Sorry, we couldn't find any article matching ''
Tentang Hak Asuh dan Tanggung Jawab Di Dalamnya
Mendapat hak asuh pasca bercerai tak lantas membuat kita boleh bersikap semena-mena. Dan sayangnya ada sebagian orang melupakan hal ini :).
Beberapa waktu terakhir ini, saya cukup sering menjadi ‘saksi hidup’ pertikaian antara mantan isteri dan mantan suami berkaitan dengan anak-anak setelah mereka bercerai. Dan benang merah dari semuanya adalah, bagaimana pihak yang mendapatkan hak asuh anak-anak merasa bisa semena-mena terhadap pihak lain yang tidak memperoleh hak asuh anak-anaknya.
Semena-mena bagaimana sih? Ini beberapa contohnya ….
- Menganggap hak asuh membuat mereka punya wewenang sepenuhnya untuk mengatur waktu anak-anak bersama mantan isteri atau suami, tanpa memedulikan kebutuhan emosi anak-anaknya.
- Memaksa anak untuk follow their rules karena hak asuh anak ada di tangan mereka dan anak nggak perlu mendengarkan aturan yang diberikan oleh orangtua satunya.
- Menganggap bahwa hak asuh menjadikan mereka penanggung jawab penuh alias 100% dari urusan anak-anaknya.
- Menjadikan hak asuh sebagai kuncian untuk mengancam pihak lain supaya tidak bisa bertemu dengan anak-anaknya.
Baca juga:
Membesarkan Anak Tanpa Figur Ayah
- Menganggap hak asuh itu sama artinya dengan memastikan anak-anak 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu bersama mereka, tanpa peduli dengan kebutuhan lain dari si anak, seperti menemani anak bermain, hadir dalam rapat-rapat orangtua murid dan guru di sekolah anak,
Sedih udah pasti, menyaksikan drama-drama nggak penting macam itu. Apalagi beberapa anak dari mantan pasangan ini saya kenal dengan cukup baik. Dan saya tahu bahwa sebenarnya bukan itu yang diinginkan oleh anak-anaknya.
Maka, sedikit pesan untuk kalian para ayah, ibu, eyang, om, tante dan semua pihak yang berhasil mendapat hak asuh di pengadilan, mungkin sebelum kalian bersikap arogan, egois dan semena-mena, tolong cerna dengan baik apa yang tertulis di ketentuan Pasal 41 huruf a UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi:
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak.
Selanjutnya, Pasal 45 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan:
Kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
Kemudian, pasal 45 ayat (2) UU Perkawinan menyatakan:
Kewajiban orangtua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orangtua putus.
Jadi, selama mantan pasangan bukanlah pecandu narkoba, pelaku kekerasan atau yang bisa membahayakan anak-anak, coba deh tekan ego dan bekerja sama dengan baik dalam mengasuh anak-anak kita.
Oh, satu hal lagi yang perluuu banget kalian ingat, bahwa hak asuh tak sekadar anak-anak tinggal bersama kalian, tapi ada banyaaaaak tanggung jawab lain yang perlu kalian perhatikan. Ketika kalian ngotot sampai urat-urat di kepala kalian menonjol agar anak-anak tinggal bersama kalian …
Apakah kalian juga menyanggupi untuk menemani anak belajar?
Apakah kalian cukup waktu untuk ngobrol dari hati ke hati bersama anak-anak?
Apakah kalian bisa memastikan bahwa kegiatan harian anak-anak tetap berjalan dengan baik sesuai kebutuhan mereka? Belajar, ekstrakurikuler, atau mungkin aktivitas lain yang berkaitan dengan kesehatan? Menemani mereka ke dokter ketika sakit, memastikan mereka menjalani terapi ketika dibutuhkan?
Apakah kalian punya cukup waktu untuk hadir di kegiatan-kegiatan sekolah, berdiskusi dengan guru kelasnya, memantau sejauh mana perkembangan belajar mereka?
Jika memang kalian sadar diri, bahwa nggak bisa yang namanya parenting atau pengasuhan anak hanya dilakukan sepihak, yuk turunkan kerasa kepalanya.
Atau buat kalian, mempunyai hak asuh hanya sekadar unjuk kekuatan dan kekuasaan tanpa peduli dengan kebutuhan-kebutuhan anak lainnya?
Mau sampai kapan kalian memberi makan ego kalian? Sampai kenyang? Sampai muntah? Sampai anak yang menjadi korban?
Mungkin kita semua perlu merenungi kalimat yang pernah dikeluarkan oleh mbak Vera Itabiliana Psi:
“Ketika kalian bercerai, kebutuhan dan kepentingan anak adalah hal prioritas. Apa yang membuat anak-anak merasa nyaman itu yang diprioritaskan, di atas keinginan orangtua.”
Tolong diingat, di luar ego kalian, ada hak orangtua lain yang kalian abaikan dan ada emosi anak-anak yang sedang kalian pertaruhkan.
Baca juga:
Share Article
COMMENTS