikutan sedih, kita ikutan nggak terima, kita ikutan nggak nafsu makan, kita ikutan susah memejamkan mata. Paham kan rasanya melihat anak sedih tapi kita tahu bahwa ya memang seperti itu proses yang harus dilalui oleh orang yang patah hati. Jadi ingat dosa-dosa masa lalu saya di saat hobi banget mainin perasaan cowok (Mama khawatir anaknya yang kena karma :D).

Anyway, bicara tentang patah hati pada anak, saya pun ngobrol-ngobrol dengan mbak Vera Itabiliana, Psikolog Anak dan Remaja, anggap aja berjaga-jaga jika next time anak-anak merasakan patah hati. Maunya sih anak nggak akan merasakan patah hati lagi, cukup sekali dan terima kasih. Tapi kan ya nggak bisa juga sepede itu. Maka, agar anak lebih siap (dan mamanya juga lebih siaaaaap), ini hasil obrolan saya dengan mbak Vera …

Saat mengetahui anak kita mungkin naksir serius dengan lawan jenisnya, mau pacaran (jika usia sudah cukup) apa yang bisa kita jelaskan ke anak agar anak siap dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ke depannya?

- Ajak aja anak bicara santai mengenai apa itu pacaran menurut pendapat dan pemikirannya dia, kenapa anak kita suka sama temannya yang itu, dan menurutnya apa sih manfaat pacaran?

- Diskusikan mengenai batasan-batasan pacaran seperti apa. Kapan pacaran bisa dibilang sudah tidak sehat lagi, kapan pacaran bisa dianggap mengganggu. Diskusikan juga apa peran orang tua dalam hubungan ini, misalnya, boleh nonton bareng pacar asaaaal papa atau mama ikut :p.

- Bicarakan dengan anak apa yang bisa dia lakukan jika ada hal-hal yang membuatnya tidak nyaman dalam menjalani hubungan. At least anak tahu bahwa dia harus bicara dengan kita orang tuanya.

- Setiap topik yang kita angkat tentu saja harus disesuaikkan dengan nilai-nilai yang dianut di dalam keluarga masing-masing, termasuk nilai agama dan budaya.

- Nah ini penting, ingatkan anak bahwa jalannya masih panjaaaaang sehingga ada kemungkinan pacarannya tidak berakhir dengan ijab atau pemberkatan :D. Dia masih akan bertemu dengan banyak orang lain, yang lebih cantik atau ganteng, yang lebih menyenangkan, yang lebih membuat nyaman. Bagian ini akan lumayan sulit karena namanya juga anak lagi kasmaran, hehehe.

Ketika anak patah hati, apa yang bisa kita lakukan dan apa yang jangan kita lakukan sebagai orang tua, untuk  membantu anak melewati tahap patah hati tersebut?

- Jadilah pendengar yang baik, jadi bahu tempat bersandar buat nangis. Dengarkan saja semua ceritanya.

- Jadi penghibur yang baik, tanya apa yang bisa membuat dia senang. Mulai dari hal sederhana seperti dimasakkan makanan kesukaannya. Tapiii jangan juga dituruti semua ya...tetap ada batasannya.

- Hindari meremehkan perasaannya "halah gitu aja patah hati,”halah jelek begitu ditangisi" karena anak nanti akan merasa tidak dipahami atau dihargai perasaannya.

- Hindari juga menyalahkan atau memojokkan "Tuh kan...mama bilang juga apa...playboy kan dia..."

Kapan orang tua perlu khawatir dengan kondisi patah hati pada anak dan apa yang perlu kita lakukan?

- Jika ada perubahan drastis dalam perilaku sehari-hari, gangguan pola makan, tidur, menarik diri, murung dalam jangka waktu tertentu (lebih dari satu bulan).

- Memposting tentang hal-hal yang menjurus self harm atau bunuh diri di social media.

- Maka, orang tua perlu mengajak anak bicara mengenai perubahan yang terjadi tersebut. Sampaikan saja bahwa perubahan ini membuat kita khawatir dan ajak anak berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sadarkan anak bahwa dia butuh bantuan dan orang tua juga butuh bantuan. And it’s okay if you need help!

Baca juga:

Kenali Tanda-tanda Anak Ingin  Bunuh Diri

Jadi menyiapkan anak memahami pacaran yang sehat seperti apa memang penting, tapi nggak kalah penting juga untuk membuat anak paham bahwa akan ada risiko dia akan patah hati.

Baca juga:

9 Hal yang Saya Pahami Ketika Membesarkan Anak Remaja

Share Article

author

fiaindriokusumo

Biasa dipanggil Fia, ibu dari dua anak ini sudah merasakan serunya berada di dunia media sejak tahun 2002. "Memiliki anak membuat saya menjadj pribadi yang jauh lebih baik, karena saya tahu bahwa sekarang ada dua mahluk mungil yang akan selalu menjiplak segala perilaku saya," demikian komentarnya mengenai serunya sebagai ibu.


COMMENTS