Sorry, we couldn't find any article matching ''
Not My Kid: Jangan Menjadi Orangtua yang Sibuk Denial
Kalau memang ada yang salah dengan anak kita, nggak kenapa-kenapa kok mengakui dan mencari bantuan. Karena sibuk denial malah bisa jadi membahayakan si kecil kelak.
Nggak ada orangtua yang mau atau rela melihat anaknya ‘bermasalah.’Tak heran, ketika anak kita dianggap atau mungkin terlihat ‘bermasalah,’ ada sebagian orang yang cenderung sulit menerima fakta lantas berakhir dengan sibuk menyangkal fakta yang ada.
Padahal, dengan kita denial melihat keterbatasan atau kesalahan yang anak lakukan, IMO itu malah berbahaya nggak sih untuk anak-anak kita ke depannya? Karena sikap denial malah membuat kita terlambat mencari bantuan. Lalu ketika bantuan terlambat diberikan, siapa yang rugi? Ya si anak paling merasakan akibatnya. Baru kita sebagai orangtua dan lingkungan sekitar.
Coba kita lihat beberapa contoh kondisi yang seringkali membuat orangtua sibuk dengan penyangkalan yang ada ….
1. Masalah tumbuh kembang pada anak
“Nggak kok, anak gue nggak ada masalah tumbuh kembang,” demikian kata seorang teman yang anaknya sudah berusia 6 tahun namun kemampuan berbahasa dan berkata-katanya masih sangat sangat sangat sedikit.
Atau …….
“Udah ya, si Adik berhenti terapi, orang dia baik-baik aja kok, nggak ada masalah. Tulisannya juga udah bagus,” ujar seorang ibu yang anaknya disarankan oleh psikolog untuk terapi, tapi diminta berhenti padahal si ibu bahkan nggak pernah datang dan bertemu dengan psikolog. Lantas siapa yang mengantar si anak ke psikolog dan terapis? Bapaknya.
Ini salah satu kasus yang cukup sering saya temui, orangtua denial kelas berat ketika anaknya disinyalir ada masalah tumbuh kembang. Bisa jadi karena dia takut dianggap nggak pintar mengurus anak (tahu sendiri kan, kadang sesama orangtua bisa sangat kejam komentarnya), atau ya memang nggak terima aja kok si anak bermasalah, padahal anak orang lain fine-fine aja.
Kebayang nggak kalau memang benar si anak butuh bantuan ahli, tapi karena denial, kita malah menunda atau bahkan parahnya tidak memberikan apa yang anak butuhkan, apa hasilnya? Perkembangan anak akan semakin terganggu dan dia tidak bisa menyesuaikan diri serta maksimal menjalani hidup.
Baca juga:
Cara Memaksimalkan Tumbuh Kembang Anak
Gangguan yang mungkin awalnya masih tingkat rendah dan bisa ditangani dengan mudah serta dalam jangka waktu singkat, karena kecerobohan kita, malah bertambah berat dan butuh effort yang lebih besar.
Baca juga:
Direktori Tempat Melatih Tumbuh Kembang Anak
2. Perilaku anak yang kerap membully
“Ah itu sih temannya aja yang cengeng …… digituin doang ngadu, nangis … cemen. Anak gue kan Cuma bercanda …”
Mungkin selama ini kita seringnya menyiapkan anak tentang apa yang harus dia lakukan ketika dia menjadi korban bully. Maka ketika anak kitalah yang menjadi pembully, kita tidak siap atau mungkin shock dan merasa “Nggak mungkin aaaah anak gue membully.” Lalu kita sibuk menyalahkan anak lain.
Padahal lagi, ketika anak memang ada kecenderungan membully dan kita DIAMKAN, ini membuat anak nggak paham bahwa apa yang dia lakukan itu salah, dia nggak paham bahwa apa yang dia lakukan itu menyakiti orang lain. Dan, anak lain pun akan malas berteman atau bergaul dengan anak kita. Tak hanya anak kita sendiri yang dirugikan, lho, tapi ada orang lain yang juga merasakan akibat dari keacuhan kita. Anak lain yang tersakiti, orangtua lain yang anaknya dilukai.
Baca juga:
Ketika Anakku Menjadi Pelaku Bully
3. Anak bersikap tidak sopan
“Nggak mungkinlaaaah anak gue nggak tahu sopan santun begitu, gue kan mendidiknya cukup tegas mengenai tata krama,”
Anak dibilang nggak punya sopan santun (apalagi sama orang lain) memang cukup menohok sih ya. Kok kesannya kita sebagai orangtua nggak bisa ngajarin anak, apalagi tata krama itu umumnya ilmu dasar kehidupan yang diajarkan sejak kecil. Nah, nggak sedikit yang demi menutupi rasa malu, jadinya menyangkal fakta yang ada.
Daripada sibuk menyangkal, mendingan ucapkan terima kasih atas informasi yang kita peroleh tentang perilaku anak kita, sambil mengatakan bahwa tata krama tersebut sebenarnya sudah kita ajarkan kok. Nggak usah malu, selama kita nggak kenal lelah untuk terus mengingatkan si anak bahwa apa yang dia lakukan itu salah.
Kebiasaan menyangkal nggak akan membantu kita terlihat seperti orangtua yang baik lho. Sebaliknya, kita malah bisa saja menempatkan masa depan si kecil di dalam wilayah bahaya.
Jadi, mari hentikan hobi menyangkal kita sebagai orangtua dan berhenti menganggap anak kita wajib sempurna 100%.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS