Sorry, we couldn't find any article matching ''
Drama Korea alias Drakor dan Apa yang Bisa Diajarkan ke Anak Perempuan dari Mereka
Berawal dari benci pada drama Korea :D, berbalik menyukai, saya sekarang menyadari kalau dari beberapa drakor, ternyata ada hal-hal positif yang bisa diajarkan ke anak-anak perempuan kita.
Nggak pernah terbersit dalam pikiran saya untuk jadi penggemar drama Korea aka drakor. Semuanya gara-gara seorang sahabat yang maksa nonton Descendants of The Sun (DOTS), sebuah drama Korea yang hits. Sebagai penggemar serial asal Barat, sebut saja Game of Thrones, Criminal Minds, Closer hingga This Is Us, dalam pikiran saya drama Korea hanyalah drama-drama cheesy, konflik cinta segitiga, perjalanan cinta antara si miskin dan si kaya, atau antara pangeran tampan dengan perempuan jelata namun mampu menyihir pangeran dengan aegyo-nya*. Keren, ya, saya sekarang mulai tahu istilah-istilah Korea hahaha…
Ya, begitulah, memang dalam hidup harusnya kita nggak boleh terlalu suka atau terlalu benci sama sesuatu. Karena kita nggak tahu kapan semua itu akan berbalik hahaha… Sejak nonton DOTS, saya mulai melirik beberapa drakor.
Berhubung picky, saya nggak mau yang ceritanya cheesy dan terlalu fokus di pertarungan cinta segitiga nggak logis (makanya saya nggak doyan Meteor Garden. Tolong saya jangan di-bash**). Maka muncullah teman-teman penggila drakor meracuni saya. Lucunya, beberapa drama yang mereka rekomendasi juga atas rekomendasi anak perempuannya. Oh wow, apakah artinya itu mereka nonton bareng?
Beberapa teman ternyata memang mengizinkan anak perempuannya ikut nonton.
Hmmm…nggak takut mereka menonton adegan atau cerita yang semestinya belum boleh mereka konsumsi?
“Nggaklah, mereka cuma boleh nonton yang ceritanya seputar sekolah seperti Boys Over Flower, Playful Kiss, atau School 2017. Drakor lucu, romantis, dan kocak,” demikian teman saya menjelaskan.
“Lagipula, drakor mainstream gitu mana ada, sih, adegan aneh-aneh kayak Game of Thrones,” kilah teman yang satu lagi sambil melirik tajam ke saya. Ihik… Benar juga, sih.
Baca juga:
Saya cukup menyadari dari beberapa drakor, tuh, ternyata ada hal-hal positif yang bisa diajarin ke anak-anak perempuan.
Less makeup, more skincare
Silakan nonton drakor dan tunjukkan sama saya, drama mana yang tokoh perempuannya heavy makeup. Nyaris nggak ada! Nggak ada, deh, pakai foundation beda warna, plus urek-urek (baca: blending) 3 tone eye shadow. Warna lipstick pun rata-rata yang natural, merah jambu merekah. Pas banget untuk diajarkan ke anak-anak perempuan untuk nggak terlalu heboh dandan, padahal cuma ke mal.
Sebaliknya, cewek-cewek Korea sangat memerhatikan kesehatan kulit. Tahu, dong, kalau skincare Korea itu stepnya ada berapa? Kita jadi bisa ngajarin mereka untuk nggak malas merawat kulit sejak dini. Jujur, kalau punya anak perempuan masih belasan tahun, saya lebih suka lihat dia ala Yoona Girl’s Generation atau Lee Ji Eun daripada full makeup kayak Kylie Jenner atau Taylor Swift.
Hidup itu tentang perjuangan
Ajak, deh, anak perempuan buat nonton drama korea yang nggak melulu punya alur happy. Radiant Office bercerita tentang jatuh bangun seorang perempuan dalam mencari pekerjaan. Walau akhirnya ia diterima di perusahaan impiannya, dia kudu nerima kenyataan kalau dia punya penyakit yang bikin hidup dia nggak lama lagi.
Drama yang judulnya Good Doctor juga bagus banget untuk disimak, tentang anak autis yang berhasil jadi dokter spesialis anak. Selama kehidupannya sebagai dokter, dia banyak nerima penolakan karena kekurangannya itu. Drama ini bahkan akhirnya diadaptasi oleh American Broadcasting Company untuk dibikin versi Amerikanya.
Asli, drakor genre ini benar-benar bisa bikin kita melihat kehidupan dari perspektif lain. Kita bisa ngajarin anak-anak perempuan untuk nggak gampang menyerah, karena hidup itu penuh perjuangan. Hidup itu nggak selamanya manis, pasti ada pahit-pahitnya. Setuju, kan?
Belajar sejarah dan budaya negara Lain
Drama saeguk (drama Korea berlatar belakang sejarah) bisa banget jadi preferensi untuk ngajarin anak-anak sejarah negara ginseng. Tapi saeguk biasanya ngebosenin, jadi mungkin bisa ajak mereka nonton jenis fusion saeguk. Umumnya kategori ini menyuntikkan tokoh-tokoh fiksi di dalam alur sejarah. Tapi karena Korea terkenal nurut sama pemerintahnya, alur sejarahnya nggak bisa diganti semena-mena. Menurut beberapa teman yang udah khatam saeguk, hampir seluruh fusion saeguk berakhir sedih dan tragis.
Selain cerita sejarahnya, mata juga bisa dimanjakan dengan kostum tradisional Korea yang disebut Hanbok dan dikenal mulai di era Joseon.
Drakor modern juga banyak kasih contoh budaya-budaya masyarakat Korea di kehidupan era milenial. Contoh yang paling simpel aja, Korea mirip Jepang, yang mempertahankan tradisi membungkuk ke semua orang saat bertemu, guna menunjukkan kesopanan.
Belajar bahasa Korea
Sambil menyelam minum air. Coba tanya sama anak-anak sastra (eh, kalau sekarang namanya Fakultas Ilmu Bahasa, ya?) salah satu cara asyik mempelajari bahasa asing, ya, dengan nonton filmnya. Ini juga yang dilakukan oleh RM, salah satu member BTS dalam belajar bahasa Inggris.
Ia nonton serial FRIENDS dari season 1 sampai 10, pertama pakai subtitle Korea, lalu pakai subtitle Inggris, dan kemudian nonton untuk ketiga kalinya tanpa subtitle. Wah, ide idol ini boleh bangetlah dicoba.
Kalau ternyata anak perempuan kita menunjukkan ketertarikan dan bakat terhadap bahasa Korea, kenapa nggak sekalian aja dikursusin? Perpaduan kursus, drakor dan Kpop saya jamin jadi kombinasi yang sempurna. Bukan nggak mungkin dia malah bisa nerusin ke fakultas sastra (baca: FIB) buat memperdalam bahasa Korea, lalu kerja di Seoul. Siap-siap dapat jodoh oppa*** ganteng. Daebak!****
Gimana, para penggila drakor yang lain? Ada yang punya ide juga, ngajarin apa dari drakor kesayangan? Cus, komen di kolom comment, ya…
*aegyo: tingkah/kelakuan yang dibikin imut
**di-bash:diserang
***oppa: sebutan buat cowok yang umurnya di atas cewek
****daebak: keren!
Baca juga:
Share Article
COMMENTS