Anak Berpikir Kritis Tak Hanya Aktif Bertanya, Kenalkan & Latih dengan 5 Cara Ini!

Pre-schooler & Kindergarten

?author?・07 Oct 2019

detail-thumb

Anak berpikir kritis itu nggak selalu tentang mereka yang aktif bertanya, tapi ada banyak hal lain yang perlu dimiliki agar berpikir kritis menjadi bagian dalam kesehariannya, bahkan hingga ia remaja dan dewasa kelak.

Kenapa saya ingin menulis mengenai topik yang satu ini? Karena saya yakin banget, di tengah perkembangan dunia yang semakin bergerak super cepat dengan perubahan-perubahan di dalamnya, kemampuan berpikir kritis adalah salah satu skill penting yang dibutuhkan oleh anak saya, dan anak Anda semua.

Menurut tokoh pendidik sekaligus guru, Brian Oshiro, jika kita ingin anak kita memiliki kemampuan berpikir fleksibel yang dapat membuatnya bisa menyerap informasi hingga memberikan respon yang baik ketika dihadapkan dengan problem-problem yang sulit, maka penting bagi kita sebagai orangtua mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

Berpikir Kritis Tak Hanya Aktif Bertanya. Kenalkan & Latih dengan 5 Cara Ini - Mommies DailyImage: by Edi Libedinsky on Unsplash

Saya juga ngobrol-ngobrol dengan mbak Carmelia Riyadhni, S.Psi, Founder Rumah Dandelion dan praktisi dunia pendidikan anak, beliau mengatakan berpikir kritis tak sebatas saat si kecil aktif bertanya, namun lebih dalam dari itu. Berpikir kritis pada anak artinya “Kemampuan anak untuk bisa melihat sesuatu dengan lebih tanggap. Artinya dia bisa melihat dan membaca situasi, selain itu anak juga bisa bertanya. Kemudian dia juga bisa mengelola informasi yang sudah dia miliki sebelumnya, menjadi solusi."

Sebagian orang beranggapan berpikir kritis itu hanya ketika anak sering bertanya. Tapi kan sebetulnya, sebelum anak itu bertanya, dia sudah bisa melihat segala sesuatunya di hadapan dia dengan jelas, tapi tidak sesuai dengan harapan dia.

Misalnya gini: Biasanya si kecil melihat mobil, dengan roda sebanyak empat buah. Lalu dia menemukan mobil lain, yang punya delapan roda. Anak akan bertanya, “Kok rodanya lebih banyak, ya? Kenapa?” Anak bertanya karena dia sudah punya pengalaman sebelumnya, bahwa mobil pada umumnya punya empat roda.

Jadi berpikir kritis artinya tidak hanya dia tanggap melihat situasi. Tapi bagaimana dia bisa mengelola apa yang dia lihat dan alami, untuk memecahkan sebuah masalah.

Lebih lanjut saya mengulik soal critical thinking ini, simak tanya jawab Mommies Daily dengan Mbak Carmel berikut ini:

Berpikir kritis bisa dikenalkan ke anak dari usia berapa? dan dengan cara apa?

Sebetulnya dari usia dua tahun kita sudah bisa mengenalkan mereka untuk berpikir kritis, ingat ya, baru di tahap memperkenalkan belum membentuk.

  • Aktif bermain: Bisa bermain sensori, bermain eksperimen-eksperimen sederhana (contoh: mencampurkan air dan minyak)
  • Orangtua aktif bertanya: Misalnya lagi jalan-jalan di dalam mobil, tanya ke anak “ Kenapa ya, kok pohonnya bisa bergoyang? Oh ternyata karena ada angin, angin itu adalah udara yang bergerak”, dan seterusnya. Hal ini bisa menstimulasi rasa ingin tahu anak.
  • Anak juga jadi belajar, "Oh kalau aku melihat sesuatu aku bisa ya berarti bertanya." Melatih berpikir kritis di usia ini, masih satu arah, karena di usia ini anak baru saja berusaha mengembangkan kemampuan bahasa mereka. Nah, orangtua bertindak sebagai role model mereka. Nanti kalau sudah 3-4 tahun sudah mulai bisa merangkai kalimat lebih panjang.  

    Baca juga: Melatih Anak Memecahkan Masalahnya Sendiri (3-12 tahun)

    Lalu dari usia berapa mbak, berpikir kritis mulai dilatih?

    Sebenarnya usia anak yang bisa berpikir kritis aktif ada di usia, 5-7 tahun. Di mana anak-anak usia ini secara umum sudah lebih banyak bertanya, lalu kemampuan komunikasinya sudah cukup baik. Setelah melihat sesuatu, sudah bisa bertanya jika ada yang tidak sesuai dengan harapan mereka.

    Bentuk kegiatannya apa?

    1. Membaca buku atau media belajar lainnya

    Sekarang sudah banyak referensi ilmu, misalnya ensiklopedia. Atau bisa juga nonton youtube, contohnya sama-sama nonton youtube channel yang memuat video edukasi seputar eksperimen sesuatu, seperti “Ryan ToysReview.” Tapi suatu saat sebaiknya dibarengi dengan praktik, karena anak juga harus dapat pengalamannya langsung.

    Baca juga: Anak Takut Ketemu Orang Baru, Penakut atau Wajar?

    2. Kegiatan eksperimen sains sederhana

    Dengan cara ini, anak mendapat pengalaman yang lengkap dari segi semua indera. Semakin banyak indera yang terpapar, dengan dia melihat, pegang, dan dengar bisa merasakan langsung pada saat praktik. Contohnya, dia jadi tahu air dan minyak itu tidak bisa bersatu.  

    3. Pretend play

    Cara ini seperti bercerita, bisa menggantikan buku, dengan menggunakan alat peraga, dimulai usia 4 tahun. Misalnya, menjadi profesi tertentu yang dia suka. Yang penting proses bermainnya, dimana anak bebas bertanya, dan orangtua tidak bisa menepis pertanyaan anak begitu saja.

    Contohnya gini mommies, anak bertanya tentang warna ungu terdiri dari campuran warna apa, ya? Awalnya dia jawab merah dan hijau. Jangan langsung mengoreksi. Melainkan kita minta mencoba dulu dipraktikkan jawaban yang dia kasih. Artinya menampung sebanyak-banyak pertanyaan anak, dan kita dukung dia mencari tahu jawabannya, bukan menyuguhkannya secara instan. Anak jadi belajar aktif.

    Baca juga: Soft skill yang Diasah Jelang Anak Masuk SD Apa Saja?

    Mengapa penting untuk melatih anak berpikir kritis?

    Supaya anak dapat kreatif dalam memecahkan masalah. Dengan begitu juga menumbuhkan rasa kepercayaan diri pada si anak

    Dampak baiknya kelak mereka dewasa?

    Sangat penting. Ke depannya anak menjadi pribadi yang tidak menerima berita begitu saja. Melainkan terlebih dahulu disaring, apakah informasi yang beredar hoax atau tidak. Apalagi di dunia zaman sekarang, perputaran informasi sudah sangat cepat. Bagaimana 5-10 tahun ke depan, informasi akan secepat apa?

    Dengan kemampuan anak berpikir kritis, anak-anak sudah punya pegangan ilmu, menyortir mana informasi yang benar dan yang salah. Anak-anak juga akan terlatih membuat sebuah pernyataan, berdasarkan sumber-sumber informasi yang valid.

    Baca juga:

    Anak Indonesia dan Tujuh Masalah Besar yang Wajib Diketahui Orangtua