Berpindah dari SD ke SMP pasti ada ‘masalah hidup’ yang berbeda yang dihadapi oleh para abege kesayangan ini.
Percayalah, anak baru gede, pre-teen, apa pun namanya, sama kompleksnya, kok, permasalahan hidupnya sama anak remaja. Dibilang masih anak kecil, ya udah nggak. Dibilang udah remaja, ya belum tentu juga, hehehe. Walau permasalahan hidupnya nggak seribet ibu bapaknya yang kudu memastikan kehidupan tetap berjalan “sempurna” setiap bulan, bagaimana pun permasalahan yang banyak terjadi di sekolah tetap harus ditangani dengan baik supaya nggak kebablasan galaunya. Berikut beberapa hal yang mungkin mereka rasakan dan perlu kita pahami ….
Pertama masuk sekolah, terutama sekolah baru, sudah pasti mereka cemas. Bisa jadi nggak kelihatan sama kita, bisa jadi kita juga nggak perhatikan, tapi mereka pasti akan merasakan yang namanya cemas gimana nanti adaptasi sama teman baru, guru baru, lingkungan baru. Belum kalau ada cowok atau cewek yang dia suka sebagai teman, tapi nggak mau main bareng karena takut diejek sama teman-teman sejenis. Sumpah, ya, ini, tuh, ternyata nggak sepele buat mereka. Big problem banget. Kalau saya selalu menekankan ke anak, untuk nggak selalu dengar kata teman. Apalagi kalau itu bertentangan dengan hati nurani, bukan hal yang salah, dan merugikan orang lain.
Dengan segala problema anak abege, bisa jadi nilainya nggak secemerlang dulu. Entah itu karena tugas-tugas yang makin njelimet, teman kelas yang hobi nge-bully, hingga masalah “cinta” di kalangan mereka. Usahakan untuk nggak langsung ngomong dengan nada tinggi ketika ulangan harian, evaluasi belajarnya, nggak sesuai ekspektasi. Kalau sudah begini, pepet terus dia setiap hari dengan halus, kalau perlu minta saran ahli (psikolog) apa yang harus dilakukan, biar nggak bablas. Nilai boleh turun sedikit, sedikit aja, jangan banyak-banyak :)
Umur-umur segini, sih, wajar kalau dia dan peer-nya merasa merekalah pusat alam semesta. Semua omongan, rekomendasi, hingga saran percintaan dari teman semua benar. Orangtua tahu apa, sih? Kuno kali. Ih, belum tahu aja dia soal pahitnya hidup. Pengalaman mama dan papah udah puluhan tahun, nak. Hahaha... Saya pikir kita nggak usah cepat keki duluan kalau di hari pertama masuk sekolah, dia sudah menolak untuk diantar hingga depan gerbang sekolah, dicium di depan teman-teman, atau bicara dengan nada sedikit tinggi ketika kita keukeuh minta dia bawa bekal makan siang dari rumah. Ingat, kita juga pernah umur segitu, lho. Ingatkan saja, bahwa selama dia nggak nyakitin orang lain, dan tetap memegang teguh aturan-aturan kita dari rumah, being a pre teen is definitely okay.
Mudah-mudahan, sih, nggak sampai melanggar aturan sekolah, ya. Kalau pun iya, jangan sampai terlibat hal-hal yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Cuma, ya itu tadi, dengan semakin kompleksnya masalah hidupnya, bisa jadi ada pelanggaran aturan yang bikin kita dipanggil ke sekolah. Di usia ini, dia sedang mencoba memahami apa yang bisa dan tidak bisa ia lakukan dan sedang menguji batasnya. Kalau sampai ada panggilan di sekolah, tahan amarah. Sampai di rumah kita perlu tetap tegas dan diskusikan apa yang membuat ia melanggar aturan. Kita juga bisa mendiskusikan apa, sih, harapan kita ketika dia di rumah, di sekolah, atau saat ia di luar bersama teman-temannya.