Situasi yang sukses membuat saya dilema. Mau terus menyusui atau menyapih si calon kakak di tengah-tengah kehamilan saya ini.
Saya merasa Tuhan itu sayaaaang banget sama saya. Setelah sempat sekian tahun sulit memiliki anak karena PCOS dan akhirnya mendapatkan Kenzo (14 bulan), sekarang saya dikasih kepercayaan lagi untuk kembali hamil :D.
Bukan main girangnya saya ketika mendapati garis dua di test pack pada suatu pagi. Saking girangnya, saya buru-buru ke Rumah Sakit untuk memeriksakan kebenarannya, meskipun dokter yang dulu menangani saya belum praktik pagi itu. Setelah mengonfirmasi hadirnya si kecil di perut saya, sang dokter pun berpesan, “Bu, anak pertamanya langsung disapih ya.”
Glek……. Saya terkejut. Saking senangnya kembali hamil, saya sampai lupa urusan sapih menyapih Kenzo.
Baca juga:
Tanda-tanda si Kecil Siap Memiliki Adik
Saya langsung teringat isi percakapan WAG genk SMP mengenai menyapih karena hamil. Salah satu dari kami memang mengalami keguguran karena, menurut penjelasannya, dia mengalami kontraksi dini. Tapi yang namanya ibu, berat rasanya untuk menerima kondisi harus menyapih. Teman-teman terdekat pasti merasakan kegalauan saya, karena WAG dan Path menjadi ajang melontarkan pertanyaan seputar masalah menyusui di saat hamil.
Baca juga:
PR Menyapih Setelah Dua Tahun Menyusui
Karena banyaknya masukan (tapi belum mengena di hati #eaa) saya pun melakukan riset sebelum kembali berkonsultasi dengan dokter kandungan yang menangani kehamilan pertama saya. Dimulai dengan bertanya kepada sepupu suami yang kebetulan seorang dokter kandungan juga. Saya mendapat respon positif darinya dengan pernyataan singkat,”Boleh tetap menyusui.”
Lalu kedua, saya sempat menitip pertanyaan ke Fia – Managing Editor Mommies Daily dan Fia berbaik hati untuk memastikan jawabannya ke dr Meta Hanindita SpA.
Sambil menginformasikan mengenai bagaimana proses kehamilan pertama saya plus usia, ternyata menurut dokter Meta, meski dalam teori ketika bayi menyusu, ibu akan mengeluarkan hormon oksitoksin yang dapat memancing kontraksi, beberapa penelitian pada kehamilan normal menyebutkan kalau jumlah hormon yang keluar tidak cukup hingga dapat merangsang persalinan.
Tapi kondisi hamil sambil menyusui ini tidak disarankan pada kehamilan yang berisiko tinggi. Yaitu, bila adanya penyakit ibu sebelum hamil, seperti hipertensi, Diabetes Melitus, ibu yang obesitas, bu yang hamil lebih dari satu anak, bila usia ibu hamil terlalu muda (remaja) atau terlalu tua (di atas 35 tahun) dan bila ibu memiliki riwayat keguguran.
Untungnya saya tidak masuk dalam kehamilan berisiko tersebut. Tapi tentunya, tak hanya berdasarkan teori semata, dokter kandunganlah yang dapat memutuskan, apakah kehamilan saya berisiko atau tidak.
Ketika tiba saatnya saya datang kembali ke dokter kandungan yang lama dan memeriksakan kondisi kehamilan, betapa leganya mendengar si dokter dengan santai menyatakan bahwa saya masih boleh menyusui Kenzo. Horeee..! Tidak ada lagi rasa gelisah ketika menyusui si abang dan perasaan bersalah pada si calon adik pun hilang.
Pesan dokter pada saya sih, hanya terus menjaga kesehatan dan asupan gizi yang seimbang agar tetap menjadi sumber nutrisi baik bagi kedua anak dan diri sendiri. Mommies punya pengalaman yang sama? Share di sini, yuk.
Baca juga: