Mendisiplinkan anak memang tidak pernah gampang. Masalah terbesarnya adalah, proses disiplin ini bukan hanya bergantung pada anak, tapi bagaimana konsistensi kita sebagai orangtua.
Kalau udah ngomongin konsistensi jadinya tambah berat ya. Saya sendiri cukup percaya diri sih sebenarnya dengan pola saya dan suami mendisiplinkan anak. Pernah dengan lengkap saya ceritakan di sini: 6 Tips Agar Anak Disiplin dan Taat Aturan.
Namun kadang saya lihat banyak orangtua yang berusaha mendisiplinkan anak dengan kalimat yang kurang efektif. Antara kalimatnya terlalu rumit atau terlalu panjang sampai konsentrasi anak keburu buyar.
Padahal bicara pada anak tidak perlu panjang asal tegas dan tegas bukan berarti membentak. Usahakan membungkuk atau jongkok agar mata anak sejajar dengan mata kita kemudian gunakan bahasa Indonesia baku yang tidak rumit karena bahasa baku memang lebih tegas.
Iya atas saran psikolog anak di daycare, sejak kecil sampai sekarang saya masih menggunakan bahasa Indonesia baku pada Bebe.
Ini kunci mendisiplinkan anak banget sih. Kalau memang melanggar aturan atau kesepakatan ya kita harus tega untuk bilang “tidak”. Cobaannya datang pada anak yang berusaha berargumen atau bahkan nangis guling-guling agar kita bilang “ya”. Oh ya terserah, mau nangis atau mau bilang apa bebas, tidak ya tidak.
Ini biasanya lanjutan dari kejadian setelah anak kita tolak permintaannya. Kalau anak sudah mulai tenang atau malah cemberut, pegang kedua bahunya atau peluk sambil bilang “Ibu mengerti kok kalau kamu kecewa”.
Tujuannya untuk memvalidasi perasaannya. Bahwa perasaan yang ia rasakan setelah ditolak itu namanya kecewa dan ibu tetap ada saat ia kecewa.
Ini khusus untuk anak yang tidak bisa berjalan dan harus selalu berlari seperti anak saya. Kalau dibilang “jangan lari!” biasanya dia nggak peduli. Tapi kalau saya bilang “JALAN YA JALAN!” lebih melambat tuh dia larinya. Intinya, sebisa mungkin pakai kalimat positif.
Ini untuk hal-hal yang seharusnya tidak boleh tapi dia lakukan. Ulang lagi dong kejadiannya. Misal ia mau pinjam mainan tapi merebut sampai anak lain menangis. Saya biasanya bilang “ayo ulang lagi, bilang baik-baik”.
(Baca juga: 8 Trik Ajari Anak Disiplin Soal Waktu)
Kalau kesepakatan dan aturannya sudah diulang berkali-kali, saya juga suka meminta ia mengulang aturannya. Ngomongnya pelan aja ya jangan sambil teriak. Saya juga akan tanya berulang-ulang sampai ia mau menjawab apa kesepakatan kami agar ia selalu ingat.
Ini bisa dilakukan jika anak meminta tapi sambil nangis atau berteriak. Daripada kita teriaki balik dengan “TIDAK TERIAK YA!” ya sama-sama aja kita juga teriak dong ya. Jadi kita harus tetap tenang dan katakan kalimat di atas.
Ini yang paling gampang. Daripada saya tanya “bilang apa?” saya suka langsung aja menegur dia dengan “tolong” jika ia lupa minta tolong. Otomatis pasti akan membeo. Pun dengan “terima kasih”. Yang PR luar biasa besar adalah “maaf” bisa berjam-jam menunggu ia minta maaf. Ya sabar, kalau anak sudah tenang dan tetap belum minta maaf tetap saya tagih lho. Maafnya mana?”
Intinya ya, anak semarah apapun biasanya akan semakin marah kalau ibu ikutan marah. Tapi kalau ibu dan ayah tetap tenang, anak pun bisa jadi lebih tenang.
Apa cukup sekali bicara seperti ini untuk mendisplinkan anak? YA TENTU NGGAK DONG YA. Ini kata-kata seumur hidup yang mungkin baru akan bisa dihentikan kalau si anak sudah tumbuh dewasa jadi anak yang manis dan sopan.