Ditulis oleh: Ficky Yusrini
Dari seksualitas, sampai emosi yang roller coaster, Ayah tahu enggak sih kalau anak remajanya sudah memasuki era itu?! Jadi ayah, pahami pubertas pada anak remaja kalian.
Punya anak menginjak remaja, terkadang kami sebagai ibu, sering taken for granted. Iya, dong. Anak setiap hari setiap saat, apa-apa sama ibu. Wajar jika kami tidak terlalu menyadari terjadinya perubahan yang sangat signifikan. Dan, saya pikir, ayahnya juga bisa tahu sendiri kalau anaknya sudah bukan bocah lagi. Ternyata dugaan saya salah.
Suatu kali, terjadi ketegangan antara dua lelaki di rumah. Saat itu, saya harus menghadiri seminar seharian meninggalkan anak saya Pilar (12) bersama ayahnya. Pulang-pulang, Pi komplain dengan wajah merah menahan marah sambil menahan air mata, “Ayah dikit-dikit nyuruh ini itu, padahal udah kulakukan. Ayah aja nggak lihat. Baru duduk sebentar, ada lagi yang disuruh. Baru main game sebentar, dibilang udah kelamaan. Huh, sebal!” curhat Pi. Yang terjadi, Pi meledak-ledak amarahnya, sedangkan ayahnya jadi ikutan emosi menghadapinya. “Masa dibilangin gitu aja marah!” kata suami.
Saya melihat, suami masih menganggap bahwa anaknya masih anak-anak. Harus disuruh-suruh. Dibilangin apa-apa langsung nurut. Sementara, si remaja ini jiwa otoritasnya sebagai pribadi semakin besar. Ia juga gampang tantrum, tentu dalam bentuk yang berbeda dengan tantrumnya bocah kecil, yang disebabkan karena perubahan hormon pada tubuhnya. Kesalahan ada pada saya, yang belum menyiapkan mental ayahnya menghadapi anaknya yang sudah memasuki masa-masa pubertas. Jangankan ayahnya, saya sendiri juga masih struggling meraba-raba, gimana cara terbaik menemani anak menghadapi pubertasnya. Tapi, ada beberapa hal yang menjadi harapan saya untuk suami, dan mungkin berguna untuk para ayah di luar sana.
Baca juga:
8 Masalah Anak Remaja Menurut 4 Psikolog
Anak lelaki pasti akan lebih puas dalam mendapatkan jawaban tentang perubahan seksualitas dari ayahnya langsung. Pilar misalnya, punya beberapa pertanyaan yang selamanya tidak akan bisa saya jawab. Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Gimana dulu pengalaman pertama kali mimpi basah? Apa yang dimimpiin? Kapan ayah pertama kali naksir perempuan? Bagaimana supaya aku bisa stay calm setelah mendapat mimpi basah?” Kalau bukan dengan ayahnya, ia pasti akan mencari-cari jawaban ke mana-mana, entah dari teman, buku, Youtube, atau apa pun, yang belum tentu ‘aman’ untuknya. Malah, ia sudah bertanya-tanya tentang masturbasi. Jadi, gimana ini jawabnya, Ayah?
Baca juga:
Tips Bicara Tentang Seks Kepada Anak Remaja
Pubertas, menurut Lynda Madaras, penulis buku What’s Happening to My Body?, adalah masa di mana tubuh anak mengalami perubahan dari tubuh anak-anak menjadi tubuh orang dewasa. Selain perubahan fisik yang menonjol, yakni tubuh anak tumbuh besar semakin cepat (growth spurt), juga terjadi perubahan pada organ kelaminnya. Di antaranya ditandai dengan munculnya pubic hair dan organ seks yang berubah anatominya. Wahai ayah, bantu kami -para ibu- untuk menerangkan pada anak tentang perubahan-perubahan fisiologis tersebut, dan bagaimana cara perawatan kebersihannya. Terutama pada tubuh anak laki-laki, yang pasti ayahnya lebih paham. Dari soal ukuran, bentuk, maupun penamaan organ seks.
Pertanyaan ini cukup sering diajukan oleh Pilar. Diam-diam, dia sering menanyakan pada teman-temannya tentang tema pubertas ini. Ia cukup terintimidasi ketika mendapatkan jawaban sebagian besar temannnya yang laki-laki sudah mendapatkan mimpi basah. Mungkin Ayah bisa jelaskan, jangan sampai ia merasa tidak normal seperti teman-temannya.
Baca juga:
Wajib Disampaikan Ke Anak Saat Anak Puber
Gaya hidup dan kebiasaan anak akan terbentuk dari bagaimana perilaku orangtua. Jika ingin anaknya hidup sehat, tentu tidak asal suruh-suruh saja, anak harus olahraga, makan sehat, dan sebagainya. Anak juga akan melihat bagaimana ayahnya menjaga kesehatan? Anak dari ayah yang perokok cenderung akan mewarisi kebiasaan tersebut. Jika ayahnya aktif berolahraga, maka anak pun akan lebih mudah diajak hidup sehat. Yuk, Ayah, olahraga bareng anak.
Ayah, jangan kaget, kalau nanti ada anak perempuan bolak-balik nelepon atau bisa jadi suatu saat datang ke rumah dan dikenalkan sebagai pacar. Di kalangan remaja dikenal istilah bucin alias budak cinta, untuk menyebut orang yang tergila-gila akan cinta, atau mau melakukan apa pun demi orang yang dia cinta. Kalau Ayah tidak mau anaknya jadi bucin, yuk, kita diskusikan, rumuskan bareng pandangan kita tentang konsep romantis, ketertarikan pada lawan jenis, sampai kalau ada kemungkinan anaknya berpacaran. Supaya jangan sampai seperti orangtua kita dulu, apa-apa serba dilarang, ditutup-tutupi, tahunya kita jadi orang yang banyak bohongnya ke orangtua (Itu saya, lho!).
Kata para ahli, pubertas dimulai dengan peningkatan produksi hormon, yang mengarah pada perubahan neurobiologis yang menghasilkan perubahan fisik dan psikologis. Perubahan hormon memiliki efek langsung pada perkembangan, pertumbuhan, fungsi otak, tulang, kulit, dan organ seks. Perubahan hormon juga merangsang libido, yang merupakan salah satu pemicu utama emosional selama masa pubertas. Makanya, Ayah tidak perlu heran jika si bocah gampang mengalami perubahan suasana hati. Konon, remaja yang mengalami pubertas emosinya tidak stabil. Mereka gampang tersinggung, mudah berapi-api, gampang marah, gembira, ataupun sedih, hanya karena hal-hal sepele. Kata ibu-ibu lain yang sudah melewati masa-masa ini, kemarahan adalah salah satu emosi yang paling kuat dirasakan remaja. Kalau anak lagi marah, Ayah enggak usah ikutan baper, merasa anak benci pada ayah. Bukan tidak mungkin, dia sendiri sedang bingung dengan emosinya sendiri. Kalau saya yang terpancing, mungkin Ayah bisa jadi orang yang tetap dingin kepala dan bisa membantu mendinginkan suasana supaya tidak ‘drama’ tidak berlarut-larut.
Baca juga:
Sekadar Tingkah Laku Remaja Normal, Atau Tanda Mental Illness?