banner-detik
PRETEEN & TEENAGER

Kesehatan Mental Remaja Semakin Memburuk Karena Social Media

author

?author?04 Oct 2019

Kesehatan Mental Remaja Semakin Memburuk Karena Social Media

Kecemasan dan depresi adalah dua hal dari sekian banyak masalah yang berkaitan dengan kesehatan mental remaja saat mereka menghabiskan terlalu banyak waktu di social media. 

Kata Penelitian Tentang Dampak Buruk Media Sosial pada Remaja - Mommies DailyImage: Prateek Katyal on Unsplash

Dikutip dari psycom.com sebetulnya lewat media sosial para remaja ini, bisa saling bertemu sesama komunitas mereka. Tapi sayangnya remaja juga rentan terpengaruh efek negatif dari budaya membandingkan yang kental berseliweran di media sosial.

Sebelum kita menginjak ke efek negatifnya, mari intip dulu dampak positif media sosial para remaja

Seperti halnya makhluk sosial lainnya, remaja terbiasa bersosialisasi. Nah, media sosial memudahkan mereka bersosialisasi. Mungkin yang tadinya bersahabat sejak SD, lalu terpisah kota atau bahkan negara, ketika SMP kembali berkomunikasi berkat media sosial. Tali silaturahmi kembali terjalin.

Atau untuk remaja yang berkebutuhan khusus. Media sosial bisa menjadi media saling mendukung, bertukar informasi dan lain-lain. Contoh lainnya, bagi remaja awal yang lagi gandrung dengan hobi tertentu, akan lebih cepat mencari referensi seputar hal yang sedang mereka sukai. Menonton di youtube, bagaimana para ahli di bidangnya masing-masing mencapai sukses, mem-follow akun-akun di Instagram, yang sesuai dengan minat yang sedang mereka pelajari.

Kini kegiatan sosial juga membantu mereka yang membutuhkan galangan dana. Dari segi jangkauan lebih luas. Bahkan yang ada di pelosok Indonesia hingga dunia, bisa turut meringankan beban hidup seseorang.

Sayangnya, sesuatu yang digunakan secara berlebihan akan meninggalkan jejak tidak baik. Sama hal yang terjadi pada dunia media sosial.

Di psycom.com disebutkan, dari beberapa riset menyebutkan, para remaja ini berisiko menghadapi gejala kecemasan dan atau depresi.– jika tidak bijak menghabiskan waktu di media sosial.

1. Terlalu fokus pada jumlah “likes” yang mereka dapat

Mendapatkan “likes” sebanyak mungkin dari postingan di Instagram atau platform media sosial lainnya, dapat menyebabkan remaja membuat pilihan-pilihan yang tidak mencerminkan kepribadian asli mereka. Misalnya, mengubah penampilan, terlibat perilaku negatif, dan yang mengikuti tantang berbahaya yang sering kali menjadi viral.

Baca juga: Bahagia Tidak Bergantung dari Berapa Jumlah Like di Akun Instagram Kamu, Nak…

2. Cyberbullying

Siapa di antara mommies yang belum nonton film Searching?, (IMHO) bagi mommies yang punya anak remaja awal, wajib banget nonton. Menggambarkan, cyberbullying tidak mengenal latar belakang anak. Para predator dengan bebas berkeliaran di dunia maya, memangsa siapa saja yang sesuai dengan kriteria korban mereka. Psycom.com, memperingatkan, remaja perempuan lebih rentan terkena cyberbullying.

Baca juga: Searching, Film Wajib Tonton untuk Mommies yang Punya Anak Remaja

3. Terlalu sibuk membuat perbandingan

Mulai dari penampilan fisik, sosial ekonomi, barang-barang yang sifatnya bikin gengsi meningkat, adalah contoh-contoh hal yang remaja kerap bandingkan. “Teman-teman saya punya ini itu, kok aku tidak.” Akhirnya risiko membuat content demi mengejar target bisa selevel dengan yang lain, mungkin saja terjadi. Hidup juga nggak akan tenang jika media sosial digunakan membandingkan kehidupan diri sendiri dengan potret kehidupan orang lain yang belum tentu nyata.

4. Memiliki terlalu banyak teman palsu

Siapa sih yang bisa menjamin dari sekian ratus atau ribu followers yang anak remaja punyai, semuanya adalah teman asli. Artinya, siapa pun dapat dengan mudah membuat profil palsu.

5. Kurangnya keterampilan berinteraksi langsung

Interaksi langsung itu butuh dilatih. Sensasinya akan jauh berbeda ketika kita ngobrol, dan membaca bahasa tubuh seseorang, dibandingkan hanya berkomunikasi lewat dunia maya. Kalau hal ini tidak dilatih, sangat sulit bagi remaja membangun empati sesama manusia.

Sekadar saran, mungkin mommies bisa menjadikan artikel ini menjadi bahan diskusi sama anak remaja di rumah?

Baca juga: 5 Cara untuk Bersahabat dengan Anak yang Beranjak Remaja

Share Article

author

-

Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan