Tips menghadapi anak usia 2 tahun yang sering bikin kita takjub sampai kewalahan.
Nggak kerasa, tahu-tahu si kecil udah masuk usia 2 tahun, biasanya para orangtua berdoa dan berucap dalam hati supaya di tahun ini mereka nggak harus menyebut si kecilnya sebagai “The Teribble Two!”
Tentu saja nggak perlu, karena meski tantangan menghadapi si dua tahun ini semakin berat dan seru, yakinlah bahwa ia bisa jadi “The Awesome Two”, asalkan kita konsisten untuk menghadapi tingkahnya dengan cara yang tepat.
Baca juga:
9 Trik yang Harus Dikuasai Orangtua dengan Anak Toddler
Ibarat pesawat, imajinasi anak di usia ini sedang lepas landas. Mereka akan sangat menikmati saat bermain dokter-dokteran, tukang-tukangan, masak-masakan, jadi pilot, jadi guru dan segala bentuk permainan yang mendukung imajinasi mereka. Termasuk saat mereka berbisik dan bilang pada Anda, “Ma, ada monster di kamarku!” (bahkan saat dia bilang ada yang “lain”, selain monster, hahaha!) Tidak perlu langsung panik, karena di usia ini, anak memang lagi senang-senangnya berkhayal.
Sampai bikin Anda capek berteriak mengingatkannya untuk berhati-hati. Tenang, di usia ini, ia memang sudah mahir berlari, lompat, jalan mundur, dan berbagai macam gerakkan lain yang melibatkan anggota tubuhnya. Ia juga sudah lebih jago dalam hal menjaga keseimbangan. Kalau Anda dan suami sudah terpikir untuk membelikannya sepeda balita, go for it, cause this is the right time!
Anda patut bangga, karena semakin anak memperlihatkan rasa penasarannya, artinya ia sedang melatih otaknya untuk terus berusaha memahami sesuatu. The more curious a child is, the more he learns. Sebagai orangtua yang mendukung perkembangan anak, inilah saatnya untuk kitapun berpikir lebih keras, dalam merespon. Kalau ia hobi menumpahkan air dari gelas, ajak ia main air lebih lama saat mandi, sediakan beberapa wadah yang bisa ia gunakan untuk menuang air, demi memuaskan rasa kepo-nya. Karena dengan cara inilah, anak belajar mengasah problem solving skill mereka.
Sedikit-sedikit bertanya ini itu. Termasuk setiap kali diberikan instruksi sederhana, selalu diawali dengan pertanyaan. Seperti pada poin sebelumnya, di usia 24 bulan ini, imajinasi dan rasa penasaran anak sedang hangat-hangatnya. Jangan lelah merespon setiap pertanyaan yang datang dari mulut si kecil karena sesederhana apapun obrolan yang terbentuk antara orangtua dan anak, akan mendukung perkembangan sosial, emosional, dan kognitifnya.
Sampai suka bikin senewen karena apa-apa maunya dilakukan sendiri. Pakai sepatu, pakai baju, makan, sikat gigi. “Bukannya mau menghalangi kemampuannya, tapi lama nya itu, lho!” curhat seorang teman yang mengaku seringkali gemas sama si kecilnya, terutama saat lagi mesti buru-buru. Dalam situasi seperti ini, kitalah yang patut memprediksi waktu. Bersiaplah lebih awal, demi mendukung anak untuk menyelesaikan “misi”-nya. Kalau kita menyerah dan akhirnya turun tangan membantunya pakai sepatu, anak malah nggak akan tahu rasanya puas ketika berhasil menyelesaikan sesuatu.
Untuk yang satu ini, rasanya yang perlu lebih menyiapkan mental adalah ibu, karena mulai usia 24 bulan, kita akan semakin dekat dengan deadline menyapih. Memang, sih, banyak ibu yang menyerahkan tahapan ini murni pada sang anak, namun, kalau sudah lebih dari usia 36 bulan menyapih belum terlaksana, Anda sendiri yang kerepotan. Lagi pula, di usia ini, selain anak memang sudah nggak lagi butuh ASI, ia sudah mampu dan layak, kok, untuk lepas dari rasa nyaman nenen/dudu/apapun istilah yang ia gunakan.
Selain kemampuannya yang perlu kita dukung, ada beberapa hal yang patut diwaspadai, yaitu bila dalam rentang usia ini, anak:
Baca juga: