Masih ingat jelas, saat saya kecil dulu, ibu memperlihatkan tiga bungkusan kain kasa berisi sesuatu berwarna coklat dan kering. Itu adalah tali pusar kami bertiga, saya dan adik-adik.
Fast forward ke 20 tahun kemudian, saya juga menyimpan tali pusar Xylo dibungkus kain kasa. Saya simpan di kotak kecil di laci lemari. Entah untuk apa.
Hari ini saya membaca sebuah artikel tentang tali pusar yang bisa dibuat menjadi perhiasan. Tali pusar yang sudah dikeringkan, diawetkan dengan resin dan dijadikan bagian dari aksesori seperti kalung atau gelang.
Yay or nay?
Adalah Ruth Avra, perajin aksesoris dari Florida, Amerika Serikat yang punya ide ini. Ia sudah mengawetkan ratusan tali pusar selama 7 tahun terakhir.
Tali pusar diresin dan dipadukan dengan perak untuk jadi kalung, gelang, atau cincin. Dalam resin itu bisa pula dimasukkan rambut bayi saat lahir.
Pada self.com, Avra mengemukakan alasan ia mengawetkan tali pusar anak-anaknya dalam bentuk perhiasan.
“It's how your baby gets nourishment, how your baby grows—it's the literal and figurative connection between mother and child. And once it falls off, the physical connection is gone,” ujarnya.
Saat diwawancari today.com, perempuan 39 tahun dengan dua anak ini juga sadar benar, karyanya ini memang sangat niche dan bukan untuk semua orang.
“Aku menganggap tomat itu menjijikkan tapi aku tetap tersenyum dan bersikap sopan jika ada yang makan tomat di depanku. Aku juga merekomendasikan orang untuk melakukan hal yang sama ketika melihat sesuatu yang ia anggap menjijikkan namun disukai orang lain.” Very well said, Avra!
Berbeda dengan Avra, Ann Marie Sharoupim asal New Jersey menggunakan ASI perah untuk membuat perhiasan serupa. ASI dicampur dengan resin dan dijadikan cincin atau kalung. Karena warnanya putih, tidak akan ada yang mengira kalau “batu” itu terbuat dari ASI perah.
“Mereka ingin mengawetkan momen termanis, terdekat dengan si kecil,” uajr Sharoupim pada NYPost.
Unik ya! Ada yang tertarik mencoba?
Source: