Sorry, we couldn't find any article matching ''
MD Lunch, Stop The Fighting: How to Handle Sibling Rivalry?
Sibling Rivalry, adalah hal yang alami dan pasti terjadi. Tapiii, bukan berarti nggak mungkin , untuk diminimalisir
Bagi mommies yang sudah punya dua anak, pasti deh familiar sama istilah “Sibling Rivalry”, secara sederhana diartikan persaingan antara kakak dan adik. Rasanya rumah nggak henti-henti sama suara-suara heboh kakak adik berebutan mainan, makanan atau sengketa barang lainnya, hahaha.
Saya sendiri, baru punya anak satu (yang belum tahu persisnya kapan mau nambah anak :p, masih galau anak kedua :D), merasa butuh amunisi untuk mempersiapkan mental berada di tengah situasi tesebut. Kebetulan MD Lunch bulan Maret lalu, yang diadakan di Branche Bistro, Senopati, Jakarta, mengangat tema Stop The Fighting: How to Handle Sibling Rivalry?. Mengenai situasi ini, Nadya Pramesrani, M. Psi. ,Psikolog Keluarga, sekaligus Co-Founder Rumah Dandelion, ingin menegaskan, butuh penekanan dua kata khusus, yaitu: ALAMIAH UNTUK TERJADI & PASTI TERJADI. Alasannya “Karena kedua kata ini penting banget untuk membantu mommies, agar tidak terlau pusing dan stres. Apalagi sampai menyalahkan diri, ketika sibling rivalry muncul di anak-anak,” jelas Nadya kepada 17 peserta MD Lunch hari itu.
Baca juga: Merencanakan Hamil Kedua? Jangan Lupa Perhatikan 5 Hal di Bawah Ini
Aaah, sedikit bernapas lega, nggak sih mendengar penjelasan dari Mbak Nadya? Hihihi. Jadi mommies, sibling rivalry, merupakan perasaan cemburu, terutama dari kakak kepada adiknya, yang alamiah untuk muncul. Biasanya sibling rivalry paling besar kemungkinanannya keluar, di anak di bawah usia balita. Terutama lagi, paling berisiko lagi, kakak yang kedatangan adiknya, ketika si kakak di bawah 3 tahun.
Baca juga: Menyiapkan si Kakak Menemani Adiknya yang Berkebutuhan Khusus
Kenapa kok potensi muncul di bawah 3 tahun? Lebih lanjut Nadya, menjelaskan. Karena itu adalah periode yang paling riskan si kakak mengalami sibling rivalry. Kebutuhan anak-anak di usia balita, adalah rasa aman. Lima tahun pertama adalah periode mengembangkan rasa percaya kepada lingkungan. Dimana rasa percaya itu muncul, ketika mereka MERASA, orangtua memenuhi kebutuhan mereka. Terutama kebutuhan secara emosional. Sibling rivalry, muncul ketika kakak merasa terancam, karena orangtua tidak lagi memenuhi kebutuhan kakak. Di sisi lain, ada bayi yang 100% masih tergantung kepada kita orangtuanya.
Tanda-tanda anak mengalami sibling rivalry:
Baca juga: Mempersiapkan Ketahanan Mental si Kecil, Untuk Bekal Menghadapi Tantangan Hidup
Pencegahan sibling rivalry
Meskipun fenomena ini alami dan pasti terjadi, melalui penjelasannya yang konkret, Nadya optimis tetap bisa mencegahnya. Dan harus dilakukan di 4 tahap berikut ini:
Selalu libatkan si kakak dalam proses kehamilan, misalnya menyiapkan kamar buat adik. Atau diajak ketika waktunya kontrol ke dokter. Kegiatan kedua ini punya dua benefit, yang Nadya juga sudah merasakannya langsung. Yang pertama, membantu kakak mencegah perasaan cemburu. Dan yang kedua, orangtua terselamatkan dari pertanyaan, bayi keluar dari mana? Hahaha. Karena dia melihat, dari awal dia melihat proses tumbuh kembang janin di dalam lahir, dari mulai kantong dan seterusnya. Lalu bicarakan juga kemungkinan, tidur yang tadinya bertiga jadi berempat. Ketika adik lahir, dia akan nangis dua jam sekali, itu artinya lapar atau butuh ganti popok. Si kakak jadi mendapatkan gambaran, lama-lama nanti “menempel” di otaknya. Dan perubahan yang nantinya benar-benar terjadi, kakak udah nggak kaget lagi.
Bisa mulai diinfo dari awal, nanti ketika akan melahirkan. Mommies akan menginap di RS, begitu juga dengan ayah. Nah, tanyakan kepada si kakak/abang, mau ikut menginap di RS juga atau menunggu ri rumah saja? Berikan kakak pilihan. Sehingga anak nanti merasa punya kemampuan mengontrol/kendali, bahwa dia bukan sebagai korban yang diharuskkan mengalah karena adik, jadi kakak juga punya kontrol. Kalau kakak nggak bisa menginap bersama di RS, pastikan setiap hari kita telepon kakak, kirim foto atau video adik. Jadi dia juga dikenalkan dari adiknya lahir. Dan jika kondisi ini juga terjadi, PR terbesar letaknya di ayah, para pak suami harus membelah diri, antara ke RS dan ke rumah, untuk quality time dengan kakak.
Jika waktu lahiran, kakak nggak ikut menginap. Pas sampai rumah, dari pulang dari RS. Berikan dulu si adik, kepada ayah atau anggota keluarga lain. Dan langsung quality sama kakak, terutama kita ibunya. Di rumah aja nggak apa-apa, benar-benar berdua. Dan berikan perhatian nyata, kalau kakak tetap diutamakan. Misalnya adik bayi nangis, minta tolong suami, suster atau anggota keluarga lainnya untuk pegang dulu.
Karena ini adalah masa adaptasi si kakak punya orang baru. 6 bulan periode adaptasi, yang kalau di 6 bulan ini tidak berjalan dengan lancar, efeknya bisa berkelanjutan. Bukan berarti jadi menetap ya. Hanya, damage control, lebih menantang.jadi di 6 bulan pertama ini, orangtua harus lebih peka, memantau si kakak.
Selain 4 tahap tadi, juga penting mengingatkan support system kita, jika menengok si adik bayi. Jangan lupa (JUGA) memberikan perhatian kepada kakak/abang. Nggak melulu, dibawakan hadiah berupa barang. Sesederhana bertanya, “Kakak gimana rasanya punya adik?”, atau pertanyaan lainnya, di luar adik nggak apa-apa banget. Poinnya menurut Nadya, kehadiran kakak harus tetap dianggap.
Baca juga: Sibling Rivalry, Ketika Kakak dan Adik Selalu “Bersaing”
Bagaimana jika terlanjur terjadi?
Nah, biasanya sibling rivalry akan muncul lagi, ketika adik sudah punya mau. Misalnya, nih, lagi pergi jalan-jalan, adik dan kakak punya keinginan yang berbeda mau makan apa. Yang bisa meminimalisir, hal sibling rivalry muncul, bagaimana orangtua memperlakukan kedua anaknya.
Jadi gini mommies, sedari awal memang harus dicicil ya, namanya anak kan, butuh proses untuk memahami sesuatu, nggak kayak efek pedas cabe, sekali makan udah langsung erasa efeknya. Nadya mengingatkan, sebaiknya membiasakan mengkomunikasikan kenginan dan kebutuhan kepada anak.
Nadya menjelaskan, ini yang akan membantu mereka, memahami perlakuan orangtua terhadap mereka di beberapa situasi mungkin berbeda, tapi hasil akhirnya kebutuhan saya tetap terpenuhi. Misalnya kakak yang sudah SMP butuh HP dengan fitur yang lebih canggih, untuk membantunya mengerjakan tugas skeolah. Ketika si adik cemburu menginginkan barang sama. Jelaskan kalau kebutuhan kakak memang sudah sampai di titik itu. Adik belum butuh HP seperti itu.
Dan yang nggak kalah penting kenali temperamen anak. Ada temperamen, easy child, slow to warm, dan difficult. Nah, biasanya sibling rivalry, terjadi pada anak yang punya temperamen diffcult, dengan ciri-ciri:
Tapi hati-hati jangan sampai me-label anak-anak, “bandel”, “susah dikasih tau”, karena ini adalah bagian dari sifat temperamen masing-masing anak. yang dibutuhkan adalah trik orangtua menghadapi mereka.
Baca juga: Ketika Kakak-Adik Seperti Tom & Jerry
Selanjutnya, ketika terjadi konflik, perlakuan orangtua terhadap anak memengaruhi hubungan antara kakak dan adik. Ketika ada momen persaingan orangtua harus pintar-pintar mengatasinya. Contoh kasus, ketika kakak adik lagi main, dan terjadi konflik. Beri mereka kesempatan untuk menyelesaikan konfliknya sendiri. Caranya dengan memberikan pilihan solusi, sambil tetap awasi, agar nggak sampai terjadi kontak fisik.
Inilah pentingnya set the rules dari awal. Untuk meminimalisir konflik antar saudara dan membantu anak mampu melakukan regulasi emosi. Contoh, ketika bermain kemukakan aturan-aturannya, lalu ketika terjadi konflik, ingatkan lagi aturan apa yang berlaku yang disepakati di awal.
Terima kasih untuk mommies yang sudah hadir di MD Lunch Maret 2017, jangan bosan-bosan menimba ilmu parenting bersama MD, yaaa. Sambil makan-makan enak tentunya :D
Dari semua strategi yang tadi dijabarkan, Nadya menyelipkan satu pesan yang menurut saya jadi pamungkasnya. Orangtua, ayah dan ibu WAJIB KOMPAK! Jadi wajib juga hukumnya punya quality time. Supaya komunikasi lancar dan anak nggak punya celah untuk ngakalin orangtuanya. “Kalau nggak bisa minta saya ibu, kan bisa minta sama ayah!”, nggak ada tuh nanti kalimat semacam itu, di benak anak-anak, yang nantinya bisa menyulit terjadi sibling rivalry.
Seru tapi tricky ya, punya anak itu? Hihihi. Apalagi lebih dari satu, butuh ilmu yang kece karena memiliki anak tidak sama dengan bermain boneka :)
Share Article
COMMENTS