Musik memang memiliki kekuatan, tidak hanya baik untuk ibu hamil dan perkembangan otak bayi, namun juga bisa bermanfaat untuk terapi dalam menyembuhkan penyakit yang dianggap berbahaya. Bagaimana cara kerjanya?
Beberapa bulan yang lalu, saya sempat bertemu dengan Maya Hasan. Lebih tepatnya bertemu dengan perempuan cantik yang dikenal sebagai seniman harpa ini saat jumpa pers yang dilangsungkan konferensi pers The Living Wall Rachel House di Cilandak Town Square.
Di sana saya baru tahu, kalau Maya Hasan saat ini sedang fokus mengembangkan music sebagai sebuah terapi, membantu seseorang lama menjalani proses penyembuhan. Ya nggak bisa dipungkiri, sih, saat mood lagi drop, mendengarkan musik bisa sangat membantu. Tapi bagaimana musik bisa dijadikan terapi?
Perempuan lulusan Willamette University, jurusan kesenian harpa Oregon menegaskan kalau sebenarnya tubuh manusia mempunyai nada-nada untuk menstimulus penyembuhan penyakit dengan merangsang tubuh agar menjadi relaks. Untuk mendalami ilmunya, Maya bercerita kalau dirinya memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk melakukan riset terlebih dahulu.
Lewat riset yang dilakukannya, ia menemukan bahwa sebenarnya sumber penyakit, apapun penyakitnya dikarenakan adanya gangguan pada frekwensi sel dalam tubuh. Artinya, saat sedang sakit, seseorang akan mengalami ketidakharmonisan fibrasi dalam tubuh dan jiwanya.
Perempuan yang sudah yang mengantongi certified music practitioner (CMP) dari International Harp Theraphy Program, Amerika ini menandaskan kalau adanya panca indera yang dimiliki setiap orang, seperti mulut, ata atau indera yang lain bisa mendapat hambatan. Sementara, satu satunya indera yang nggak bisa dihambat adalah telinga.
Jadi waktu itu, saya, teman media dan seluruh tamu yang hadir sempat diajak untuk mehami dan lebih sensitive dengan pendengaran. Maya meminta kami untuk memajamkan mata sebentar dan merasakan golombang apa saja yang bisa diterima oleh pendengaran. Dari sini bisa merefleksikan bahwa sebenarnya semua manusia, memang mudah tepapar oleh gelombang yang mampu mengubah molekul dalam tubuh.
“Tubuh kita itu kan berisi 60 sampai 70 persen air, makanya tubuh ini bisa mudah mengalami perubahan kareba adanya gelombang suara yang kita dengar yang akhirnya bisa mengubah molekul kita. Setiap organ tubuh kita mengeluarkan bunyi dan ada frekuensinya. Contohnya, jantung, jadi sebenarnya organ tubuh seperti orkestra. Ada bunyi-bunyi yang tidak dapat terdengar tapi ada. Nah, untuk bisa merubah molekul tubuh kita dibutuhkan adanya perubahan kecil. Jika satu molekul tubuh baik, maka implikasinya semua menjadi baik, “ paparnya.
Tidak mengherankan, jika dalam kondisi tertentu, sedang sedih, atau merasa mood sedang berantakan, saat mendengarkan musik, mampu membuat rasa senang dan happy. Bahkan, menurut Maya, music yang dimaksud tidak hanya musik klasik saja. “Kalau memang senang dengan music dangdut, juga nggak apa. Musik apapun sebenarnya bisa dijadikan terapi. Sebenarnya manfaat music for healing ini nggak cuma bisa menghilangkan rasa stress saja, tapi bisa membuat orang lebih lebih fokus dan menyembuhkan berbagai macam penyakit.”
Terapi musik ini sendiri sebenarnya bukanlah hal yang baru, pasalnya terapi musik sudah dimulai sejak awal ke-20. Sementara untuk saat ini, terapi musik pun sudah lebih berkembang. Hingga akhirnya ada Asosiasi Terapi Musik Amerika menyebutkan sudah ada sekitar 5.000 terapis musik bersertifikat di Amerika Serikat.