Waspada Trend Cyber Bullying pada Remaja

Behavior & Development

adiesty・03 Dec 2017

detail-thumb

Penindasan di dunia maya atau cyber bullying memang bukan fenomena baru. Tapi tahukah mommies kalau saat ini ada sejumlah remaja yang  melakukan cyber bullying dengan menyakiti dirinya sendiri hanya sekadar mencari perhatian?

Ngomongin soal bullying, memang cukup mengkhawatirkan, ya? Dampaknya begitu besar untuk perkembangan anak. Tidak hanya menyebabkan trauma hingga luka batin, bullying juga bisa menyebabkan anak depresi, self concept yang salah. Untuk memutus mata rantai, Masih banyak PR yang perlu dilakukan, baik orangtua, tenaga pendidik seperti guru di sekolah hingga pihak pemerintahan.

Tapi saya sangat sangat percaya kalau orangtua yang punya peran paling besar. Bagaimana bisa membuat anak memiliki mental yang kuat, terus menjaga kedekatan dengan anak, meningkatkan rasa percaya dirinya, mengajarkan kemampuan bersosialisasi anak dengan baik, serta mengajarkan anak untuk lebih berani. Harapannya, bisa mencegah anakmenjadi korban ataupun pumbully di lingkungan sosialnya. Termasuk melakukan tindak cyber bullying.

Cyber-bullied

Belum lama ini, saya baru saja membaca berita soal trend baru cyber bullying dari USA Today. Dalam berita tersbut disebutkan kalau sekitar 6% anak-anak dari usia 12 sampai 17 sering kali menggertak diri mereka sendiri secara digital. Hal ini disimpulkan setelah adanya penelitian yang dilakukan oleh Sameer Hinduja, seorang profesor kriminologi di Florida Atlantic University dan co-director Pusat Penelitian Cyberbullying.

"Ini adalah fenomena baru, dan ini benar-benar terjadi pada remaja di seluruh AS,” kata Hinduja.

Kasus cuber bullying ini semakin menjadi perhatian dan lebih difokuskan setelah adanya kasus kematian anak remaja, Hannah Smith, 14 tahun dari Leicestershire, Inggris, yang menggantung dirinya sendiri setelah berbulan-bulan mengalami pelecehan online.

Setelah kematiannya, pejabat dari Ask.fm, sebuah situs media sosial di mana pengguna dapat saling bertanya satu sama lain, menemukan bahwa 98% pesan yang dikirim ke Smith berasal dari alamat IP yang sama dengan komputer yang dia gunakan.

Banyak situs lain seperti Tumblr dan Formspring yang sekarang sudah tidak berfungsi juga memiliki fitur pertanyaan anonim, yang memungkinkan remaja untuk secara anonim mengirimkan pesan yang menyakitkan dan kemudian merespons secara publik.

Periset menyebutkan kalau  perilaku ini masuk dalam ketegori ‘merugikan diri digital’. Kondisi ini jelas mengkhawatirkan, seperti yang diungkapkan Hinduja, kondisi ini bisa menyebabkan perilaku bunuh diri jika tidak ditangani dengan baik.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention, tingkat bunuh diri remaja terus meningkat selama dekade terakhir. Angka bunuh diri untuk anak perempuan usia 15-19 tahun meningkat dua kali lipat dari tahun 2007 sampai 2015, mencapai titik tertinggi dalam 40 tahun,

 

Pertanyaan yang membingungkan peneliti adalah mengapa remaja akan melakukan ini?

Ketika ditanya mengapa mereka terlibat dalam self-harm digital, anak laki-laki lebih cenderung mengatakan bahwa mereka melakukannya sebagai bentuk lelucon atau sekadar mencari perhatian saja. Sementara untuk anak perempuan sering mengatakan bahwa mereka melakukannya karena mereka sedang berjuang mengatasi depresi.

Patricia Cavazos, seorang profesor psikiatri di Washington University School of Medicine mengungkapkamn bahwa belakangan ini memang ada fenomena yang terjadi, ini serupa dengan keinginan fisik untuk merasakan sakit.

Ironisnya, kejadian anak untuk menyakiti dirinya sendiri tidak hanya terjadi padaanak remaja saja. Sekitar 8% anak-anak berusia 7-16 tahun yang disurvei dalam sebuah studi di tahun 2012 silam mengatakan bahwa mereka telah melakukan kekerasan pada dirinya sendiri,

Cavazos, yang mempelajari konten yang berhubungan dengan depresi di media sosial, ia mengatakan bahwa remaja cenderung melakukannya untuk mencari jawaban. Yang sering menjadi masalah, banyak remaja yang merasa keulitan untuk membicarakan atau mengutarakan perasaannya.

Di sinilah peran orangtua sangat dibutuhkan untuk melakukan intevensi  untuk membantu anak dalam menyelesaikan masalahnya dengan cara yang benar. Bukan lewat melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri.