OMG! Trend apalagi ini? Apa iya makan ari-ari anak sendiri, bisa menimbulkan manfaat dari segi fisik dan kejiwaan?
Sejujurnya waktu mendengar kabar ada pesohor tanah air, ada yang makan ari-ari anaknya, saya terperangah sambil bergumam, “Trend macam apa pula ini? Emang ada faedahnya, gitu?”. Karena setahu saya, yang namanya plasenta, kalau sudah lepas dari si bayi dan ya sudah nggak punya manfaat apa-apa lagi. Sementara di Amerika, trend makan ari-ari atau plasenta, sempat menjadi pembicaraan ketika Kim Kardashian melakukan hal yang sama, di akhir 2015 lalu. Kim mengonsumsi ari-ari miliknya setelah diproses sedemikian rupa, dan dimasukkan ke dalam pil.
Setelah saya konfirmasi kepada pihak yang kompeten di bidangnya, yaitu dr. Khanisyah Erza Gumilar, SpOG – Staf divisi Fetomaternal RS Universitas Airlangga, Surabaya, dan dr. Cininta SpOG, staf divisi Fetomarternal RSUD Dr Soetomo Surabaya. Mereka berdua menyatakan setelah proses persalinan dan lepas dari tubuh ibu dan janin, plasenta adalah jaringan yang tidak memiliki sirkulasi darah sehingga juga tidak mengandung zat-zat nutrisi yang bermanfaat.
Plasenta sendiri memiliki pengertian organ yang berasal dari produk konsepsi (kehamilan). Mempunyai dua sisi (ibu dan janin) sehingga terjadi “connection“ di antara keduanya. Plasenta memegang peranan yang amat penting dalam kehidupan, pertumnuhan dan perkembangan janin selama di dalam rahim. Dan mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
Baca juga: Serba-serbi Plasenta
Di antara mommies, mungkin ada yang pernah mendengar, hewan yang memakan ari-ari anaknya, disebut juga sebagai placentophagy. Fungsinya untuk mengembalikam tenaga setelah proses melahirkan dan menjauhkan si anak dari predator. Nah, ketika trend ini dilakukan pada manusia, sebagian dari mommies, (termasuk) saya langsung terheran-heran. Dari beberapa sumber yang saya baca, mereka yang melakukan ini, mempercayai makan ari-ari berguna untuk mengurangi kejadian depresi pascasalin, mengembalikan vitalitas, mempercantik kulit karena dipercaya mengandung banyak kolagen dan sebagainya.
“Fenomena ini sebetulnya menimbulkan banyak kontroversi, karena tidak didapatkan hubungan antara konsumsi plasenta dengan kejadian depresi pascasalin seperti telah dinyatakan oleh para pakar di Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Selain itu, fenomena ini juga telah masuk ranah kanibalisme,” tegas dr. Erza dan dr. Cicinta.
Sementara itu, dari sisi kejiwaan, Psikolog Anna Surti, atau akrab disapa Mbak Nina, berpendapat ada beberapa alasan seorang ibu melakukan hal ini.
Duuuh, semoga kalau masih ada yang melakukan trend ini, bisa segera terbuka mata hatinya, deh, ya. Karena sudah jelas, nggak ada manfaatnya sama sekali.
Baca juga: Alami Plasenta Previa, Tidak Bisa Melahirkan Secara Normal?